Menjadi Penyunting Agar Tulisan Tidak Menjadi Sinting[1]
Oleh Hilmi Akmal[2]
1.
Pendahuluan
Saya
hendak menyegarkan kembali ingatan Anda pada masa awal kuliah Writing III ini
dimulai. Saat itu saya menyampaikan bahan kuliah mengenai penulisan. Di makalah
saya yang berjudul “Memahami Apa Itu Menulis dan Mengarang,” saya memuat gambar
berikut ini:
Gambar
di atas adalah gambar tahapan-tahapan menulis. Yang pertama adalah tahap
pramenulis. Di tahap ini kita memikirkan apa yang hendak kita tulis. Gagasan
apa yang hendak disampaikan dalam bentuk tulisan. Tahap kedua kegiatan menulis
sudah dimulai. Gagasan yang mengendap di kepala dicurahkan lewat tulisan. di
tahap kedua ini sebaiknya abaikan masalah ejaan, tata bahasa dan sebagainya.
Terakhir, setelah tulisan selesai, tinjau ulang dan revisi tulisan yang masih
setengah jadi itu. Perbaiki kalimat yang belum rancak, kalimat yang tidak
efektif, ejaan yang tidak sesuai dengan kaidah ejaan yang baku. Dengan kata
lain, tahap ketiga adalah tahap penyuntingan atau editing.
Sayangnya,
banyak penulis yang mengabaikan tahap ketiga ini. Banyak pengarang, yang
berkaliber professional sekalipun, yang enggan menyunting atau disunting
tulisannya. Mereka bahkan berpikir bahwa suntingan tulisan tidak perlu
dilakukan karena seakan-akan memperkosa tulisan mereka. Padahal, menyunting itu
perlu dilakukan agar tulisan dapat lebih enak dibaca dan gagasan yang
disampaikan dapat lebih mudah ditangkap sehingga pembaca yang membaca tulisan
itu tidak merasa sinting atau menuduh yang membuat tulisan adalah orang sinting
setelah membaca. Oleh karena itu, di bagian-bagian berikutnya saya akan
mengulas apa itu menyunting, syarat-syarat menjadi penyunting, aneka ragam
penyunting, dan bagaimana menyunting naskah terjemahan.
2.
Definisi
Penyuntingan
Penyuntingan adalah menyiapkan
naskah siap cetak atau siap terbit dengan memerhatikan segi sistematika
penyajian, isi, dan bahasa yang menyangkut ejaan, huruf, tanda baca, kata,
diksi, frasa, istilah, klausa, kalimat, dan wacana (Sugihastuti, 2006).
Penyuntingan bersinonim dengan editing atau mengedit.
Orang yang melakukan penyuntingan
atau pengeditan naskah tulisan atau karangan yang akan diterbitkan dalam
majalah, surat kabar, buku, dan sebagainya disebut penyunting atau editor.
3.
Tugas dan Syarat-syarat Menjadi Penyunting
Apa sih sebenarnya tugas
penyunting itu? Menurut Eneste (1995) pada dasarnya tugas seorang penyunting
adalah membuat naskah dapat dibaca. Hanya itu? Bukan. Seorang penyunting pun
harus dapat membuat naskah itu enak dibaca. Jadi, naskah yang sudah dibuat atau
digarap oleh penulis (atau penerjemah) mesti “diolah kembali” oleh penyunting
sebelum sampai pada pembaca sehingga dapat dikatakan bahwa penyunting adalah
perantara penulis dan pembaca.
Apakah semua orang dapat menjadi
penyunting. Jawabnya tidak. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Apa saja
syarat itu? Eneste dalam bukunya Buku Pintar Penyuntingan Naskah (1995)
menyebutkan bahwa syarat-syarat untuk menjadi penyunting adalah (1) menguasai
ejaan, (2), menguasai tata bahasa, (3) bersahabat dengan kamus, (4) memiliki
kepekaan bahasa, (5) berpengetahuan luas, (6) Teliti dan sabar, (7) peka
terhadap SARA dan pornografi, (8) luwes, (9) punya kemampuan menulis, (10)
Menguasai bidang tertentu, dan (11) menguasai bahasa asing.
Jadi, apabila Anda ingin menjadi
seorang penyunting Anda harus menguasai kaidah ejaan bahasa Indonesia yang
berlaku saat ini. Anda harus tahu benar penggunaan huruf kecil dan huruf
kapital, pemenggalan kata, dan pengunaan tanda-tanda baca (koma, titik, titik
koma, dan sebagainya). Mengapa? Karena seorang penyunting selalu berurusan
dengan hal-hal ini.
