just write

just write

MEMAHAMI PERBEDAAN ANTARA LINGUISTIK TEORETIS DAN LINGUISTIK TERAPAN

Rabu, 20 Mei 2015



MEMAHAMI PERBEDAAN ANTARA
LINGUISTIK TEORETIS DAN LINGUISTIK TERAPAN[1]

OLEH
HILMI AKMAL[2]

Pendahuluan
            Makalah ini ditulis berdasarkan adanya realitas yang ada di kalangan orang-orang yang bergelut dalam bidang ilmu bahasa. Dalam pengamatan saya, belum memahami perbedaan antara linguistik teoretis dan linguistik terapan. Makalah ini akan membahas perbedaan antara linguistik teoretis dan linguistik terapan dengan harapan agar kita semua menjadi mafhum akan perbedaan tersebut.


Apa Itu Linguistik?
            Linguistik adalah ilmu yang mengkaji bahasa. Pengertian bahasa menurut Kridalaksana (2005: 3) adalah sistem lambang bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Dari definisi tersebut dapat diuraikan bahwa (1) bahasa adalah sebuah sistem. Maksudnya adalah bahasa itu bukanlah sejumlah unsur yang terkumpul secara tidak beraturan. Seperti halnya sistem-sistem lain unsur-unsur bahasa “diatur” seperti pola-pola yang berulang sehingga kalau hanya salah satu bagian saja tidak tampak, dapatlah “diramalkan” atau “dibayangkan” keseluruhannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bahasa itu sistematis, dapat diuraikan atas satuan-satuan terbatas yang dapat diramalkan, dan juga sistemis, bukan sistem yang tunggal, tetapi terdiri dari beberapa subsistem, yakni subsistem fonologi, subsistem gramatika dan subsistem leksikon; (2) bahasa adalah sistem tanda. Tanda adalah ‘hal atau benda yang mewakili sesuatu, atau hal yang menimbulkan reaksi yang sama bila orang menanggapi’ (dengan cara mendengar, melihat, dan sebagainya) apa yang diwakilinya itu; (3) bahasa adalah sistem bunyi. Pada dasarnya bahasa itu berupa bunyi. Tulisan merupakan turunan belaka dari bunyi bahasa; (4) bahasa digunakan berdasarkan kesepakatan agar orang dapat berkomunikasi dan bekerja sama; (5) bahasa bersifat produktif. Artinya, sebagai sistem dari unsur-unsur yang jumlahnya terbatas bahasa dapat dipakai secara tidak terbatas oleh pemakainya; (6) bahasa bersifat unik. Maksudnya bahasa memiliki sistem yang khas yang tidak harus ada dalam bahasa lain; (7) sebaliknya, ada pula sifat-sifat bahasa yang dipunyai oleh bahasa lain sehingga ada sifat universal, ada pula yang hampir universal; (8) bahasa memiliki variasi-variasi karena bahasa dipakai oleh kelompok manusia untuk berkomunikasi dan bekerja sama dan pemakai bahasa itu banyak ragamnya; (9) bahasa digunakan suatu kelompok sosial untuk mengidentifikasi dirinya, dan (10) bahasa itu memiliki fungsi karena digunakan manusia yang masing-masing memiliki cirinya sendiri-sendiri untuk pelbagai keperluan (Kridalaksana, 2005: 3-6).
            Telah disebutkan di atas bahwa bahasa adalah sistem yang memiliki sub-subsistem, yaitu (a) subsistem fonologi, (b) subsistem gramatika, dan (c) subsistem leksikon. Dalam ketiga subsistem itulah bertemu dunia bunyi dan dunia makna. Karena merupakan sistem tanda berupa bunyi, bahasa membentuk sebuah struktur yang bagannya adalah sebagai berikut (Kridalaksana, 2005 : 6):
                        
                                                      IV                                            I. Dunia Bunyi
                                                                                                      II. Dunia Makna
                                                       A                                            III. Struktur Bahasa:
                            I                     B       III                II                    A. Leksikon
                                                        C                                            B. Gramatika
                                                                                                       C. Fonologi
                                                        IV                                          IV. Pragmatik
                                                Gambar 1. Sistem Bahasa      

