just write

just write

Menuangkan Gagasan dengan Logis

Minggu, 03 Mei 2015



Menuangkan Gagasan dengan Logis
Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah dalam Bentuk Esai dan Makalah[1]
Oleh Hilmi Akmal[2]

1.       Pendahuluan
                Setelah lebih banyak menggunakan otak kanan Anda dalam menulis, karena yang ditulis adalah jenis penulisan kreatif (creative writing), kini saatnya untuk mulai lebih banyak memakai atau memaksimalkan otak kiri Anda. Mengapa? Karena pembahasan kita dalam mata kuliah Writing III ini mulai masuk ke bagian penulisan ilmiah atau academic writing.

                Berbeda dengan penulisan kreatif, penulisan ilmiah tidak menghadirkan fiksi atau khayalan, tapi menyodorkan fakta yang dibangun dengan gagasan yang masuk akal atau logis. Gagasan yang kita kemukakan mesti didukung oleh data yang bersifat faktual dan, mau tidak mau, meminjam pemikiran orang lain demi menyokong gagasan yang hendak kita utarakan pada orang lain. Dengan kata lain, kita harus mengutip dari sumber-sumber lain, baik berupa tulisan, buku, kamus, maupun ensiklopedia. Memilah sumber-sumber ini pun tidak dapat dilakukan serampangan. Kita harus yakin bahwa sumber yang kita pilih sesuai dan mendukung gagasan yang hendak kita sampaikan. Kita pun harus meyakini bahwa sumber yang akan kita rujuk memiliki realibilitas sebagai sumber rujukan.
                Dalam hal mengutip pun tidak dapat dilakukan secara sembrono. “Penyakit” yang hinggap di kalangan insan akademis, baik mahasiswa maupun dosen, adalah sikap pragmatis dalam menulis. Mereka enggan mengemukakan pikirannya dalam kata-kata mereka sendiri. Bahkan, mereka enggan berpikir dengan pikirannya sendiri. Mereka lebih suka melakukan salin-tempel atau yang lebih populer disebut copy-paste atau blending-nya adalah copas. Melakukan copas adalah kejahatan tak tepermanai dalam dunia akademik. Sesuatu yang sangat haram untuk dilakukan. Kegiatan ini disebut dengan plagiat (plagiarism). Akibatnya, bila ketahuan, sangatlah fatal. Seseorang dapat dicabut gelar maupun pangkat akademisnya. Pangkat guru besar, pangkat tertinggi seorang dosen dan sebutannya adalah profesor, dapat dibatalkan jikalau yang bersangkutan ketahuan melakukan kejahatan plagiarisme. Jadi, menyusun tulisan ilmiah bukanlah pekerjaan yang dapat dilakukan secara gabas atau ceroboh. Ada langkah-langkah yang harus dilaksanakan secara sistematis, ada pakem-pakem yang harus dikuti, dan ada aturan-aturan yang harus ditaati.
                Tulisan ini akan mengulas apa itu penulisan ilmiah, apa saja yang tergolong dalam penulisan ilmiah, bagaimana menulis esai dan makalah, bagaimana cara mengutip, dan bagaimana menghindari jebakan plagiasi.
2.       Apa itu Penulisan Ilmiah?
Menurut Jones (1960), seperti disitir oleh  Brotowidjoyo (1993: 3), karangan[3] [sic] ilmu pengetahuan itu terbagi menjadi dua, yakni tulisan yang bersifat ilmiah dan yang bersifat non-ilmiah. Penggolongan ini didasarkan pada sifat fakta yang disajikan dan tergantung pada cara penulisannya.
Berdasarkan sifat faktanya, tulisan ilmiah menyajikan fakta umum, sedangkan tulisan non-ilmiah menyajikan fakta pribadi. Fakta umum ialah fakta yang dapat dibuktikan benar tidaknya. Fakta pribadi adalah fakta yang ada pada diri seseorang atau yang ada di dalam batin seseorang, sifatnya subjektif, berupa sesuatu yang dipikirkan (Brotowidjoyo, 1993: 3-6).