Anda pun dituntut harus menguasai bahasa Indonesia secara luas.
Maksudnya bukan berarti Anda harus menghapal semua arti kata yang tercantum di
kamus, tetapi harus tahu mana kalimat yang baik dan benar dan mana kalimat yang
salah dan tidak benar. Menguasai bahasa Indonesia berarti Anda harus menguasai
tata bahasa Indonesia. Jadi, untuk menjadi penyunting Anda harus tahu susunan
kalimat bahasa Indonesia yang baik, kata-kata yang baku, bentuk-bentuk yang
salah kaprah, pilihan kata atau diksi yang pas, dan sebagainya. Agar Anda bisa
menguasai tata bahasa Indonesia, milikilah dan pelajarilah buku Tata Bahasa
Baku Indonesia dan Pedoman Umum
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Seorang penyunting pastilah tidak menguasai semua kata yang ada
dalam satu bahasa tertentu, apalagi istilah-istilah di bidang keilmuan
tertentu. Oleh karena itu, seorang penyunting harus mengakrabkan diri dengan
kamus, baik itu kamus ekabahasa, dwibahasa, maupun kamus istilah. Selain kamus,
seorang penyunting pun harus berkarib ria dengan dengan berbagai rujukan
lainnya seperti ensiklopedia. Untuk kamus bahasa Indonesia yang harus dijadikan
sahabat kalau Anda menjadi penyunting adalah Kamus Umum Bahasa Indonesia
dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Apabila Anda adalah orang yang enggan
membuka-buka kamus, maka urungkan saja niat Anda menjadi penyunting.
Seorang penyunting diharuskan pula memiliki kepekaan bahasa karena
ia selalu berhubungan dengan ejaan, tata bahasa, dan kamus. Bila Anda menjadi
penyunting Anda harus mengetahui mana kalimat yang kasar, mana yang halus;
harus tahu mana kata yang harus dihindari dan mana yang sebaiknya dipakai; dan
harus tahu kapan kalimat atau kata tertentu dapat digunakan atau dihindari.
Seorang penyunting juga dituntut untuk memiliki pengetahuan dan
wawasan yang luas. Artinya, ia harus membaca banyak buku, majalah, dan koran.
Selain itu dia juga harus menyerap informasi melalui media audio visual. Dengan
kata lain, seorang penyunting tidak boleh ketinggalan informasi.
Seorang penyunting juga harus teliti dan sabar. Dia harus teliti
menyunting setiap kalimat, setiap kata, dan setiap istilah yang dipakai
penulis. Ia harus teliti memeriksa apakah kata, kalimat, dan istilah itu layak
cetak atau tidak, berbau SARA atau tidak, mengandung pornografi atau tidak, dan
sebagainya. Penyunting pun wajib bersikap sabar. Mengapa karena ia harus
bolak-balik memeriksa naskah. Kadang kala penyunting juga berhadapan dengan
penulis yang ngeyel, yang tidak mau tulisannya diedit. Jurus sabar pun
harus dipakai apabila menghadapi penulis macam ini.
Ada kalanya suatu buku dicekal pihak kejaksaan agung karena dianggap
mengandung muatan pornografi dan SARA. Nah, agar suatu buku tidak dicekal, maka
dituntut kepekaan yang tinggi dari penyunting akan masalah SARA dan pornografi.
Seorang penyunting harus tahu mana kalimat yang layak cetak, mana kalimat yang
harus diubah agar tidak menyinggung suatu suku, agama, atau ras tertentu.
Telah disebutkan bahwa penyunting kadang kala berhubungan dengan
orang lain, dalam hal ini penulis, pengarang, atau penerjemah. Untuk itu,
penyunting dituntut pula untuk dapat bersikap luwes atau supel. Saat
berhubungan dengan penulis atau penerjemah, seorang penyunting harus mau
mendengarkan segala keluh kesah, saran, dan pertanyaan. Sebaiknya, penyunting
tidak boleh bersikap menggurui, apalagi jika yang dihadapi adalah seorang
penulis yang merupakan pakar di bidangnya. Dengan kata lain, meminjam istilah
Howard Gardner, si pencetus multiple inteligences, seorang penyunting
harus memiliki kecerdasan interpersonal. Jadi, apabila Anda adalah orang yang
kaku dan tidak luwes, lupakan niat menjadi seorang penyunting.