            Ilmu yang memelajari tentang bunyi disebut fonetik, sedangkan bunyi bahasa diuaikan dalam fonologi atau fonemik. Ilmu yang mengkaji makna disebut semantik. Leksikon, gramatika, dan fonologi sebagai tiga bagian dari struktur bahasa menyangkut segi makna dan segi bunyi dari bahasa, oleh sebab itu juga menyangkut aspek semantik dan aspek fonetis. Subsistem atau struktur leksikon mencakup perbendaharaan kata. Subsistem gramatika atau tata bahasa terbagi atas morfologi dan sintaksis. Subsistem morfologi mencakup kata, bagian-bagiannya, dan proses pembentukannya. Subsistem sintaksis mencakup satuan-satuan yang lebih besar dari kata, seperti frasa, klausa, kalimat, dan hubungan di antara satuan-satuan itu. Subsistem fonologi mencakup segi-segi bunyi bahasa, baik yang berkaitan dengan cirr-cirinya yang diteliti fonetik), maupun yang bersangkutan dengan fungsinya dalam komunikasi. Dikarenakan bahasa selalu diungkapkan dalam konteks, ada unsur-unsur tertentu yang menyebabkan menyebabkan serasi tidaknya sistem bahasa di dalamnya. Unsur-unsur luar bahasa atau ekstrastruktural itu disebut pragmatik (Kridalaksana, 2005: 7).    
             Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada lima tataran linguistik (linguistics level), yaitu (1) fonetik/fonologi, (2) morfologi, (3) sintaksis, (4) semantik, dan (5) pragmatik.
            Bahasa sudah menarik minat manusia untuk dipelajari semenjak zaman Yunani (kurang lebih abad ke-6 SM). Secara garis besar studi tentang bahasa dapat dibedakan antara (1) tata bahasa tradisional dan (2) linguistik modern. Berikut ini akan diuraikan secara ringkas sejarah linguistik berdasarkan karya Robins (1995) dan tulisan yang saya unduh dari www.kwary.net.

 

