Menuangkan Gagasan dengan Logis
Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah
dalam Bentuk Esai dan Makalah[1]
Oleh Hilmi Akmal[2]
1.
Pendahuluan
Setelah
lebih banyak menggunakan otak kanan Anda dalam menulis, karena yang ditulis
adalah jenis penulisan kreatif (creative writing),
kini saatnya untuk mulai lebih banyak memakai atau memaksimalkan otak kiri
Anda. Mengapa? Karena pembahasan kita dalam mata kuliah Writing III ini mulai
masuk ke bagian penulisan ilmiah atau academic
writing.
Berbeda
dengan penulisan kreatif, penulisan ilmiah tidak menghadirkan fiksi atau
khayalan, tapi menyodorkan fakta yang dibangun dengan gagasan yang masuk akal
atau logis. Gagasan yang kita kemukakan mesti didukung oleh data yang bersifat
faktual dan, mau tidak mau, meminjam pemikiran orang lain demi menyokong
gagasan yang hendak kita utarakan pada orang lain. Dengan kata lain, kita harus
mengutip dari sumber-sumber lain, baik berupa tulisan, buku, kamus, maupun
ensiklopedia. Memilah sumber-sumber ini pun tidak dapat dilakukan serampangan.
Kita harus yakin bahwa sumber yang kita pilih sesuai dan mendukung gagasan yang
hendak kita sampaikan. Kita pun harus meyakini bahwa sumber yang akan kita
rujuk memiliki realibilitas sebagai sumber rujukan.
Dalam
hal mengutip pun tidak dapat dilakukan secara sembrono. “Penyakit” yang hinggap
di kalangan insan akademis, baik mahasiswa maupun dosen, adalah sikap pragmatis
dalam menulis. Mereka enggan mengemukakan pikirannya dalam kata-kata mereka
sendiri. Bahkan, mereka enggan berpikir dengan pikirannya sendiri. Mereka lebih
suka melakukan salin-tempel atau yang lebih populer disebut copy-paste atau blending-nya adalah copas.
Melakukan copas adalah kejahatan tak
tepermanai dalam dunia akademik. Sesuatu yang sangat haram untuk dilakukan.
Kegiatan ini disebut dengan plagiat (plagiarism).
Akibatnya, bila ketahuan, sangatlah fatal. Seseorang dapat dicabut gelar maupun
pangkat akademisnya. Pangkat guru besar, pangkat tertinggi seorang dosen dan
sebutannya adalah profesor, dapat dibatalkan jikalau yang bersangkutan ketahuan
melakukan kejahatan plagiarisme. Jadi, menyusun tulisan ilmiah bukanlah pekerjaan
yang dapat dilakukan secara gabas atau ceroboh. Ada langkah-langkah yang harus
dilaksanakan secara sistematis, ada pakem-pakem yang harus dikuti, dan ada
aturan-aturan yang harus ditaati.
Tulisan
ini akan mengulas apa itu penulisan ilmiah, apa saja yang tergolong dalam
penulisan ilmiah, bagaimana menulis esai dan makalah, bagaimana cara mengutip,
dan bagaimana menghindari jebakan plagiasi.
2.
Apa itu Penulisan Ilmiah?
Menurut Jones (1960),
seperti disitir oleh Brotowidjoyo (1993:
3), karangan[3] [sic] ilmu pengetahuan itu terbagi
menjadi dua, yakni tulisan yang bersifat ilmiah dan yang bersifat non-ilmiah.
Penggolongan ini didasarkan pada sifat fakta yang disajikan dan tergantung pada
cara penulisannya.
Berdasarkan sifat
faktanya, tulisan ilmiah menyajikan fakta umum, sedangkan tulisan non-ilmiah
menyajikan fakta pribadi. Fakta umum ialah fakta yang dapat dibuktikan benar
tidaknya. Fakta pribadi adalah fakta yang ada pada diri seseorang atau yang ada
di dalam batin seseorang, sifatnya subjektif, berupa sesuatu yang dipikirkan
(Brotowidjoyo, 1993: 3-6).
Berdasarkan cara
penulisannya, sebuah tulisan dapat disebut sebagai tulisan ilmiah apabila
ditulis dengan metodologi penulisan yang baik dan benar. Sebaliknya, jika tidak
disusun dengan metodologi penulisan yang baik yang benar, disebut sebagai
penulisan yang tidak ilmiah.
3.
Ciri-ciri Tulisan Ilmiah dan Tidak
Ilmiah
Ciri-ciri tulisan
ilmiah menurut Brotowidjoyo (1993: 15-16) adalah (a) menyajikan fakta objektif
secara sistematis, (b) penulisnya cermat, tepat, dan benar, (c) tidak mengejar
keuntungan pribadi, dalam artian tidak berambisi agar pembaca berpihak padanya.
Motivasinya hanya memberitahukan sesuatu, (d) sistematis, tiap langkah
direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural, (e) tidak emotif,
tidak menonjolkan perasaan, (f) tidak memuat pandangan tanpa pendukung, (g)
ditulis secara tulus dan hanya memuat kebenaran, (h) tidak argumentatif.
Tulisan ilmiah itu mungkin mencapai kesimpulan, tetapi penulisnya membiarkan
fakta yang berbicara sendiri, (i) tidak bersifat persuasif karena tujuan
tulisan ilmiah itu mendorong pembaca untuk mengubah pendapat, tetapi tidak
melalui ajakan, sanggahan, dan protes, tetapi membiarkan fakta berbicara
sendiri, dan (j) tidak melebih-lebihkan sesuatu.
Sebaliknya, masih dari
penulis yang sama (1993: 6-17), ciri-ciri tulisan tidak ilmiah yaitu: (a)
menyajikan fakta pribadi yang sifatnya subjektif, (b) memberikan usulan-usulan
yang berupa terkaan-terkaan dan mengharapkan efek yang diinginkan penulis, (c)
terkadang kata-katanya sulit untuk diidentifikasi dan alasan-alasan yang dikemukakan
mendorong atau mengajak pembaca untuk menarik kesimpulan seperti yang dihendaki
penulis, (d) pandangan penulis tidak didukung oleh fakta yang umum dan
memancing pertanyaan yang bernada keraguan, (e) topiknya dapat bervariasi,
tetapi semua informasi diperoleh dari apa yang dipikirkan seseorang, (f)
umumnya berisi usulan-usulan yang bersifat argumentatif, (g) bersifat persuasif,
berisi keyakinan penulis yang mendorong pembaca melalui ajakan, padahal
keyakinan itu sendiri tidak ilmiah, dan (h) karena bermotif mementingkan diri
sendiri, penulis lebih sering melebih-lebihkan sesuatu.