Berdasarkan cara penulisannya, sebuah tulisan dapat disebut sebagai tulisan ilmiah apabila ditulis dengan metodologi penulisan yang baik dan benar. Sebaliknya, jika tidak disusun dengan metodologi penulisan yang baik yang benar, disebut sebagai penulisan yang tidak ilmiah.
3.       Ciri-ciri Tulisan Ilmiah dan Tidak Ilmiah
Ciri-ciri tulisan ilmiah menurut Brotowidjoyo (1993: 15-16) adalah (a) menyajikan fakta objektif secara sistematis, (b) penulisnya cermat, tepat, dan benar, (c) tidak mengejar keuntungan pribadi, dalam artian tidak berambisi agar pembaca berpihak padanya. Motivasinya hanya memberitahukan sesuatu, (d) sistematis, tiap langkah direncanakan secara terkendali, konseptual, dan prosedural, (e) tidak emotif, tidak menonjolkan perasaan, (f) tidak memuat pandangan tanpa pendukung, (g) ditulis secara tulus dan hanya memuat kebenaran, (h) tidak argumentatif. Tulisan ilmiah itu mungkin mencapai kesimpulan, tetapi penulisnya membiarkan fakta yang berbicara sendiri, (i) tidak bersifat persuasif karena tujuan tulisan ilmiah itu mendorong pembaca untuk mengubah pendapat, tetapi tidak melalui ajakan, sanggahan, dan protes, tetapi membiarkan fakta berbicara sendiri, dan (j) tidak melebih-lebihkan sesuatu.
Sebaliknya, masih dari penulis yang sama (1993: 6-17), ciri-ciri tulisan tidak ilmiah yaitu: (a) menyajikan fakta pribadi yang sifatnya subjektif, (b) memberikan usulan-usulan yang berupa terkaan-terkaan dan mengharapkan efek yang diinginkan penulis, (c) terkadang kata-katanya sulit untuk diidentifikasi dan alasan-alasan yang dikemukakan mendorong atau mengajak pembaca untuk menarik kesimpulan seperti yang dihendaki penulis, (d) pandangan penulis tidak didukung oleh fakta yang umum dan memancing pertanyaan yang bernada keraguan, (e) topiknya dapat bervariasi, tetapi semua informasi diperoleh dari apa yang dipikirkan seseorang, (f) umumnya berisi usulan-usulan yang bersifat argumentatif, (g) bersifat persuasif, berisi keyakinan penulis yang mendorong pembaca melalui ajakan, padahal keyakinan itu sendiri tidak ilmiah, dan (h) karena bermotif mementingkan diri sendiri, penulis lebih sering melebih-lebihkan sesuatu.
4.       Bentuk-bentuk Tulisan Ilmiah
Tulisan atau karya ilmiah biasanya disajikan dalam bentuk makalah, skripsi, tesis, disertasi. Makalah adalah karya tulis pelajar atau mahasiswa sebagai laporan hasil pelaksanaan tugas sekolah atau perguruan tinggi. Skripsi adalah karangan [sic] ilmiah yang wajib ditulis oleh mahasiswa sebagai bagian dari persyaratan akhir pendidikan akademisnya. Tesis adalah karangan [sic] ilmiah yang ditulis untuk mendapatkan gelar kesarjanaan pada suatu universitas atau perguruan tinggi. Disertasi adalah karangan [sic] ilmiah yang ditulis untuk memperoleh gelar doktor (http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/, diunduh pada 5 Mei 2014).
Makalah ditulis oleh mahasiswa saat dirinya masih aktif sebagai mahasiswa mulai dari tingkat diploma, sarjana, hingga pascasarjana. Skripsi ditulis oleh mahasiswa tingkat sarjana (S1) yang akan menyelesaikan studinya, tesis ditulis oleh mahasiswa tingkat magister (S2), sedangkan disertasi ditulis oleh mahasiswa tingkat doktoral (S3) sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar akademis doktor. Pada prinsipnya semuanya sama, yakni karya tulis ilmiah mahasiswa. Perbedaannya terletak dalam kadar dan bobot masalah yang dikajinya dan metodologi yang digunakannya (Sudjana, 1991: 5).