Tata Bahasa Tradisional

Dalam tata bahasa tradisional, para filsuf Yunani meneliti apa yang dimaksud dengan bahasa dan apa hakikat bahasa. Para filsuf tersebut sependapat bahwa bahasa adalah sistem tanda. Dikatakan bahwa manusia hidup dalam tanda-tanda yang mencakup segala segi kehidupan manusia, misalnya bangunan, kedokteran, kesehatan, dan geografi. Akan tetapi, mengenai hakikat bahasa–apakah bahasa mirip realitas atau tidak–mereka belum sepakat. Dua filsuf besar yang pemikirannya terus berpengaruh sampai saat ini adalah Plato dan Aristoteles.
Plato berpendapat bahwa bahasa adalah physei atau mirip realitas; sedangkan Aristoteles mempunyai pendapat sebaliknya, yaitu bahwa bahasa adalah thesei atau tidak mirip realitas kecuali onomatope dan lambang bunyi (sound symbolism). Pandangan Plato bahwa bahasa mirip dengan realitas atau non-arbitrer diikuti oleh kaum naturalis; pandangan Aristoteles bahwa bahasa tidak mirip dengan realitas atau arbitrer diikuti oleh kaum konvensionalis. Perbedaan pendapat ini juga merambah ke masalah keteraturan (regular) atau ketidakteraturan (irregular) dalam bahasa. Kelompok penganut pendapat adanya keteraturan bahasa adalah kaum analogis yang pandangannya tidak berbeda dengan kaum naturalis; sedangkan kaum anomalis yang berpendapat adanya ketidakteraturan dalam bahasa mewarisi pandangan kaum konvensionalis. Pandangan kaum anomalis mempengaruhi pengikut aliran Stoik. Kaum Stoik lebih tertarik pada masalah asal mula bahasa secara filosofis. Mereka membedakan adanya empat jenis kelas kata, yakni nomina, verba, konjungsi dan artikel.
Pada awal abad ke-3 SM studi bahasa dikembangkan di kota Alexandria yang merupakan koloni Yunani. Di kota itu dibangun perpustakaan besar yang menjadi pusat penelitian bahasa dan kesusastraan. Para ahli dari kota itu yang disebut kaum Alexandrian meneruskan pekerjaan kaum Stoik, walaupun mereka sebenarnya termasuk kaum analogis. Sebagai kaum analogis mereka mencari keteraturan dalam bahasa dan berhasil membangun pola infleksi bahasa Yunani. Apa yang dewasa ini disebut “tata bahasa tradisional” atau  “tata bahasa Yunani,” sebenarnya itu tidak lain didasarkan pada hasil karya kaum Alexandrian ini.
Salah seorang ahli bahasa bemama Dionysius Thrax (akhir abad ke-2 SM) merupakan orang pertama yang berhasil membuat aturan tata bahasa secara sistematis serta menambahkan kelas kata adverbia, partisipel, pronomina dan preposisi terhadap empat kelas kata yang sudah dibuat oleh kaum Stoik. Di samping itu, sarjana ini juga berhasil mengklasifikasikan kata-kata bahasa Yunani menurut kasus, jender, jumlah, kala, diatesis (voice) dan modus.
Pengaruh tata bahasa Yunani pun sampai ke kerajaan Romawi. Para ahli tata bahasa Latin mengadopsi tata bahasa Yunani dalam meneliti bahasa Latin dan hanya melakukan sedikit modifikasi karena kedua bahasa itu mirip. Tata bahasa Latin dibuat atas dasar model tata bahasa Dionysius Thrax. Dua ahli bahasa lainnya, Donatus (tahun 400 M) dan Priscian (tahun 500 M) juga membuat buku tata bahasa klasik dari bahasa Latin yang berpengaruh sampai ke abad pertengahan.
Selama abad ke-13 hingga ke-15 bahasa Latin memegang peranan penting dalam dunia pendidikan di samping dalam agama Kristen. Pada masa itu gramatika tidak lain adalah teori tentang kelas kata. Pada masa Renaisans bahasa Latin menjadi sarana untuk memahami kesusastraan dan mengarang. Tahun 1513 Erasmus mengarang tata bahasa Latin berdasarkan tata bahasa yang disusun oleh Donatus.
Minat meneliti bahasa-bahasa di Eropa sebenarnya sudah dimulai sebelum zaman Renaisans, antara lain dengan ditulisnya tata bahasa Irlandia (abad 7 M), tata bahasa Eslandia (abad 12), dan sebagainya. Pada masa itu bahasa menjadi sarana dalam kesusastraan dan bila menjadi objek penelitian di universitas tetap dalam kerangka tradisional. Tata bahasa dianggap sebagai seni berbicara (retorika) dan menulis dengan benar. Tugas utama tata bahasa adalah memberi petunjuk tentang pemakaian “bahasa yang baik,” yaitu bahasa kaum terpelajar. Petunjuk pemakaian “bahasa yang baik” ini adalah untuk menghindarkan terjadinya pemakaian unsur-unsur yang dapat “merusak” bahasa seperti kata serapan, ragam percakapan, dan sebagainya.
Tradisi tata bahasa Yunani-Latin berpengaruh ke bahasa-bahasa Eropa lainnya. Tata bahasa Dionysius Thrax pada abad ke-5 diterjemahkan ke dalam bahasa Armenia, kemudian ke dalam bahasa Siria. Selanjutnya para ahli tata bahasa Arab menyerap tata bahasa Siria.
Selain di Eropa dan Asia Barat, penelitian bahasa di Asia Selatan yang perlu diketahui adalah di India dengan ahli gramatikanya yang bernama Panini (abad ke-4 SM). Tata bahasa Sanskrit yang disusun ahli ini memiliki kelebihan di bidang fonetik. Keunggulan ini antara lain karena adanya keharusan untuk melafalkan dengan benar dan tepat doa dan nyanyian dalam kitab suci Weda.
Sampai menjelang zaman Renaisans, bahasa yang diteliti adalah bahasa Yunani, dan Latin. Bahasa Latin mempunyai peran penting pada masa itu karena digunakan sebagai sarana dalam dunia pendidikan, administrasi dan diplomasi internasional di Eropa Barat. Pada zaman Renaisans penelitian bahasa mulai berkembang ke bahasa-bahasa Roman (bahasa Prancis, Spanyol, dan Italia) yang dianggap berindukkan bahasa Latin, juga kepada bahasa-bahasa yang non-Roman seperti bahasa Inggris, Jerman, Belanda, Swedia, dan Denmark.

Linguistik Modern

Linguistik modern terbagi menjadi dua, yaitu linguistik abad ke-19 dan linguistik abad ke-20.