4.
Bentuk-bentuk Tulisan Ilmiah
Tulisan atau karya
ilmiah biasanya disajikan dalam bentuk makalah, skripsi, tesis, disertasi. Makalah
adalah karya tulis pelajar atau mahasiswa sebagai
laporan hasil pelaksanaan tugas sekolah atau perguruan tinggi. Skripsi adalah karangan [sic] ilmiah yang
wajib ditulis oleh mahasiswa sebagai bagian dari persyaratan akhir pendidikan akademisnya. Tesis adalah karangan [sic]
ilmiah yang ditulis
untuk mendapatkan gelar kesarjanaan pada suatu
universitas atau perguruan
tinggi. Disertasi adalah karangan [sic]
ilmiah yang ditulis untuk memperoleh gelar doktor (http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/, diunduh pada 5 Mei 2014).
Makalah ditulis oleh
mahasiswa saat dirinya masih aktif sebagai mahasiswa mulai dari tingkat
diploma, sarjana, hingga pascasarjana. Skripsi ditulis oleh mahasiswa tingkat
sarjana (S1) yang akan menyelesaikan studinya, tesis ditulis oleh mahasiswa
tingkat magister (S2), sedangkan disertasi ditulis oleh mahasiswa tingkat
doktoral (S3) sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar akademis
doktor. Pada prinsipnya semuanya sama, yakni karya tulis ilmiah mahasiswa.
Perbedaannya terletak dalam kadar dan bobot masalah yang dikajinya dan
metodologi yang digunakannya (Sudjana, 1991: 5).
Akan tetapi, di
manakah letak perbedaan antara skripsi, tesis, dan disertasi itu? Untuk
menjawabnya penulis mengutip tulisan Urip Santoso di dalam blog-nya yang berjudul bertajuk “Perbedaan Skripsi, Tesis, dan
Disertasi Secara Sederhana.” Di dalam tulisannya itu Santoso menyatakan, “Secara
sederhana, skripsi itu menjawab apa, tesis menjawab apa dan mengapa, Dan
disertasi itu menjawab apa, mengapa dan bagaimana. Contoh tentang penelitian
daun katuk dalam menurunkan kolesterol telur. Skripsi hanya menjawab pertanyaan
apakah daun katuk menurunkan kolesterol telur? Tesis itu menjawab dua
pertanyaan, yaitu a) apakah daun katuk menurunkan kolesterol telur dan; b)
mengapa daun katuk menurunkan kolesterol. Disertasi menjawab 3 pertanyaan,
yaitu: a) apakah daun katuk menurunkan kolesterol telur?; b) mengapa daun katuk
menurunkan kolesterol telur? Dan; c) bagaimana cara (mekanisme) daun katuk
menurunkan kolesterol telur?” (http://uripsantoso.wordpress.com/2012/04/12/perbedaan-skripsi-tesis-dan-disertasi-secara-sederhana/, diunduh pada 5 Mei 2014).
Untuk lebih jelasnya
lagi, perbedaan itu dapat dilihat di tabel berikut yang juga penulis ambil dari
blog yang sama:
Tabel 1.
Perbedaan Umum antara Skripsi, Tesis dan Disertasi
No
|
Aspek
|
Skripsi
|
Tesis
|
Disertasi
|
1
|
Jenjang
|
S1
|
S2
|
S3 (tertinggi)
|
2
|
Permasalahan
|
Dapat diangkat dari pengalaman
empirik, tidak mendalam
|
Diangkat dari pengalaman empirik,
dan teoritik, bersifat mendalam
|
Diangkat dari kajian teoritik yang
didukung fakta empirik, bersifat sangat mendalam
|
3
|
Kemandirian
penulis
|
60% peran penulis, 40% pembimbing
|
80% peran penulis, 20% pembimbing
|
90% peran penulis, 10% pembimbing
|
4
|
Bobot
Ilmiah
|
Rendah – sedang
|
Sedang – tinggi. Pendalaman
/ pengembangan terhadap teori dan penelitian yang ada
|
Tinggi, Tertinggi dibidang
akademik. Diwajibkan mencari terobosan dan teori baru dalam
bidang ilmu pengetahuan
|
5
|
Pemaparan
|
Dominan deskriptif
|
Deskriptif dan Analitis
|
Dominan analitis
|
6
|
Model
Analisis
|
Rendah – sedang
|
Sedang – tinggi
|
Tinggi
|
7
|
Jumlah
rumusan masalah
|
Sekitar 1-2
|
Minimal 3
|
Lebih dari 3
|
8
|
Metode /
Uji statistik
|
Biasanya memakai uji
Kualitatif / Uji deskriptif, Uji statistik parametrik (uji 1 pihak, 2 pihak),
atau Statistik non parametrik (test binomial, Chi kuadrat, run test), uji
hipotesis komparatif, uji hipotesis asosiatif, Korelasi, Regresi, Uji beda,
Uji Chi Square, dll
|
Biasanya memakai uji
Kualitatif lanjut / regresi ganda, atau korelasi ganda,
mulitivariate, multivariate lanjutan (regresi dummy, data panel, persamaan
simultan, regresi logistic, Log linier analisis, ekonometrika static
& dinamik, time series ekonometrik) Path analysis, SEM
|
Sama dengan tesis dengan metode
lebih kompleks, berbobot yang bertujuan mencari terobosan dan teori baru
dalam bidang ilmu pengetahuan
|
9
|
Jenjang
Pembimbing/ Penguji
|
Minimal Magister
|
Minimal Doktor dan Magister yang
berpengalaman
|
Minimal Profesor dan Doktor
yang berpengalaman
|
10
|
Orisinalitas
penelitian
|
Bisa replika penelitian orang
lain, tempat kasus berbeda
|
Mengutamakan orisinalitas
|
Harus orisinil
|
11
|
Penemuan
hal-hal yang baru
|
Tidak harus
|
Diutamakan
|
Diharuskan
|
12
|
Publikasi
hasil penelitian
|
Kampus Internal dan disarankan
nasional
|
Minimal Nasional
|
Nasional dan Internasional
|
13
|
Jumlah
rujukan / daftar pustaka
|
Minimal 20
|
Minimal 40
|
Minimal 60
|
14
|
Metode /
Program statistik yang biasa digunakan
|
Kualitatif / Manual, Excel, SPSS
dll
|
Kualitatif lanjut / SPSS, Eview,
Lisrel, Amos dll
|
Kualitatif lanjut / SPSS, Eview,
Lisrel, Amos dll
|
Selain
bentuk-bentuk tulisan ilmiah yang telah disebutkan, penulis ingin menambahkan
bahwa, dalam hemat penulis, ada bentuk lain yang juga dapat dianggap tulisan
ilmiah, yakni esai. Mengapa? Karena terkadang di dunia akademik di Indonesia
makalah juga disebut esai. Makalah ini akan secara khusus membahas bagaimana
menyusun esai dan makalah. Akan tetapi, sebelum masuk ke pembahasan tersebut, penulis
ingin mengulas terlebih dahulu tentang berpikir ilmiah.