Akan tetapi, di manakah letak perbedaan antara skripsi, tesis, dan disertasi itu? Untuk menjawabnya penulis mengutip tulisan Urip Santoso di dalam blog-nya yang berjudul bertajuk “Perbedaan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Secara Sederhana.” Di dalam tulisannya itu Santoso menyatakan, Secara sederhana, skripsi itu menjawab apa, tesis menjawab apa dan mengapa, Dan disertasi itu menjawab apa, mengapa dan bagaimana. Contoh tentang penelitian daun katuk dalam menurunkan kolesterol telur. Skripsi hanya menjawab pertanyaan apakah daun katuk menurunkan kolesterol telur? Tesis itu menjawab dua pertanyaan, yaitu a) apakah daun katuk menurunkan kolesterol telur dan; b) mengapa daun katuk menurunkan kolesterol. Disertasi menjawab 3 pertanyaan, yaitu: a) apakah daun katuk menurunkan kolesterol telur?; b) mengapa daun katuk menurunkan kolesterol telur? Dan; c) bagaimana cara (mekanisme) daun katuk menurunkan kolesterol telur? (http://uripsantoso.wordpress.com/2012/04/12/perbedaan-skripsi-tesis-dan-disertasi-secara-sederhana/, diunduh pada 5 Mei 2014).
Untuk lebih jelasnya lagi, perbedaan itu dapat dilihat di tabel berikut yang juga penulis ambil dari blog yang sama:
Tabel 1.  Perbedaan Umum antara Skripsi, Tesis dan Disertasi
No
Aspek
Skripsi
Tesis
Disertasi
1
Jenjang
S1
S2
S3 (tertinggi)
2
Permasalahan
Dapat diangkat dari pengalaman empirik, tidak mendalam
Diangkat dari pengalaman empirik, dan teoritik, bersifat  mendalam
Diangkat dari kajian teoritik yang didukung fakta empirik, bersifat sangat mendalam
3
Kemandirian penulis
60% peran penulis, 40% pembimbing
80% peran penulis, 20% pembimbing
90% peran penulis, 10% pembimbing
4
Bobot Ilmiah
Rendah – sedang
Sedang – tinggi.  Pendalaman / pengembangan terhadap teori dan penelitian yang ada
Tinggi, Tertinggi dibidang akademik.   Diwajibkan mencari terobosan dan teori baru dalam bidang ilmu pengetahuan
5
Pemaparan
Dominan deskriptif
Deskriptif dan Analitis
Dominan analitis
6
Model Analisis
Rendah – sedang
Sedang – tinggi
Tinggi
7
Jumlah rumusan masalah
Sekitar 1-2
Minimal 3
Lebih dari 3
8
Metode / Uji statistik
Biasanya  memakai uji Kualitatif / Uji deskriptif, Uji statistik parametrik (uji 1 pihak, 2 pihak), atau Statistik non parametrik (test binomial, Chi kuadrat, run test), uji hipotesis komparatif, uji hipotesis asosiatif, Korelasi, Regresi, Uji beda, Uji Chi Square, dll
Biasanya memakai uji Kualitatif  lanjut  /  regresi ganda, atau korelasi ganda, mulitivariate, multivariate lanjutan (regresi dummy, data panel, persamaan simultan, regresi logistic, Log linier analisis,  ekonometrika static & dinamik, time series ekonometrik) Path analysis, SEM
Sama dengan tesis dengan metode lebih kompleks, berbobot yang bertujuan mencari terobosan dan teori baru dalam bidang ilmu pengetahuan
9
Jenjang Pembimbing/ Penguji
Minimal Magister
Minimal Doktor dan Magister yang berpengalaman
Minimal Profesor dan Doktor  yang berpengalaman
10
Orisinalitas penelitian
Bisa replika penelitian orang lain, tempat kasus berbeda
Mengutamakan orisinalitas
Harus orisinil
11
Penemuan hal-hal yang baru
Tidak harus
Diutamakan
Diharuskan
12
Publikasi hasil penelitian
Kampus Internal dan disarankan nasional
Minimal Nasional
Nasional dan Internasional
13
Jumlah rujukan / daftar pustaka
Minimal 20
Minimal 40
Minimal 60
14
Metode / Program statistik yang biasa digunakan
Kualitatif / Manual, Excel, SPSS dll
Kualitatif lanjut / SPSS, Eview, Lisrel, Amos dll
Kualitatif lanjut / SPSS, Eview, Lisrel, Amos dll

  Selain bentuk-bentuk tulisan ilmiah yang telah disebutkan, penulis ingin menambahkan bahwa, dalam hemat penulis, ada bentuk lain yang juga dapat dianggap tulisan ilmiah, yakni esai. Mengapa? Karena terkadang di dunia akademik di Indonesia makalah juga disebut esai. Makalah ini akan secara khusus membahas bagaimana menyusun esai dan makalah. Akan tetapi, sebelum masuk ke pembahasan tersebut, penulis ingin mengulas terlebih dahulu tentang berpikir ilmiah.