Linguistik Abad ke-19
Pada abad ke-19 bahasa Latin sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam pemerintahan atau pendidikan. Objek penelitian adalah bahasa-bahasa yang dianggap mempunyai hubungan kekerabatan atau berasal dari satu induk bahasa. Bahasa-bahasa dikelompokkan ke dalam keluarga bahasa atas dasar kemiripan fonologis dan morfologis. Dengan demikian, dapat diperkirakan apakah bahasa-bahasa tertentu berasal dari bahasa moyang yang sama atau berasal dari protobahasa (protolanguage) yang sama sehingga secara genetis terdapat hubungan kekerabatan di antaranya. Bahasa-bahasa Roman, misalnya secara genetis dapat ditelusuri berasal dari bahasa Latin yang menurunkan bahasa Perancis, Spanyol, dan Italia.
Untuk mengetahui hubungan genetis di antara bahasa-bahasa dilakukan metode komparatif. Antara tahun 1820-1870 para ahli linguistik berhasil membangun hubungan sistematis di antara bahasa-bahasa Roman berdasarkan struktur fonologis dan morfologisnya. Pada tahun 1870 itu para ahli bahasa dari kelompok Junggramatiker atau Neogrammarian berhasil menemukan cara untuk mengetahui hubungan kekerabatan antarbahasa berdasarkan metode komparatif.
Beberapa rumpun bahasa yang berhasil direkonstruksikan sampai dewasa ini antara lain :
1.      Rumpun Indo-Eropa: bahasa Jerman, Indo-Iran, Armenia, Baltik, Slavis, Roman, Keltik, Gaulis.
2.      Rumpun Semito-Hamit: bahasa Arab, Ibrani, Etiopia.
3.      Rumpun Chari-Nil; bahasa Bantu, Khoisan.
4.      Rumpun Dravida: bahasa Telugu, Tamil, Kanari, Malayalam.
5.      Rumpun Austronesia atau Melayu-Polinesia: bahasa Melayu, Melanesia, Polinesia.
6.      Rumpun Austro-Asiatik: bahasa Mon-Khmer, Palaung, Munda, Annam.
7.      Rumpun Finno-Ugris: bahasa Ungar (Magyar), Samoyid.
8.      Rumpun Altai: bahasa Turki, Mongol, Manchu, Jepang, Korea.
9.      Rumpun Paleo-Asiatis: bahasa-bahasa di Siberia.
10.  Rumpun Sino-Tibet: bahasa Cina, Thai, Tibeto-Burma.
11.  Rumpun Kaukasus: bahasa Kaukasus Utara, Kaukasus Selatan.
12.  Bahasa-bahasa Indian: bahasa Eskimo, Maya Sioux, Hokan
13.  Bahasa-bahasa lain seperti bahasa di Papua, Australia dan Kadai.
Adapun ciri-ciri linguistik abad ke-19 adalah sebagai berikut:
1)          Penelitian bahasa dilakukan terhadap bahasa-bahasa di Eropa, baik bahasa-bahasa Roman maupun non-Roman.
2)          Bidang utama penelitian adalah linguistik historis komparatif. Yang diteliti adalah hubungan kekerabatan dari bahasa-bahasa di Eropa untuk mengetahui bahasa-bahasa mana yang berasal dari induk yang sama. Dalam metode komparatif itu diteliti perubahan bunyi kata-kata dari bahasa yang dianggap sebagai induk kepada bahasa yang dianggap sebagai keturunannya. Misalnya perubahan bunyi apa yang terjadi dari kata barang, yang dalam bahasa Latin berbunyi causa menjadi chose dalam bahasa Perancis, dan cosa dalam bahasa Italia dan Spanyol.
3)          Pendekatan bersifat atomistis. Unsur bahasa yang diteliti tidak dihubungkan dengan unsur lainnya, misalnya penelitian tentang kata tidak dihubungkan dengan frase atau kalimat.

 

Linguistik Abad ke-20

Pada abad ke-20 penelitian bahasa tidak ditujukan kepada bahasa-bahasa Eropa saja, tetapi juga kepada bahasa-bahasa yang ada di dunia seperti di Amerika (bahasa-bahasa Indian), Afrika (bahasa-bahasa Afrika) dan Asia (bahasa-bahasa Papua dan banyak bahasa di negara-negara di Asia). Ciri-ciri dari linguistik abad ke-20 adalah:
1)      Penelitian meluas ke bahasa-bahasa di Amerika, Afrika, dan Asia.
2)      Pendekatan dalam meneliti bersifat strukturalistis, pada akhir abad 20 penelitian yang bersifat fungsionalis juga cukup menonjol.
3)      Tata bahasa merupakan bagian ilmu dengan pembidangan yang semakin rumit. Secara garis besar dapat dibedakan atas mikrolinguistik, makrolinguistik, dan sejarah linguistik.
4)      Penelitian teoretis sangat berkembang.
5)      Otonomi ilmiah makin menonjol, tetapi penelitian antardisiplin juga berkembang.
6)      Prinsip dalam meneliti adalah deskripsi dan sinkronis