5.
Berpikir Ilmiah
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan manusia dianugerahi otak, benda putih
yang lunak terdapat dalam rongga tengkorak yang menjadi pusat syaraf yang menjadi alat berpikir (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2001: 804). Berpikir sendiri definisinya adalah
menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2001: 872). Pikiran, masih menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2001: 873), adalah hasil berpikir. Selain berpikir,
manusia dengan otaknya pun sanggup bernalar. Kemampuan bernalar ini menyebabkan
manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuatan-kekuatannya
(Suriasumantri, 1996: 39). Penalaran sendiri merupakan suatu proses berpikir
dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan (Suriasumantri, 1995:
42).
Karya ilmiah yang
berbentuk tulisan haruslah mengandung kebenaran ilmiah, yakni kebenaran yang
tidak hanya didasarkan atas rasio, tetapi juga dapat dibuktikan secara empiris.
Rasionalisme dan empirisme inilah yang menjadi tumpuan berpikir manusia.
Rasionalisme mengandalkan kemampuan otak atau rasio atau penalaran, sedangkan
empirisme mengandalkan bukti-bukti atau fakta nyata. Berpikir ilmiah adalah
penggabungan kedua cara tersebut, yakni berpikir rasional dan berpikir empiris
(Sudjana, 1991: 4-5). Proses berpikir secara umum dapat dibedakan menjadi dua,
yakni berpikir deduktif dan berpikir induktif.
5.1. Berpikir Deduktif
Berpikir deduktif atau
berpikir rasional adalah bagian dari berpikir ilmiah. Dalam logika deduktif,
menarik kesimpulan dimulai dari pernyataan umum menuju pernyataan khusus dengan
menggunakan pemalaran atau rasio (berpikir rasional). Hasil dari berpikir
deduktif dapat digunakan untuk menyusun hipotesis, yakni jawaban sementara yang
kebenarannya masih perlu diuji atau dibuktikan melalui proses keilmuan
selanjutnya (Sudjana, 1991: 5-6).
Contoh dari berpikir
deduktif dapat dilihat sebagai berikut (Sudjana, 1991: 6):
Salah satu prinsip
atau hukum dalam fisika menyatakan bahwa setiap benda padat apabila dipanaskan
akan memuai (pernyataan umum). Besi dan seng adalah benda padat (fakta-fakta
khusus). Oleh karena itu, besi dan seng jika dipanaskan akan memuai (kesimpulan
atau pernyataan khusus).
Proses penarikan
kesimpulan seperti di contoh tersebut dinamakan logika deduktif. Pertanyaan
atau masalah yang timbul adalah: apabila besi dan seng dipanaskan pada
temperatur yang sama, manakah yang lebih cepat proses pemuaiannya?
Dari pertanyaan
tersebut dapat dibuat sejumlah hipotesis, seperti:
1) Tidak terdapat perbedaan kecepatan
memuai antara besi dan seng apabila dipanaskan dalam temperatur yang sama.
2) Jika keduanya dipanaskan pada
temperatur yang sama, seng lebih cepat memuai dibandingkan dengan besi.
3) Jika keduanya dipanaskan dengan suhu
yang sama, besi akan lebih cepat pemuaiannya dibandingkan dengan seng.
Salah satu
pembuktiannya adalah dengan mengkaji teori yang berkenaan dengan konsep-konsep
pemuaian dalam ilmu fisika (atau dengan melakukan eksperimen). Dengan kata
lain, menggunakan argumentasi teoretis melalui penalaran, bukan menggunakan
bukti-bukti secara empiris.
5.2. Berpikir Induktif
Proses berpikir induktif
berkebalikan dari berpikir deduktif. Kebalikannya terletak pada pengambilan
kesimpulan, yakni dimulai dari pernyataan atau fakta-fakta khusus menuju
kesimpulan yang bersifat umum. Proses berpikir induktif tidak dimulai dari
teori yang bersifat umum, tetapi dari fakta atau data khusus berdasarkan
pengamatan di lapangan atau pengalaman empiris. Data dan fakta hasil pengamatan
empiris disusun, diolah, dikaji, untuk kemudian ditarik maknanya dalam bentuk
pernyataan atau kesimpulan yang bersifat umum (Sudjana, 1991: 7). Menarik
kesimpulan umum dari data khusus berdasarkan pengamatan empiris tidak
menggunakan rasio atau penalaran, tetapi menggunakan cara lain, yakni
menggeneralisasikan fakta melalui statistika (Sudjana, 1991: 8). Namun, tidak
selalu rampatan atau generalisasi ini dibuat melalui statistika.