Tidak hanya penulis yang hanya memiliki kemampuan menulis. Seorang
penyunting pun harus memiliki kemampuan itu, minimal mampu menyusun tulisan
yang elementer. Lho bukannya tugas penyunting adalah menyunting? Betul,
tapi seorang penyunting suatu saat harus menulis surat kepada penulis, menulis
isi ringkasan buku atau sinopsis, atau menulis biografi singkat penulis. Selain
itu, kemampuan menulis ini pun berguna dalam penyuntingan. Kalau tidak tahu
menulis kalimat yang benar, maka mana bisa kita membetulkan atau memperbaiki
tulisan orang lain.
Menguasai bidang tertentu, misalnya ilmu bahasa, ilmu sastra,
biologi, matematika, jurnalistik, ilmu pendidikan, filsafat, teknologi, dan
pertanian, sangatlah diperlukan bagi seorang penyunting. Mengapa? Karena hal ini tentu akan membantu dirinya dalam
melaksanakan tugasnya.
Syarat yang terakhir adalah untuk menjadi seorang penyunting adalah
penguasaan bahasa asing terutama bahasa yang digunakan di dunia internasional,
yakni bahasa Inggris. Kenapa? Karena dalam menyunting naskah, seorang
penyunting akan berhadapan dengan istilah-istilah bahasa Inggris atau
istilah-istilah yang berasal dari bahasa Inggris. Jika tidak bisa menguasai
bahasa Inggris secara aktif, minimal seorang penyunting harus menguasainya
secara pasif. Artinya, seorang penyunting dapat memahami dan membaca teks
berbahasa Inggris. Akan lebih baik lagi jika seorang penyunting menguasai tidak
hanya bahasa Inggris, tapi juga bahasa-bahasa asing lain misalnya, bahasa
Belanda, Jerman, Perancis, Spanyol, Arab, dan Jepang. Singkatnya, semakin
banyak bahasa asing yang dikuasai, semakin baik seorang penyunting.
Sementara itu, Trim (2009) menyebutkan bahwa syarat utama untuk
menjadi editor buku adalah memiliki keterampilan membaca dan menulis. Syarat
utama ini harus dipenuhi karena menyiratkan keterampilan berbahasa yang baik
dan benar. Selain itu, ada kompetensi nonteknis yang harus dimiliki, seperti
kejujuran, kepercayaan diri, dan ketelitian. Untuk mengembangkan kariernya,
editor membutuhkan empat kemampuan, yaitu (1) dapat memecahkan masalah, (2)
mampu membuat keputusan, (3) menguasai komunikasi untuk membangun jaringan, dan
(4) mengefektifkan dan mengefisienkan tugas-tugas. Di samping itu, Trim juga
menyebutkan bahwa editor itu harus memiliki kriteria (a) Confidence atau percaya diri. Editor yang baik harus memiliki
kepercayaan diri terhadap kecerdasan, pengetahuan, dan keterampilan menulis
yang dimilikinya. Editor pun dituntut untuk memahami gaya selingkung, menguasai
proses produksi, memiliki wawasan pengetahuan umum, dan harus mengerti sistem
operasional standar editor; (b) Objectivity
atau bersifat objektif. Editor harus objektif dan mampu menelisik materi-materi
secara lebih mendalam dan memahami bagaimanapun banyak penulis memiliki
kepribadian yang acuh tak acuh terhadap naskah yang ditulisnya; (c) Awareness atau kepedulian. Editor harus
peduli terhadap sasaran pembaca yang dituju, tetapi terlebih-lebih dia harus
peduli akan kinerja tim editorial; (d) Intelligence
atau cerdas dan cergas. Editor yang baik harus memiliki berbagai macam latar
belakang yang mendukungnya untuk menelisik berbagai materi naskah; (e) Questioning nature atau punya sifat
ingin tahu/selalu bertanya. Editor yang baik tahu bahwa bertanya tentang apa
pun bukanlah hal yang tabu; (f) Diplomacy
atau mampu berdiplomasi. Editing adalah sebuah konfrontasi. Menulis adalah
gabungan intelektual dan pengalaman emosional, dan editor yang baik akan
meminimalisasikan timbulnya ketegangan antara editor dan penulis. Oleh sebab
itu, diplomasi diperlukan mankala terjadi pertentangan yang menjurus pada debat
kusir; (g) Ability to write atau
mampu menulis. Editor yang baik harus memiliki kemampuan menulis di atas
rata-rata; dan (h) Sense of humor
atau punya selera humor. Editing merupakan pekerjaan yang penuh tekanan, oleh
karena itu editor yang baik harus punya selera humor dan mampu tertawa meski di
bawah banyak tekanan.