Keberhasilan kaum Junggramatiker merekonstruksi protobahasa-protobahasa di Eropa mempengaruhi pemikiran para ahli linguistik abad ke-20, antara lain Ferdinand de Saussure. Sarjana ini tidak hanya dikenal sebagai bapak linguistik modern, melainkan juga seorang tokoh gerakan strukturalisme. Dalam strukturalisme bahasa dianggap sebagai sistem yang berkaitan (system of relation). Elemen-elemennya seperti kata, bunyi saling berkaitan dan bergantung dalam membentuk sistem tersebut. Beberapa ini adalah pokok pemikiran Saussure:
(1)   Bahasa lisan lebih utama dari pada bahasa tulis. Tulisan hanya merupakan sarana yang mewakili ujaran.
(2)   Linguistik bersifat deskriptif, bukan preskriptif seperti pada tata bahasa tradisional. Para ahli linguistik bertugas mendeskripsikan bagaimana orang berbicara dan menulis dalam bahasanya, bukan memberi keputusan bagaimana seseorang seharusnya berbicara.
(3)   Penelitian bersifat sinkronis bukan diakronis seperti pada linguistik abad ke-19. Walaupun bahasa berkembang dan berubah, penelitian dilakukan pada kurun waktu tertentu.
(4)   Bahasa merupakan suatu sistem tanda yang bersisi dua, terdiri dari signifiant (penanda) dan signifie (petanda). Keduanya merupakan wujud yang tak terpisahkan, bila salah satu berubah, yang lain juga berubah.
(5)   Bahasa formal maupun nonformal menjadi objek penelitian.
(6)   Bahasa merupakan sebuah sistem relasi dan mempunyai struktur.
(7)   Dibedakan antara bahasa sebagai sistem yang terdapat dalam akal budi pemakai bahasa dari suatu kelompok sosial (langue) dengan bahasa sebagai manifestasi setiap penuturnya (parole).
(8)   Dibedakan antara hubungan asosiatif dan sintagmatis dalam bahasa. Hubungan asosiatif atau paradigmatis ialah hubungan antarsatuan bahasa dengan satuan lain karena ada kesamaan bentuk atau makna. Hubungan sintagmatis ialah hubungan antarsatuan pembentuk sintagma dengan mempertentangkan suatu satuan dengan satuan lain yang mengikuti atau mendahului.
Gerakan strukturalisme dari Eropa ini berpengaruh sampai ke benua Amerika. Studi bahasa di Amerika pada abad ke-19 dipengaruhi oleh hasil kerja akademis para ahli Eropa dengan nama deskriptivisme. Para ahli linguistik Amerika mempelajari bahasa-bahasa suku Indian secara deskriptif dengan cara menguraikan struktur bahasa. Orang Amerika banyak yang menaruh perhatian pada masalah bahasa. Thomas Jefferson, presiden Amerika yang ketiga (1801-1809), menganjurkan agar supaya para ahli linguistik Amerika mulai meneliti bahasa-bahasa orang Indian. Seorang ahli linguistik Amerika bemama William Dwight Whitney (1827-1894) menulis sejumlah buku mengenai bahasa, antara lain Language and the Study of Language (1867).
Tokoh linguistik lain yang juga ahli antropologi adalah Franz Boas (1858-1942). Sarjana ini mendapat pendidikan di Jerman, tetapi menghabiskan waktu mengajar di negaranya sendiri. Karyanya berupa buku Handbook of American Indian languages (1911-1922) ditulis bersama sejumlah koleganya. Di dalam buku tersebut terdapat uraian tentang fonetik, kategori makna dan proses gramatikal yang digunakan untuk mengungkapkan makna. Pada tahun 1917 diterbitkan jurnal ilmiah berjudul International Journal of American Linguistics.
Pengikut Boas yang berpendidikan Amerika, Edward Sapir (1884-1939), juga seorang ahli antropologi dinilai menghasilkan karya-karya yang sangat cemerlang di bidang fonologi. Bukunya, Language (1921) sebagian besar mengenai tipologi bahasa. Sumbangan Sapir yang patut dicatat adalah mengenai klasifikasi bahasa-bahasa Indian.
Pemikiran Sapir berpengaruh pada pengikutnya, Leonard Bloomfield (1887-1949), yang melalui kuliah dan karyanya mendominasi dunia linguistik sampai akhir hayatnya. Pada tahun 1914 Bloomfield menulis buku An Introduction to Linguistic Science. Artikelnya juga banyak diterbitkan dalam jurnal Language yang didirikan oleh Linguistic Society of America tahun 1924. Pada tahun 1933 sarjana ini menerbitkankan buku Language yang mengungkapkan pandangan behaviorismenya tentang fakta bahasa, yakni stimulus-response atau rangsangan-tanggapan. Teori ini dimanfaatkan oleh Skinner (1957) dari Universitas Harvard dalam pengajaran bahasa melalui teknik drill.