Berikut adalah contoh
dari logika induksi yang penulis ambil dari Soekadijo (2001: 131-132) dengan
sedikit modifikasi: anggaplah suatu hari kita berjalan-jalan ke pasar, lalu
mampir ke kios buah-buahan. Kita melihat buah jeruk dan tertarik untuk
membelinya. Sebelum membelinya kita mencicipinya terlebih dahulu. Kita ambil
sebuah dan mencobanya. Ternyata rasanya kecut. Setelah diamati ternyata jeruk
itu masih keras dan hijau. Kemudian kita ambil lagi sebuah untuk dicicipi.
Jeruk ini juga keras, berwarna hijau, dan rasanya kecut. Si penjual buah
kemudian menyodorkan buah jeruk yang ketiga. Akan tetapi, sebelum kita
mencobanya terlihat bahwa buah jeruk yang ketiga itu masih keras dan berwarna
hijau. Seketika itu juga kita menolaknya dengan mengatakan pada penjualnya
bahwa jeruk ketiga itu rasanya pasti kecut pula. Jalan pikiran kita sebagai
calon pembeli hingga sampai pada kesimpulan bahwa jeruk ketiga rasanya pasti
kecut itulah yang disebut dengan penalaran induksi.
Jalan pikiran kita
sebagai calon pembeli dapat dirumuskan sebagai berikut:
Jeruk 1 keras dan
hijau rasanya kecut (pernyataan atau fakta khusus)
Jeruk 2 keras dan
hijau rasanya kecut (pernyataan atau fakta khusus)
Jeruk 3 keras dan
hijau
Jeruk 3 rasanya kecut
(generalisasi)
6.
Menyusun Makalah
Sebagaimana telah
dikemukakan di atas, secara definitif makalah adalah karya tulis pelajar
atau mahasiswa sebagai laporan hasil pelaksanaan tugas
sekolah atau perguruan tinggi.
Menyusun makalah, sebagaimana karya tulis lainnya, ada beberapa langkah yang
harus dilakukan. Namun, sebelum masuk ke langkah-langkah itu ada baiknya
mengetahui struktur sebuah makalah yang penulis sarikan dari situs
forum.kompas. com (http://forum.kompas.com/sekolah-pendidikan/207023-tutorial-menyusun-makalah.html, diunduh pada 5 Mei 2014). Struktur makalah terdiri dari (1) lembar
judul yang memuat judul makalah, nama penyusun dan NIM-nya (dapat kelompok),
nama dan tempat perguruan tinggi, dan tahun; (2) Lembar pengesahan (tidak mesti
ada)[4];
(3) kata pengantar; (4) daftar isi; (5) daftar gambar (jika ada); (6) daftar
tabel (jika ada); dan (7) Tubuh makalah
yang terdiri atas (a) Pendahuluan yang menjadi terbagi menjadi subbab (i) latar
belakang, (ii) ruang lingkup, (iii) maksud dan tujuan penulisan;[5]
(b) pembahasan; dan (c) penutup yang terbagi menjadi (i) kesimpulan dan (ii)
saran; (8) daftar pustaka.[6]
Untuk menyusun
makalah, masih menurut situs yang sama, langkah pertama yang harus dilakukan
adalah memelajari atau mencari topik makalah yang akan kita tulis. Kedua,
menyusun pola pikir. Penggunggah tulisan di laman itu tidak menjelaskan apa
yang dimaksud dengan poin kedua ini, tapi menurut penyusun makalah ini adalah
menentukan pola pikir yang ilmiah. Langkah ketiga adalah mencari
sebanyak-banyaknya referensi tentang topik tersebut. Terakhir, dan langkah ini
tidak disebutkan oleh si penulis situs tersebut, tentu saja menyusun makalah
itu dengan memerhatikan sistematika makalah, penggunaan bahasa yang baik dan
benar, penerapan kalimat yang tepat, lugas, dan efektif sehingga tidak membingungkan
pembaca.
7.
Menyusun Esai
Di kebudayaan Barat,
esai adalah tinjauan analitis terhadap karya kreatif prosa (Munsyi, 2012: 128).
Itu sebabnya mengapa kamus-kamus memberikan definisi yang mirip dengan
pengertian yang diberikan oleh Munsyi itu. Ini dapat dilongok pada definisi
esai yang diberikan Merriam-Webster’s
Dictionary, yakni an analytic or interpretative literary composition usually dealing with
its subject from a limited or personal point of view (http://www.merriam-webster.com/dictionary/essay, diunduh pada 6
Mei 2014), atau makna esai yang diperikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia, karangan prosa yang membahas suatu masalah
secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi
penulisnya (http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh pada 6 Mei 2014). Jadi,
esai terkait dengan kritik terhadap karya sastra. Bahkan, esai dianggap sebagai
bagian dari genre sastra yang non-imajinatif sebagaimana diungkapkan oleh
Sumardjo dan Saini KM (1994: 17).
Namun, dalam
perkembangan berikutnya, yang disebut esai juga membabat semua ladang
pengetahuan yang dibahas secara kritikal dalam sebuah tulisan yang analitis,
spekulatif, dan interpretatif, menyangkut masalah yang aktual dan faktual
(Munsyi: 2012: 128). Ini selaras dengan pengertian yang diberikan oleh Oxford Dictionary bahwa yang dimaksud dengan esai adalah a short piece of writing
on a particular subject (http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/essay?q=essay, diunduh
pada 6 Mei 2014).
Mengapa
dalam makalah ini esai dianggap sebagai karya tulis ilmiah? Karena penulisan
esai pun sama seperti penulisan makalah, yakni harus menggunakan rujukan untuk
mendukung gagasan yang kita usung. Esai adalah tulisan yang berisi opini atau
pendapat kita. Esai adalah bentuk langsung dari opini (Munsyi, 2012: 129). Tapi,
pengungkapan pendapat ini haruslah diutarakan secara jelas, ringkas,
sistematis, dan didukung oleh fakta. Sebagai tulisan yang kritis, yakni opini
pribadi, yang memosisikan diri pada pertimbangan-pertimbangan objektif, esai
memberikan pengetahuan populer yang dibutuhkan pembaca: membuat pembaca merasa
diperkaya pengetahuannya atas hal-hal yang belum atau bahkan tidak diketahuinya
(Munsyi, 2012: 129). Selain sebagai tugas kuliah, esai biasanya hadir di media
massa seperti koran. Karena ruang yang tersedia di media pers sangat terbatas, pengetahuan
yang disajikan melalui esai memang tidak perlu berpanjang-panjang.