4.
Macam-macam Editor
Ada berapa macam penyunting? Menurut
Sugihastuti (2006) karena luasnya cakupan kerja editor, ada berbagai jenis
kualifikasi editor. Secara umum ada yang disebut chief editor, ia
berkedudukan tinggi pada bagian penyuntingan. Ia bertanggung jawab mengontrol,
mengelola, dan mengeluarkan kebijakan strategis yang berkaitan dengan proses
editorial. Selain itu, ada pula managing editor, tugasnya adalah
mengatur semua kegiatan teknis editorial yang dijalankan para editor. Tanggung
jawab editor jenis ini tidak sebesar chief editor. Editor lainnya adalah
senior editor, editor ini bertanggung jawab untuk mengatur rancangan
pengadaan naskah. Dari mana dan karya siapa naskah bisa didapat. Memburu naskah
untuk diterbitkan adalah tugasnya karena tidak semua naskah akan datang sendiri
ke penerbit.
Copy editor adalah staf editor yang
bertanggung jawab memeriksa dan memperbaiki naskah hingga memenuhi tingkat
kelayakan umum dan sesuai dengan gaya khusus/selingkung (house style).
Ada pula editor yang tugasnya membantu menangani masalah-masalah teknis seputar
pernaskahan dan pendukung penyuntingan, seperti administrasi naskah,
penyimpanan naskah, pencarian referensi, perhitungan biaya penyuntingan, dan
sebagainya. Editor macam itu disebut asisstant editor.
Right editor adalah staf editor yang
bertanggung jawab mengurusi masalah-masalah khusus seputar hak cipta (copy
right) dan konvensi-konvensi adminitrasi penerbitan buku seperti KDT
(Katalog Dalam Terbitan) dan ISBN (International Standard Book Number).
Ada juga staf editor yang bertugas memeriksa dan memperbaiki akurasi
bahan-bahan grafis, bukan batang tubuh teks, seperti foto, tabel, dan warna.
Editor ini disebut dengan picture editor. Yang tidak kalah penting
adalah editor bahasa. editor jenis ini adalah orang yang bertanggung
jawab khusus perihal bahasa naskah.
Hampir senada dengan Sugihastuti, Meutia (2004) membagi editor
menjadi akuisisi dan editor produksi. Menurutnya editor akuisisi adalah
orang yang bertugas mencari naskah-naskah yang potensial untuk diterbitkan. Dia
juga mengurusi segala sesuatu yang berkaitan dengan kontrak dan royalti.
Terkadang dia juga bertindak layaknya seorang psikolog, memberikan perhatian
pada hal-hal pribadi sehingga penulis yang sudah terkenal tidak lari ke
penerbit lain dan menyemangati mereka agar terus berkarya.
Editor produksi bertanggung jawab penuh
atas penggarapan sebuah naskah yang sudah dipastikan akan diterbitkan. Selain
urusan pengemasan sampul dan isi, editor produksi juga bertanggung jawab untuk
membuat info produk berkaitan dengan buku tersebut yang akan memudahkan bagian
promosi dan penjualan untuk memasarkan buku tersebut. Dia bertanggung jawab
pula untuk memberikan informasi tentang buku-buku yang akan terbit dan
buku-buku yang sudah out of print. Selain dua editor ini, masih menurut
Meutia, ada juga yang disebut dengan freelance editor alias penyunting
lepas yang menawarkan jasanya pada individu atau penerbit.
Trim (2009) berpendapat bahwa jenis-jenis editor terkait dengan
jenjang karier yang ditapaki seorang editor. Berikut adalah jenjang karier
editor menurutnya: (1) copyeditor;
(2) editor yang terbagi menjadi associate editor, pictorial editor, dan rights
editor; (3) senior editor yang terbagi menjadi acquisition editor dan development
editor; (4) managing editor;
dan (5) chief editor.
5. Menyunting Teks Terjemahan
Di
Indonesia, saat ini dibanjiri dengan buku-buku terjemahan. Setelah
diterjemahkan buku-buku itu harus mengalami proses penyuntingan sebelum dicetak
dan dilempar ke pembaca. Di sinilah seorang penyunting penerjemahan mengambil
peran. Apakah semua editor dapat menjadi penyunting naskah terjemahan?