5.       Berpikir Ilmiah
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan manusia dianugerahi otak, benda putih yang lunak terdapat dalam rongga tengkorak yang menjadi pusat syaraf  yang menjadi alat berpikir (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001: 804). Berpikir sendiri definisinya adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001: 872). Pikiran, masih menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 873), adalah hasil berpikir. Selain berpikir, manusia dengan otaknya pun sanggup bernalar. Kemampuan bernalar ini menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuatan-kekuatannya (Suriasumantri, 1996: 39). Penalaran sendiri merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan (Suriasumantri, 1995: 42).
Karya ilmiah yang berbentuk tulisan haruslah mengandung kebenaran ilmiah, yakni kebenaran yang tidak hanya didasarkan atas rasio, tetapi juga dapat dibuktikan secara empiris. Rasionalisme dan empirisme inilah yang menjadi tumpuan berpikir manusia. Rasionalisme mengandalkan kemampuan otak atau rasio atau penalaran, sedangkan empirisme mengandalkan bukti-bukti atau fakta nyata. Berpikir ilmiah adalah penggabungan kedua cara tersebut, yakni berpikir rasional dan berpikir empiris (Sudjana, 1991: 4-5). Proses berpikir secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yakni berpikir deduktif dan berpikir induktif.
5.1. Berpikir Deduktif
Berpikir deduktif atau berpikir rasional adalah bagian dari berpikir ilmiah. Dalam logika deduktif, menarik kesimpulan dimulai dari pernyataan umum menuju pernyataan khusus dengan menggunakan pemalaran atau rasio (berpikir rasional). Hasil dari berpikir deduktif dapat digunakan untuk menyusun hipotesis, yakni jawaban sementara yang kebenarannya masih perlu diuji atau dibuktikan melalui proses keilmuan selanjutnya (Sudjana, 1991: 5-6).
Contoh dari berpikir deduktif dapat dilihat sebagai berikut (Sudjana, 1991: 6):
Salah satu prinsip atau hukum dalam fisika menyatakan bahwa setiap benda padat apabila dipanaskan akan memuai (pernyataan umum). Besi dan seng adalah benda padat (fakta-fakta khusus). Oleh karena itu, besi dan seng jika dipanaskan akan memuai (kesimpulan atau pernyataan khusus).
Proses penarikan kesimpulan seperti di contoh tersebut dinamakan logika deduktif. Pertanyaan atau masalah yang timbul adalah: apabila besi dan seng dipanaskan pada temperatur yang sama, manakah yang lebih cepat proses pemuaiannya?
Dari pertanyaan tersebut dapat dibuat sejumlah hipotesis, seperti:
1)      Tidak terdapat perbedaan kecepatan memuai antara besi dan seng apabila dipanaskan dalam temperatur yang sama.