Sebelum
masuk ke pembahasan penulisan esai, penulis ingin mengulas tentang gagasan yang
menjadi judul makalah ini. Gagasan adalah pesan dalam dunia batin seseorang
yang hendak disampaikan kepada orang lain. Gagasan itu dapat berupa
pengetahuan, pengamatan, pendapat, renungan, pendirian, keinginan, perasaan,
emosi, dan sebagainya. (Widyamartaya, 1990: 9). Penyampaian atau pengungkapan
gagasan itu mengambil bentuk khusus yang terdiri atas empat bentuk, yakni
penceritaan, pelukisan, pemaparan, dan pembahasan.
Penceritaan atau narasi bertujuan menyampaikan gagasan dalam
urutan waktu atau dalam rangka waktu dengan maksud menghadirkan di depan mata
angan-angan pembaca serentetan peristiwa yang biasanya memuncak pada suatu
kejadian utama. Pelukisan atau deskripsi bertujuan menyampaikan
gagasan dalam urutan atau rangka ruang dengan maksud untuk menghadirkan di
depan mata angan-angan pembaca segala sesuatu yang dilihat, didengar, dicecap,
diraba, atau dicium oleh pengarang yang biasanya berkisar pada kesan utama
tentang sesuatu yang dicerap pancaindra itu. Pemaparan atau eksposisi
bertujuan menyampaikan gagasan yang berupa fakta-fakta atau hasil-hasil
pemikiran dengan maksud untuk memberitahukan atau menerangkan sesuatu (misalnya
masalah, manfaat, jenis, proses, rencana, dan langkah-langkah). Pembahasan atau argumentasi bertujuan menyampaikan gagasan berupa data, bukti,
hasil penalaran, dan sebagainya denagn maksud untuk meyakinkan pembaca tentang
kebenaran pendirian atau kesimpulan pengarang untuk memperoleh kesepakatan
pembaca tentang maksud pengarang (Widyawartaya, 1990: 10). Jadi, saat ada
gagasan di dalam kepala kita, tentang berbagai hal, dan kita ingin menyampaikan
pada orang lain dalam bentuk tulisan, kita harus tentukan gagasan kita itu akan
berbentuk apa, narasi, deskripsi, eksposisi, atau argumentasi.
Kini
saatnya membahas bagaimana menulis esai. Ada dua hal yang perlu diketahui untuk
menyusun makalah, yaitu struktur esai dan langkah-langkah membuat esai. Berikut
ini akan penulis ulas kedua hal tersebut yang disarikan dari situs www.duniaesai.com (diunduh pada 6 Mei 2014).
Struktur
sebuah esai, sebagaimana sudah dikatakan, itu pendek. Pada dasarnya sebuah esai
minimal terdiri atas lima paragraf. Pada paragraf pertama penulis harus
memperkenalkan topik yang akan dikemukakan, berikut tesisnya. Yang dimaksud
tesis di sini bukanlah karya tulis tingkat magister, tapi pernyataan
atau teori yang
didukung oleh argumen yang
dikemukakan dalam karangan (http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh pada 6 Mei 2014). Tesis
ini harus dikemukakan dalam kalimat yang singkat dan jelas, sedapat mungkin
pada kalimat pertama. Selanjutnya pembaca diperkenalkan pada tiga paragraf
berikutnya yang mengembangkan tesis tesebut dalam beberapa subtopik.
Paragraf kedua hingga
keempat disebut tubuh dari sebuah esai yang memiliki struktur yang sama.
Kalimat pendukung tesisdan argument-argumennya dituliskan sebagai analisis
dengan melihat relevansi dan relasinya dengan masing-masing subtopik.
Paragraf
kelima atau terakhir merupakan paragraf kesimpulan. Tuliskan kembali tesis dan
subtopik yang telah dibahas dalam paragraf pertama hingga keempat sebagai
sebuah sintesis untuk meyakinkan pembaca.
Selanjutnya
adalah langkah-langkah membuat esai. Masih dari situs yang sama,
langkah-langkah membuat esai adalah (1) memilih topik, (2) tentukan tujuan, (3)
tuliskan minat, (4) evaluasi topik yang potensial, (5) membuat outline atau kerangka karangan, (6)
menuliskan tesis, (7) menuliskan tubuh esai, (8) menulis paragraf pertama, (9)
menuliskan kesimpulan, dan (10) memberikan sentuhan akhir. Langkah-langkah
tersebut akan dijabarkan di bawah ini.
Pada
langkah pertama, jika topik sudah ditentukan, pikirkan tipe naskah apa yang
akan ditulis. Apakah berupa tinjauan umum, atau analisis topik secara khusus? Jika
hanya tinjauan umum, langkah selanjutnya dapat diteruskan. Tapi, jika ingin
melakukan analisis khusus, topik yang dipilih harus benar-benar khusus. Jika topik
masih terlalu umum, topik tersebut dapat dipersempit. Misalnya topik tentang
sastra itu masih umum. Jika akan membuat esai yang tinjauan umum (overview) topik ini sudah tepat. Tapi
bila ingin membuat analisis yang singkat, kita dapat mempersempit topik itu
menjadi, misalkan, “Kebohongan dan Kebenaran dalam Sastra,” “Seksualitas dalam
Sastra,” dan sebagainya.
Langkah
kedua adalah tentukan tujuan esai yang akan ditulis. Apakah untuk meyakinkan
orang agar memercayai apa yang penulis percayai? Menjelaskan bagaimana
melakukan hal-hal tertentu? Mendidik pembaca tentang seseorang, ide, tempat,
atau sesuatu? Topik apa pun yang dipilih harus sesuai dengan tujuan.
Langkah
ketiga adalah tuliskan minat atau subjek yang menarik minat kita. Semakin
banyak subjek yang akan ditulis, semakin baik. Apa yang menarik minat? Lihatlah
ke sekeliling, mungkin ada beberapa hal yang menarik untuk dijadikan topik.