Dalam bukunya Language, Bloomfield mempunyai pendapat yang bertentangan dengan Sapir. Sapir berpendapat fonem sebagai satuan psikologis, tetapi Bloomfield berpendapat fonem merupakan satuan behavioral. Bloomfield dan pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur bahasa yang diteliti karena itu mereka disebut kaum strukturalisme dan pandangannya disebut strukturalis.
Bloomfield beserta pengikutnya menguasai percaturan linguistik selama lebih dari 20 tahun. Selama kurun waktu itu kaum Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa deskriptif dari bahasa-bahasa yang belum memiliki aksara. Kaum Bloomfieldian telah berjasa meletakkan dasar-dasar bagi penelitian linguistik di masa setelah itu.
Bloomfield berpendapat fonologi, morfologi, dan sintaksis merupakan bidang mandiri dan tidak berhubungan. Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai sistem hubungan adalah tata bahasa stratifikasi yang dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalah tata bahasa tagmemik yang dipelopori oleh K. Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi oleh sebuah elemen. Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan yang disebut padatagmem.
            Murid Sapir lainnya, Zellig Harris, mengaplikasikan metode strukturalis ke dalam analisis segmen bahasa. Sarjana ini mencoba menghubungkan struktur morfologis, sintaktis, dan wacana dengan cara yang sama dengan yang dilakukan terhadap analisis fonologis. Prosedur penelitiannya dipaparkan dalam bukunya Methods in Structural Linguistics (1951).
            Ahli linguistik yang cukup produktif dalam membuat buku adalah Noam Chomsky. Sarjana inilah yang mencetuskan teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures (1957), yang kemudian disebut classical theory. Dalam perkembangan selanjutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja yang dicetuskannya melalui Aspects of the Theory of Syntax (1965) disebut standard theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative syntax). Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori extended standard theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative semantics; tahun 1980 government and binding theory; dan tahun 1993 Minimalist program.
Perbedaan antara Lingustik Teoretis dan Linguistik Terapan
            Menurut Kridalaksana (1997: 11), pada dasarnya linguistik mempunyai 2 bidang besar, yakni (1) Mikrolinguistik dan (2) Makrolinguistik. Mikrolinguistik adalah bidang linguistik yang memelajari bahasa dari dalamnya, atau dengan kata lain memelajari struktur bahasa itu sendiri. Makrolinguistik ialah bidang linguistik yang mengkaji bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, termasuk di dalamnya bidang interdisiplin dan bidang terapan.
            Dari sudut tujuan, masih menurut penyusun Kamus Linguistik itu, linguistik dapat dibagi menjadi :
(a)    Linguistik teoretis
(b)   Linguistik terapan
Linguistik teoretis adalah bidang penelitian bahasa untuk mendapatkan kaidah-kaidah yang berlaku dalam bahasa, sedangkan  linguistik terapan adalah penelitian atau bidang yang tujuannya adalah untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Linguistik teoretis dapat bersifat umum maupun khusus. Linguistik teoretis umum (atau disebut juga linguistik umum) berupaya memahami ciri-ciri umum dalam berbagai bahasa, sementara linguistik teoretis khusus berusaha menyelidiki ciri-ciri khusus dalam bahasa tertentu saja.
   Selain bidang-bidang yang telah disebutkan di atas, ada pula penyelidikan bahasa yan sifatnya interdisipliner, yakni bidang penelitian bahasa yang bahannya maupun pendekatannya menggunakan dan dipergunakan oleh ilmu lain.
Di luar kedua bidang itu, ada pula sejarah linguistik, yaitu cabang ilmu yang menyelidiki perkembangan seluk-beluk ilmu linguistik dari masa ke masa. Sejarah linguistik sudah saya singgung di bagian Linguistik di atas. Pembidangan linguistik itu dapat digambarkan sebagai berikut (Kridalaksana, 1997: 12):