2)      Jika keduanya dipanaskan pada temperatur yang sama, seng lebih cepat memuai dibandingkan dengan besi.
3)      Jika keduanya dipanaskan dengan suhu yang sama, besi akan lebih cepat pemuaiannya dibandingkan dengan seng.
Salah satu pembuktiannya adalah dengan mengkaji teori yang berkenaan dengan konsep-konsep pemuaian dalam ilmu fisika (atau dengan melakukan eksperimen). Dengan kata lain, menggunakan argumentasi teoretis melalui penalaran, bukan menggunakan bukti-bukti secara empiris.
5.2. Berpikir Induktif
Proses berpikir induktif berkebalikan dari berpikir deduktif. Kebalikannya terletak pada pengambilan kesimpulan, yakni dimulai dari pernyataan atau fakta-fakta khusus menuju kesimpulan yang bersifat umum. Proses berpikir induktif tidak dimulai dari teori yang bersifat umum, tetapi dari fakta atau data khusus berdasarkan pengamatan di lapangan atau pengalaman empiris. Data dan fakta hasil pengamatan empiris disusun, diolah, dikaji, untuk kemudian ditarik maknanya dalam bentuk pernyataan atau kesimpulan yang bersifat umum (Sudjana, 1991: 7). Menarik kesimpulan umum dari data khusus berdasarkan pengamatan empiris tidak menggunakan rasio atau penalaran, tetapi menggunakan cara lain, yakni menggeneralisasikan fakta melalui statistika (Sudjana, 1991: 8). Namun, tidak selalu rampatan atau generalisasi ini dibuat melalui statistika.
Berikut adalah contoh dari logika induksi yang penulis ambil dari Soekadijo (2001: 131-132) dengan sedikit modifikasi: anggaplah suatu hari kita berjalan-jalan ke pasar, lalu mampir ke kios buah-buahan. Kita melihat buah jeruk dan tertarik untuk membelinya. Sebelum membelinya kita mencicipinya terlebih dahulu. Kita ambil sebuah dan mencobanya. Ternyata rasanya kecut. Setelah diamati ternyata jeruk itu masih keras dan hijau. Kemudian kita ambil lagi sebuah untuk dicicipi. Jeruk ini juga keras, berwarna hijau, dan rasanya kecut. Si penjual buah kemudian menyodorkan buah jeruk yang ketiga. Akan tetapi, sebelum kita mencobanya terlihat bahwa buah jeruk yang ketiga itu masih keras dan berwarna hijau. Seketika itu juga kita menolaknya dengan mengatakan pada penjualnya bahwa jeruk ketiga itu rasanya pasti kecut pula. Jalan pikiran kita sebagai calon pembeli hingga sampai pada kesimpulan bahwa jeruk ketiga rasanya pasti kecut itulah yang disebut dengan penalaran induksi.
Jalan pikiran kita sebagai calon pembeli dapat dirumuskan sebagai berikut:
Jeruk 1 keras dan hijau rasanya kecut (pernyataan atau fakta khusus)
Jeruk 2 keras dan hijau rasanya kecut (pernyataan atau fakta khusus)
Jeruk 3 keras dan hijau
Jeruk 3 rasanya kecut (generalisasi)     
6.       Menyusun Makalah
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, secara definitif makalah adalah karya tulis pelajar atau mahasiswa sebagai laporan hasil pelaksanaan tugas sekolah atau perguruan tinggi. Menyusun makalah, sebagaimana karya tulis lainnya, ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Namun, sebelum masuk ke langkah-langkah itu ada baiknya mengetahui struktur sebuah makalah yang penulis sarikan dari situs forum.kompas. com (http://forum.kompas.com/sekolah-pendidikan/207023-tutorial-menyusun-makalah.html, diunduh pada 5 Mei 2014).  Struktur makalah terdiri dari (1) lembar judul yang memuat judul makalah, nama penyusun dan NIM-nya (dapat kelompok), nama dan tempat perguruan tinggi, dan tahun; (2) Lembar pengesahan (tidak mesti ada)[4]; (3) kata pengantar; (4) daftar isi; (5) daftar gambar (jika ada); (6) daftar tabel (jika ada);  dan (7) Tubuh makalah yang terdiri atas (a) Pendahuluan yang menjadi terbagi menjadi subbab (i) latar belakang, (ii) ruang lingkup, (iii) maksud dan tujuan penulisan;[5] (b) pembahasan; dan (c) penutup yang terbagi menjadi (i) kesimpulan dan (ii) saran; (8) daftar pustaka.[6]
Untuk menyusun makalah, masih menurut situs yang sama, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memelajari atau mencari topik makalah yang akan kita tulis. Kedua, menyusun pola pikir. Penggunggah tulisan di laman itu tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan poin kedua ini, tapi menurut penyusun makalah ini adalah menentukan pola pikir yang ilmiah. Langkah ketiga adalah mencari sebanyak-banyaknya referensi tentang topik tersebut. Terakhir, dan langkah ini tidak disebutkan oleh si penulis situs tersebut, tentu saja menyusun makalah itu dengan memerhatikan sistematika makalah, penggunaan bahasa yang baik dan benar, penerapan kalimat yang tepat, lugas,  dan efektif sehingga tidak membingungkan pembaca.    