Jawabannya belum tentu. Dari semua persyaratan untuk menjadi editor yang telah
disebutkan di atas, terutama menurut Eneste (1995), ada dua hal yang mesti
paling dikuasai oleh seorang penyunting teks terjemahan. Eneste (2005)
menyebutkan dua hal itu adalah (a) menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran
dengan baik atau paling tidak memahami BSU secara pasif, yakni dapat membaca
teks; (b) harus siap-sedia kamus dwibahasa maupun ekabahasa. Selain kedua
syarat itu, Eneste menambahkan satu syarat lagi, yaitu (c) mengetahui
prinsip-prinsip dalam penerjemahan. Prinsip-prinsip dalam penerjemahan
menurutnya adalah (1) terjemahan yang baik adalah terjemahan yang tidak terasa
sebagai terjemahan dan (2) dalam menerjemahkan tidak berlaku hukum satu banding
satu atau satu kata dapat diterjemahkan menjadi satu kata pula. Misalnya kata rice dalam bahasa Inggris tidak dapat
diterjemahkan nasi saja, tapi dapat diterjemahkan pula menjadi padi, gabah, dan
beras.
Berbeda dengan menyunting naskah
nonterjemahan, seorang editor teks terjemahan mengalami kesulitan dibandingkan
rekannya yang editor nonterjemahan. Bila mengalami kebingungan akan teks, penyunting
nonterjemahan dapat menghubungi penulis atau pengarang naskah tersebut. Akan
tetapi, ini tidak dapat dilakukan oleh editor terjemahan karena terdapat jarak
yang jauh antara keduanya, penulisnya ada di luar negeri sementara
penyuntingnya ada di Indonesia, dan adanya kendala waktu yang relatif lama
apabila si penyunting benar-benar dapat menghubungi sang penulis. Untuk itu,
dalam menyunting teks terjemahan, menurut Eneste (2005), ada dua cara yang
dapat dilakukan oleh seorang penyunting terjemahan. Yang pertama adalah
menghubungi penerjemah naskah untuk berkonsultasi. Akan tetapi, cara ini jarang
dilaksanakan karena tidak efektif dan efisien. Cara yang dianggap efektif dan
efisien adalah cara kedua, yaitu membandingkan atau mengadakan pengecekan secara
langsung naskah terjemahan dengan buku aslinya. Dengan demikian, penyunting
akan mengetahui dengan cepat apabila ada kesalahan atau ketidaktepatan dalam
penerjemahan.
Berdasarkan pengalaman pribadi
menjadi editor terjemahan selama bertahun-tahun, saya dapat mengatakan bahwa
prosedur atau langkah-langkah menyunting naskah terjemahan mirip dengan
langkah-langkah menerjemahkan ala Nida dan Taber. Langkah-langkah menerjemahkan
menurut Nida dan Taber ada tiga: (1) analisis atau berusaha memahami teks dengan
cara membacanya; (2) transfer atau mulai menerjemahkan meski masih terasa kasar
dan struktur kalimat masih terpengaruh bahasa sumber; dan (3) restrukturisasi
atau memperbaiki terjemahan sesuai dengan struktur yang dapat diterima dalam
bahasa sasaran.
Langkah-langkah mengedit teks
terjemahan pun mengalami proses yang mirip, yakni (i) membaca teks asli dalam
bahasa sumber dan berusaha memahaminya sambil (ii) membuat terjemahan di dalam
benak, kemudian (iii) menyunting hasil terjemahan dengan membandingkannya
dengan teks dalam bahasa sumber. Ketiga langkah ini ditambah langkah terakhir
yaitu (iv) membaca dengan teliti naskah yang telah disunting dari awal hingga
akhir untuk memastikan bahwa tidak ada lagi kesalahan dan kekurangan baik dalam
ketepatan terjemahan, gramatika, maupun ejaan sehingga terjemahan itu tidak
terasa sebagai terjemahan.
Pustaka
Acuan
Eneste,
Pamusuk. 1995. Buku Pintar Penyuntingan Naskah. Jakarta: Obor.
______________.
2005. Buku Pintar Penyuntingan Naskah Edisi Kedua. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Meutia,
Sari. 2004. “Editor” dalam Harian Umum Republika, 7 Maret.
Sugihastuti.
2006. Editor Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Trim, Bambang. 2009. Taktis Menyunting Buku. Bandung:
Maximalis.
1 komentar:
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny
Posting Komentar