Berikutnya,
langkah keempat, evaluasi topik yang potensial. Barang kali beberapa topik
sudah didapat. Pertimbangkanlah topik-topik tersebut masing-masing. Jika
tujuannya mendidik, kita harus benar-benar memahami dan menguasai topik itu.
Jika tujuannya meyakinkan, topik tersebut harus benar-benar menggairahkan. Yang
terpenting adalah seberapa banyak ide yang dimiliki untuk topik yang dipilih.
Kemudian, sebelum masuk ke langkah berikutnya, tentukan bentuk naskah yang akan
ditulis.
Di
langkah kelima kita mulai membuat kerangka karangan atau outline. Tujuannya adalah meletakkan ide-ide pokok tentang topik
dalam naskah di dalam sebuah format yang terorganisir. Caranya adalah dengan
(1) mulailah dengan menulis topik di bagian atas, (2) tuliskan angka romawi I,
II, III dan seterusnya di sebelah kiri dengan jarak yang cukup lebar, (3)
tuliskan garus besar ide tentang topik yang dimaksud, (4) pada masing-masing
angka romawi, tuliskan A, B, C, dan seterusnya menurun di sisi kiri. Tuliskan
fakta atau informasi yang mendukung tema.
Kemudian
tuliskanlah tesis. Ini langkah keenam. Suatu pernyataan tesis mencerminkan isi
esai dan poin penting yang akan disampaikan oleh penulis. Pernyataan tesis
terdiri dari dua bagian: (a) bagian pertama menyatakan topik, (b) bagian kedua
menyatakan poin-poin dari esai kita.
Langkah
ketujuh, menuliskan esai, adalah bagian yang paling penting dan menyenangkan
dari penulisan esai. Di langkah ini kita dapat menggambarkan dan memberikan
argumentasi dengan lengkap untuk topik yang telah dipilih. Masing-masing ide
pada outline akan menjadi satu
paragraf dari tubuh tesis.
Di
langkah berikutnya, langkah kedelapan, mulailah menulis paragraf pertama.
Caranya adalah mulailah dengan menarik perhatian pembaca, mulai dengan
informasi yang nyata dan terpercaya, atau mulai dengan anedot atau lelucon,
atau gunakan dialog dalam dua atau tiga kalimat antara beberapa pembicara untuk
menyampaikan poin kita. Kemudian, tambahkan satu atau dua kalimat yang akan
membawa pembaca pada pernyataan tesis kira, lalu tutup paragraf dengan
pernyataan tesis kita.
Setelah
selesai menulis tubuh esai, langkah kesembilan adalah menuliskan kesimpulan.
Kesimpulan adalah rangkuman dari poin-poin yang telah dikemukakan dan
memberikan sudut pandang akhir kita selaku penulis pada pembaca. Tuliskan dalam
tiga atau empat kalimat yang menggambarkan pendapat atau perasaan kita tentang
topik yang dibahas. Akan tetapi, jangan menulis ulang sama persis seperti di
tubuh esai. Anekdot pun dapat dipakai untuk menutup esai.
Langkah
terakhir adalah memberi sentuhan akhir. Di tahap ini kita teliti paragraf mana
yang paling kuat, kita teliti format penulisan, kita teliti tulisan, kita
pertanyakan apakah yang disampaikan masuk akal atau tidak? Apakah antara satu
kalimat dengan kalimat lainnya mengalir dengan halus dan lancar? Kemudian kita
teliti kembali penulisan dan tata bahasa yang digunakan. Dengan kata lain, di
tahap ini kita melakukan revisi dan penyuntingan.
Sayangnya,
kesepuluh langkah yang telah disebutkan di atas melupakan satu hal. Yakni,
pengutipan atau referencing. Esai
dalam media massa mungkin tidak perlu mengutip sumber-sumber lain. Namun, dalam
dunia akademis, esai perlu mengutip dari sumber-sumber lain. Mengapa? Karena
gagasan yang kita bangun tidak semata berasal dari pemikiran kita sendiri, tapi
dibangun dan terpengaruh oleh pemikiran atau gagasan orang lain. Alasan yang
lain dikemukakan dalam situs Monash University adalah “referencing helps create a map of knowledge, a web of pathways in
knowledge; and each researcher helps extend that knowledge. It means that we
don't have to find out everything for ourselves all over again; we don't have
to reinvent the wheel. In effect, referencing multiplies knowledge exponentially.
To share knowledge effectively we need to be open about the knowledge we have
gained from other sources. We need to make it easy for the reader to locate and
examine our sources. (http://www.monash.edu.au/lls/llonline/writing/general/reference/1.xml, diunduh
pada 6 Mei 2014).
Jadi,
menulis esai adalah membagi pengetahuan kepada pembaca. Kita pun harus terbuka
untuk mengakui bahwa pengetahuan yang kita dapatkan kita peroleh dari sumber
lain dengan cara kita kutip sumber-sumber pengetahuan itu dan mengutip sumber
rujukan akan membuat peta sebuah pengetahuan. Tentang bagaimana cara mengutip
akan dibahas pada bagian selanjutnya.
8.
Bagaimana Cara Mengutip
Di dalam dunia tulis
menulis karya ilmiah, ada berbagai sistem pengutipan. Setidaknya ada sembilan
cara atau gaya mengutip sumber, yakni (1) Harvard Citation Style, (2) Chicago
Style, (3) Turabian Style, (4) Vancouver Citation Style, (5) American
Psychological Asssocation (APA) Style, (6) Modern Language Association (MLA)
Style, (7) American Medical Association (AMA) Style, (8) British Standard
(numeric) system, dan (9) Oxford Referencing System. Keseluruh sistem itu
dipakai oleh berbagai perguruan tinggi, tergantung pada latar belakang keilmuan
dan tradisi yang dianutnya. Jadi, seorang akademisi biasanya menggunakan sistem
pengutipan tergantung pada latar belakang keilmuannya. Pada umumnya, disepakati
bahwa Harvard Citation Style dipakai di dalam bidang ilmu humaniora, penulisan
ilmiah populer, dan karya tulis akademik secara umum; APA digunakan pada bidang
ilmu psikologi, pendidikan, dan ilmu-ilmu sosial lainnya; MLA diterapkan pada
bidang ilmu sastra, seni, dan humaniora; AMA hadir dalam bidang ilmu
kedokteran, kesehatan, dan ilmu-ilmu biologi; Turabian digunakan oleh berbagai
bidang ilmu; dan Chicago dipakai untuk semua disiplin ilmu (Putra, 2011: 56-
57).