Untuk memudahkan mencari referensi, jangan lupakan yang namanya kartu data. Kartu data adalah secarik kertas berukuran kira-kira sebesar kartu pos. Di kartu data kita tuliskan penulis, tahun terbit, judul, tempat terbit, dan penerbit, halaman yang dikutip, dan apa yang kita kutip dari buku tersebut. Misalnya kita hendak mencari definisi prosa itu apa kemudian kita tuliskan apa yang kita dapatkan di kartu data yang bentuknya dapat dilihat di gambar berikut: 





7.       Menyusun Esai
Di kebudayaan Barat, esai adalah tinjauan analitis terhadap karya kreatif prosa (Munsyi, 2012: 128). Itu sebabnya mengapa kamus-kamus memberikan definisi yang mirip dengan pengertian yang diberikan oleh Munsyi itu. Ini dapat dilongok pada definisi esai yang diberikan Merriam-Webster’s Dictionary, yakni an analytic or interpretative literary composition usually dealing with its subject from a limited or personal point of view (http://www.merriam-webster.com/dictionary/essay, diunduh pada 6 Mei 2014), atau makna esai yang diperikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia, karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya (http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh pada 6 Mei 2014). Jadi, esai terkait dengan kritik terhadap karya sastra. Bahkan, esai dianggap sebagai bagian dari genre sastra yang non-imajinatif sebagaimana diungkapkan oleh Sumardjo dan Saini KM (1994: 17).
Namun, dalam perkembangan berikutnya, yang disebut esai juga membabat semua ladang pengetahuan yang dibahas secara kritikal dalam sebuah tulisan yang analitis, spekulatif, dan interpretatif, menyangkut masalah yang aktual dan faktual (Munsyi: 2012: 128). Ini selaras dengan pengertian yang diberikan oleh Oxford Dictionary bahwa yang dimaksud dengan esai adalah a short piece of writing on a particular subject (http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/essay?q=essay, diunduh pada 6 Mei 2014).
Mengapa dalam makalah ini esai dianggap sebagai karya tulis ilmiah? Karena penulisan esai pun sama seperti penulisan makalah, yakni harus menggunakan rujukan untuk mendukung gagasan yang kita usung. Esai adalah tulisan yang berisi opini atau pendapat kita. Esai adalah bentuk langsung dari opini (Munsyi, 2012: 129). Tapi, pengungkapan pendapat ini haruslah diutarakan secara jelas, ringkas, sistematis, dan didukung oleh fakta. Sebagai tulisan yang kritis, yakni opini pribadi, yang memosisikan diri pada pertimbangan-pertimbangan objektif, esai memberikan pengetahuan populer yang dibutuhkan pembaca: membuat pembaca merasa diperkaya pengetahuannya atas hal-hal yang belum atau bahkan tidak diketahuinya (Munsyi, 2012: 129). Selain sebagai tugas kuliah, esai biasanya hadir di media massa seperti koran. Karena ruang yang tersedia di media pers sangat terbatas, pengetahuan yang disajikan melalui esai memang tidak perlu berpanjang-panjang.