  

       Gambar tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut (Kridalaksana, 1997: 13):

Teori linguistik adalah cabang yang memusatkan perhatian pada teori umum dan metode-metode umum dalam penyelidikan bahasa.      
Linguistik deskriptif atau yang dikenal juga sebagai linguistik sinkronis adalah yang menyelidiki sistem bahasa pada waktu tertentu saja tanpa memerhatikan perkembangannya dari waktu ke waktu. Misalnya, bahasa Indonesia dewasa ini atau bahasa Inggris zaman Shakespeare.
Linguistik historis komparatif  atau linguistik diakronis merupakan bidang linguistik yang menyelidiki perkembangan bahasa dari satu masa ke masa lain, serta menyelidiki perbandingan satu bahasa dengan bahasa lain.

Bidang-bidang interdisipliner
Fonetik: ilmu yang menyelidiki bunyi; ilmu interdisipliner linguistik dengan fisika, anatomi, dan psikologi. Dalam linguistik bidang ini dianggap amat penting karena menyangkut bunyi bahasa.
Stilistika: ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam bentuk-bentuk sastra; ilmu interdisipliner linguistik dan ilmu susastra. 
Filsafat bahasa: ilmu yang menyelidiki kodrat dan kedudukan bahasa sebagai kegiatan manusia serta dasar-dasar konseptual dan teoretis linguistik; ilmu interdisipiner antara linguistik dan filsafat.
Psikolinguistik: ilmu yang memelajari hubungan antara bahasa dengan perilaku dan akal budi manusia; ilmu interdisipliner linguistik dan psikologi.
Sosiolinguistik: ilmu yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat; ilmu interdisipliner linguistik dengan sosiologi.
Etnolinguistik: ilmu yang menyelidiki hubungan bahasa dan masyarakat pedesaan atau masayarakat yang belum mempunyai tulisan. Bidang ini disebut juga linguistik antropologi.
Filologi: ilmu yang memelajari bahasa bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa yang tercantum dalam bahan-bahan tertulis.
Semiotika: ilmu yang memelajari lambang-lambang dan tanda-tanda.
Epigrafi: ilmu yang memelajari tulisan kuno pada prasasti-prasasti.

Linguistik Terapan
Pengajaran bahasa mencakup metode-metode pengajaran bahasa, bahan pelajaran bahasa, cara-cara mengajar bahasa.
Penerjemahan mencakup metode dan teknik pengalihan amanat dari satu bahasa (bahasa sumber) ke bahasa lain (bahasa sasaran).
Leksikografi mencakup metode dan teknik penyusunan kamus.
Fonetik terapan mencakup metode dan teknik pengucapan bunyi-bunyi dengan tepat, misalnya untuk melatih orang yang gagap, untuk melatih pemain drama, dan sebagainya.
Sosiolinguistik terapan mencakup pemanfaatan wawasan-wawasan sosiolinguistik untuk keperluan yang praktis, misalnya perencanaan bahasa, pembinaan bahasa, pemberantasan buta huruf, dan lain-lain.
Pembinaan bahasa internasional mencakup usaha untuk menciptakan komunikasi dan saling pengertian internasional dengan menyusun bahasa buatan Esperanto[3] dan Basic English.[4] 
Pembinaan bahasa khusus mencakup penyusunan peristilahan dan gaya bahasa alam bidang-bidang khusus, misalnya dalam kalangan militer, dalam dunia penerbangan, dalam dunia pelayaran, dan lain-lain.
Linguistik medis mencakup cacat bahasa dan sebagainya (disebut juga patologi bahasa).
Grafologi adalah ilmu tentang tulisan.
Mekanolinguistik mencakup penggunaan linguistik dalam ilmu komputer dan usaha untuk membuat mesin penerjemahan. Selain itu, ia adalah usaha memanfaatkan komputer dalam penyelidikan bahasa, misalnya dalam menyusun konkodans teks-teks, dalam penghitungan frekuensi kata-kata (untuk perkamusan dan untuk pengajaran bahasa). Bidang ini juga dikenal sebagai linguistik komputasional.
            Dari bagan dan penjelasan yang diberikan oleh Kridalaksana, sudah terlihat amat jelas bahwa linuistik teoretis dan linguistik terapan amatlah berbeda. Berikut ini, agar lebih jelas lagi, saya akan uraikan tentang linguistik terapan. Linguistik terapan berpadanan dengan applied linguistics dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Jerman ia disebut angewandte Sprachwissenschaft dan linguistique applique dalam bahasa Perancis. Beberapa orang memberikan batasan tentang linguistik terapan, antara lain Wals yang mengatakan bahwa “applied linguistics refers to the use by language teacher of the findings of linguist (linguistik terapan mengacu pada penggunaan oleh guru bahasa dari temuan ahli bahasa).” Dari definisi Wals ini dapat dibedakan antara guru bahasa (language teachers) dan ahli bahasa (linguists). Ahli bahasa adalah orang-orang yang menghasilkan perian dan teori bahasa, sedangkan guru bahasa menghasilkan temuan itu dalam proses belajar mengajar yang dilakukannya. Selanjutnya Corder menyatakan bahwa “applied linguistics is utilization of the knowledge about the nature of language achieved by linguistic research for the improvement of efficiency of some practical task in which language is a central component (linguistik terapan adalah pemanfaatan pengetahuan tentan hakekat bahasa yang dihasilkan oleh peneliti bahasa yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi tugas-tugas praktis yang mengunakan bahasa sebagai komponen inti).” Corder pun menjelaskan bahwa “the application of linguistic knowledge to some object or applied linguistics, as its name implies is an activity. It is not a theoretical study. It makes use of the findings of theoretical studies. The applied linguist is a consumer or user, not a producer of theories (penerapan pengetahuan linguistik di dalam linguistik terapan adalah, sesuai namanya, adalah sebuah aktivitas. Ia bukanlah kajian teroretis, tapi penerapan temuan dalam studi teoretis. Orang yang bergerak dalam bidang linguistik terapan adalah pengguna teori dan bukan penghasil teori [bahasa]).” (Pateda, 1991: 23-24).  