Dalam hemat penulis,
sistem pengutipan yang paling mudah adalah Harvard Citation Style atau yang
juga dikenal dengan Harvard System. Berikut ini akan dibeberkan bagaimana
mengutip dengan menggunakan Harvard System seperti yang dikemukakan oleh Wray
dan Bloomer (2006: 225).
Untuk mengutip sebuah
buku:
Nama
belakang penulis (tahun terbit) misal: Wardaugh (1993)
|
Atau jika ada halaman
(nama
belakang penulis tahun: halaman. Misal: (Wardaugh 1993: 64)
|
Untuk menulis di
pustaka acuan:
Nama
belakang penulis, inisial nama depan. (tahun terbit) judul buku. Tempat terbit: Penerbit.
|
Wardaugh,
R. (1993) Investigating Language.
Oxford: Blackwell.
|
Akan tetapi, di
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, penggunaan Harvard
System ini ada sedikit perbedaan. Ini tampak dalam makalah yang ditulis Lauder
(c2010) yang mengemukakakan bahwa untuk mengutip, baik langsung maupun
taklangsung didahului oleh nama penulis beserta tahun dan nomor halaman
seperti:
Pengarang
|
(tahun:
halaman)
|
mengatakan
mengemukakan
menemukan
melaporkan
|
bahwa
|
34,
6 Kg nitrogen di udara ternyata diolah oleh pepohonan
|
Atau
diketahui
ditemukan
dilaporkan
|
bahwa
|
34,
6 Kg nitrogen di udara ternyata diolah oleh pepohonan
|
(pengarang,
tahun: halaman)
|
Untuk menyusun
bibliografi atau pustaka acuan di FI UI caranya adalah sebagai berikut:
Nama
keluarga, Nama kecil. Tahun Terbit. Judul Karya. Tempat Terbit. Penerbit.
|
Karena pernah menimba
ilmu di FIB UI, dengan sendirinya penulis makalah ini memakai Harvard System
dengan pola yang diterapkan di almamater penulis. Makalah ini pun menerapkan
sistem yang dianut oleh FIB UI itu.
9.
Menghindari Plagiarisme
Plagiarisme adalah
pencurian kata-kata dan gagasan orang lain. Plagiarisme terjadi ketika
seseorang mengklaim (atau tampaknya mengklaim) bahwa suatu ide, atau bentuk
pengungkapannya, adalah milik sendiri, padahal kenyataannya adalah milik orang
lain (Wray dan Bloomer, 2006: 237). Di Indonesia kegiatan ini lebih populer
disebut plagiat yang definisinya menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan
(pendapat dan sebagainya) sendiri, misalkan
menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan (http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh pada 5 Mei 2014).
Ditilik dari etimologi,
kata plagiat berasal dari bahasa Inggris, plagiarism
yang merupakan serapan dari bahasa Latin, plagiarius,
‘penculik (anak), penjiplak.’ (Putra, 2011: 11). Terdapat beberapa bentuk dan
jenis plagiat. Putra (2011: 13-14) pun membedakan bentuk dan jenis itu menjadi
(1) plagiat langsung (direct plagiarism),
yakni plagiator mengopi langsung sumber kata demi kata tanpa menunjukkan bahwa
itu merupakan hasil kutipan dan sama sekali tidak menyebutkan siapa penulis
atau pemilik karya cipta intelektualnya; (2) plagiat karena kutipannya tidak
jelas atau salah kutip (vague or
incorrect citation), yaitu saat penulis mengutip sumbernya hanya satu kali
sehingga pembaca mengasumsikannya bahwa kalimat atau paragraf sebelumnya telah
dilakukan parafrasa. Padahal, karya itu sebagian besar mengambil gagasan dari
satu sumber, tetapi si penulis tidak berusaha menunjukkan sumbernya dengan
jelas, dan (3) plagiat mosaik (mosaic
plagiarism), ialah bentuk plagiat yang sering terjadi. Penulis secara tidak
langsung menyebutkan sumbernya. Ia hanya mengubah sedikit kata dan menggantinya
dengan kata-katanya sendiri, mengubah beberapa kata dalam kalimat (reworks a paragraph) dengan kata-katanya
sendiri tanpa menyebutkan kredit pada si penulis asli.
Sementara itu, Wray
dan Bloomer (2006: 237) membagi plagiarisme menjadi plagiarisme yang disengaja
(deliberate plagiarism) dan yang
tidak disengaja (accidental plagiarism).
Plagiarisme yang disengaja adalah
termasuk di dalamnya menyuruh seseorang menuliskan esai untuk Anda, kemudian
menyatakan bahwa karya itu adalah milik Anda sendiri atau mengopi sepotong teks
dari buku, atau Internet, dengan maksud yang disengaja untuk menipu pembaca
agar mengira bahwa teks tersebut adalah kata-kata Anda sendiri. Plagiarisme
yang tidak disengaja, sesuai istilahnya, adalah plagiarisme yang tidak
dimaksudkan untuk membuat sebuah plagiarisme. Namun, karena identik dengan
plagiarisme yang disengaja, hukuman yang dijatuhkan dapat sama beratnya.
Plagiarisme jenis ini dapat terjadi karena si penulis tidak memahami bagaimana
cara mengutip, melupakan bahwa sebuah kalimat yang digunakannya ternyata
bersumber dari orang lain, atau tidak menyadari bahwa kalimat atau frasa yang
digunakannya ternyata adalah berasal dari karya orang lain.