Simpulan
            Berdasarkan apa yang telah saya uraikan, dapatlah ditarik simpulan sebagai berikut:
  1. Linguistik teoretis adalah linguistik yang mengkaji bahasa, baik secara sinkronis maupun diakronis, untuk menghasilkan teori bahasa.
  2. Linguistik terapan bukanlah teori, tapi penerapan teori, dalam hal ini teori linguistik.
  3. Mereka yang bergerak di bidang linguistik terapan bukanlah ahli bahasa atau linguis, tapi pemakai teori linguistik yang dihasilkan oleh ahli bahasa.

Penutup  
               Semoga makalah saya ini dapat membuka dan menambah wawasan linguistik Anda. Anda pun menjadi paham akan perbedaan antara linguistik teoretis dan linguistik terapan. Semoga pula dengan membaca makalah ini, orang-orang yang bergerak di bidang linguistik terapan tapi tersesat di bidang linguistik teoretis menjadi sadar dan kembali ke rumpun ilmunya yang benar. Ingat, seekor kucing tetaplah seekor kucing meski ia ditempatkan di kandang harimau dan merasa dirinya harimau. 

Pustaka Acuan
Kridalaksana, Harimurti, 1997. “Pendahuluan” dalam Djoko Kentjono (peny.).
Dasar-dasar Linguistik Umum. Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
____________________, 2005. “Bahasa dan Linguistik” dalam Kushartanti, Untung
Yuwono, dan Multamia RMT Lauder (peny.). Pesona Bahasa Langkah Awal
Memahami Linguistik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Kwary, Denny Arnos, “Gambaran Umum Ilmu Bahasa.” Diunduh dari www.kwary.net
            pada Februari 2009.
Pateda, Mansoer, 1991. Linguistik Terapan. Ende: Nusa Indah.
Robins, R. H. Sejarah Singkat Linguistik. Bandung: Penerbit ITB.




[1] Disampaikan pada acara diskusi dan peluncuran Linguitics Club, Selasa 2 Juni 2009 di Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
[2] Dosen Bahasa dan Sastra Inggris FAH UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Penerjemah dan Penyunting Buku Profesional, sekaligus Koordinator Bidang Pengkajian dan Pelatihan Liguistics Club 
[3] Eseperanto adalah bahasa buatan yang diperkenalkan oleh L. L. Zamenhof pada tahun 1887 sebagai bahasa buatan yang netral untuk orang-orang yang bahasa ibunya berbeda. Bahasa itu menggabungkan unsur-unsur dari berbagai bahasa Eropa, tapi dengan sebuah struktur morfologi yang dirancang agar jelas dan teratur. 
[4] Basic English adalah bahasa buatan yang diciptakan oleh C. K. Ogden pada tahun 1930-an yang mengurangi kosakata bahasa Inggris dengan maksud untuk digunakan secara internasional.

1 komentar:

cici mengatakan...

Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny

Posting Komentar