Lantas bagaimana
caranya menghindari plagiarisme? Wray dan Bloomer (2006: 238-240) menyatakan
bahwa strategi untuk menghindari plagiarisme adalah dengan menggunakan acuan (referencing), membuat catatan (taking notes), dan memiliki keprigelan
atau kelihaian dalam menulis (skilled
writing). Senada, Putra (2011: 26-27) menyatakan bahwa untuk menghindari
plagiat seseorang haruslah bersikap jujur dengan mencantumkan (a) ide atau
gagasan orang lain, (b) teori orang lain, (c) temuan orang lain, (d) hasil
riset orang lain, (e) ucapan langsung orang lain, (f) parafrasa informasi, (g)
fakta dan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber, atau (h) statistic yang
dikeluarkan lembaga atau badan tertentu. Selain itu Putra pun menjelaskan bahwa
agar terhindar dari plagiat hendaknya seseorang perlu memahami, kemudian dapat
menerapkan, teknik mengutip, melakukan parafrasa, dan atau meringkas
gagasan/wacana.
10.
Penutup
Seperti telah
dikemukakan penulis, menulis dan mengarang itu berbeda. Mengarang menhadirkan
fiksi atau rekaan, sedangkan menulis menyodorkan data dan fakta. Menulis adalah
kegiatan intelektual karena lebih banyak menggunakan sisi kiri dari otak kita
yang antara lain tugasnya mengatur logika. Menulis adalah menuangkan gagasan
atau pikiran ke dalam bentuk tulisan. Menulis, apalagi menulis karya ilmiah,
bagi kalangan akademis, baik dosen maupun mahasiswa, adalah kemampuan yang
wajib dikuasai. Untuk dapat menghasilkan tulisan yang bermutu, dalam artian
penyampaian gagasannya jelas, sistematis, dan logis, seseorang harus dapat
berpikir dengan logika atau membuat penalaran yang lurus. Untuk itu ilmu logika
harus dikuasai pula. Menuangkan gagasan di pelbagai karya atau tulisan ilmiah,
baik itu esai, makalah, skripsi, tesis, atau disertasi, mau tak mau, suka atau
tidak suka, harus meminjam gagasan atau pendapat orang lain. Pengungkapan
gagasan yang berdasarkan pemikiran orang lain ini harus dinyatakan secara jujur
dengan cara menyebutkan sumbernya dan tidak mengakuinya sebagai milik sendiri. Mengakui
hasil buah pikir orang lain, meski hanya sepotong kalimat, sebagai hasil
pemikiran atau gagasan sendiri adalah plagiarisme. Kegiatan menjiplak ini
adalah kejahatan paling keji di dalam dunia akademik. Oleh karena itu, keahlian
dalam menulis, pengetahuan akan berbagai teknik pengutipan, dan sikap jujur
harus mutlak dikuasai oleh insan akademis jikalau tidak ingin disebut dirinya
penjiplak.
Pustaka Acuan
Brotowidjoyo,
Mukayat D. 1993. Penulisan Karangan
Ilmiah. Jakarta: Akademika Pressindo.
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh pada Mei 2014.
http://forum.kompas.com, diunduh pada Mei 2014.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. 2013. Jakarta: Pusat Bahasa dan Gramedia
Pustaka
Utama.
Lauder, Multamia RMT. c2010. “Genre Penulisan Ilmiah: Kiat Melaporkan
Hasil Penelitian.” Makalah yang Tidak Diterbitkan. Depok: Universitas
Indonesia.
Munsyi, Alif Danya. 2012. Jadi
Penulis? Siapa Takut!. Bandung: Kaifa.
Putra, R. Masri Sareb. 2011. Kiat
Menghindari Plagiat (How to Avoid Plagiarism): Buku Pintar bagi
Sivitas
Akademika, Penulis, Pekerja Media, dan Industri Kreatif. Jakarta: Indeks.
Santoso, Urip. 2014. “Perbedaan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Secara
Sederhana” dalam
http://uripsantoso.wordpress.com/2012/04/12/perbedaan-skripsi-tesis-dan-disertasi-secara-sederhana/,
diunduh pada 5 Mei
Soekadijo, R.G. Logika Dasar:
Tradisional, Simbolik, dan Induktif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sudjana, Nana. Tuntunan Penyusunan
Karya Ilmiah: Makalah-Skripsi-Tesis-Disertasi. Bandung: Sinar
Baru
Bandung.
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1994. Apresiasi
Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suriasumantri,
Jujun S. 1996. Filasafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Widyamartaya,
A. 1990. Seni Menuangkan Gagasan.
Yogyakarta: Kanisius.
Wray,
Alison dan Aileen Bloomer. 2006. Project
in Linguistics: A Practical Guide to Researching
Language
Second Edition. London: Hodder Education.
www.duniaesai.com, diunduh pada Mei 2014.
www.merriam-webster’s.com, diunduh pada Mei 2014.
www.monash.edu.au, diunduh pada Mei 2014.
www.oxforddictionaries.com, diunduh pada Mei 2014.
[1] Bahan Kuliah Writing III Jurusan Bahasa dan Sastra
Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Jakarta. Disampaikan pada 7 Mei 2014
[3] Kurung siku dari penulis karena penulis membedakan
antara karangan dan tulisan. Dalam hemat penulis karangan adalah karya tulis
yang berisi rekaan atau fiksi, sedangkan tulisan adalah karya tulis yang berisi
fakta atau kenyataan. Jadi, dalam makalah ini, saat mengutip dari Brotowidjoyo
(1993) penulis menggunakan istilah tulisan alih-alih karangan. Sila lihat
kembali tulisan penulis yang berjudul Memahami
Apa itu Menulis dan Mengarang (2014).
[4] Tanda kurung dari penulis.
[5]
Penulis secara pribadi membagi
tubuh makalah menjadi (1) Pendahuluan yang berisi latar belakang, maksud dan
tujuan penulisan yang tidak mesti dibagi menjadi subbab, tapi cukup dalam
paragraf yang berbeda, (2) permasalahan, yang berisi pokok makalah yang akan
dibahas yang disampaikan dalam bentuk pertanyaan, (3) pembahasan yang merupakan
jawaban dari permasalahan, dan (4) penutup atau simpulan.
[6]
Penulis lebih suka
menyebutnya, mengikuti pemikiran guru penulis, (Alm). Prof. Dr. Anton M.
Moeliono, sebagai pustaka acuan karena daftar biasanya penulisannya diberi
nomor urut, sedangkan daftar pustaka disusun berdasarkan abjad. Lagi pula
pustaka acuan lebih tepat sebagai padanan dari kata bahasa Inggris reference.
1 komentar:
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny
Posting Komentar