Sebelum masuk ke pembahasan penulisan esai, penulis ingin mengulas tentang gagasan yang menjadi judul makalah ini. Gagasan adalah pesan dalam dunia batin seseorang yang hendak disampaikan kepada orang lain. Gagasan itu dapat berupa pengetahuan, pengamatan, pendapat, renungan, pendirian, keinginan, perasaan, emosi, dan sebagainya. (Widyamartaya, 1990: 9). Penyampaian atau pengungkapan gagasan itu mengambil bentuk khusus yang terdiri atas empat bentuk, yakni penceritaan, pelukisan, pemaparan, dan pembahasan.
Penceritaan atau narasi bertujuan menyampaikan gagasan dalam urutan waktu atau dalam rangka waktu dengan maksud menghadirkan di depan mata angan-angan pembaca serentetan peristiwa yang biasanya memuncak pada suatu kejadian utama. Pelukisan atau deskripsi bertujuan menyampaikan gagasan dalam urutan atau rangka ruang dengan maksud untuk menghadirkan di depan mata angan-angan pembaca segala sesuatu yang dilihat, didengar, dicecap, diraba, atau dicium oleh pengarang yang biasanya berkisar pada kesan utama tentang sesuatu yang dicerap pancaindra itu. Pemaparan atau eksposisi bertujuan menyampaikan gagasan yang berupa fakta-fakta atau hasil-hasil pemikiran dengan maksud untuk memberitahukan atau menerangkan sesuatu (misalnya masalah, manfaat, jenis, proses, rencana, dan langkah-langkah). Pembahasan atau argumentasi bertujuan menyampaikan gagasan berupa data, bukti, hasil penalaran, dan sebagainya denagn maksud untuk meyakinkan pembaca tentang kebenaran pendirian atau kesimpulan pengarang untuk memperoleh kesepakatan pembaca tentang maksud pengarang (Widyawartaya, 1990: 10). Jadi, saat ada gagasan di dalam kepala kita, tentang berbagai hal, dan kita ingin menyampaikan pada orang lain dalam bentuk tulisan, kita harus tentukan gagasan kita itu akan berbentuk apa, narasi, deskripsi, eksposisi, atau argumentasi.
Kini saatnya membahas bagaimana menulis esai. Ada dua hal yang perlu diketahui untuk menyusun makalah, yaitu struktur esai dan langkah-langkah membuat esai. Berikut ini akan penulis ulas kedua hal tersebut yang disarikan dari situs www.duniaesai.com (diunduh pada 6 Mei 2014).
Struktur sebuah esai, sebagaimana sudah dikatakan, itu pendek. Pada dasarnya sebuah esai minimal terdiri atas lima paragraf. Pada paragraf pertama penulis harus memperkenalkan topik yang akan dikemukakan, berikut tesisnya. Yang dimaksud tesis di sini bukanlah karya tulis tingkat magister, tapi pernyataan atau teori yang didukung oleh argumen yang dikemukakan dalam karangan (http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh pada 6 Mei 2014). Tesis ini harus dikemukakan dalam kalimat yang singkat dan jelas, sedapat mungkin pada kalimat pertama. Selanjutnya pembaca diperkenalkan pada tiga paragraf berikutnya yang mengembangkan tesis tesebut dalam beberapa subtopik.
Paragraf kedua hingga keempat disebut tubuh dari sebuah esai yang memiliki struktur yang sama. Kalimat pendukung tesisdan argument-argumennya dituliskan sebagai analisis dengan melihat relevansi dan relasinya dengan masing-masing subtopik.
Paragraf kelima atau terakhir merupakan paragraf kesimpulan. Tuliskan kembali tesis dan subtopik yang telah dibahas dalam paragraf pertama hingga keempat sebagai sebuah sintesis untuk meyakinkan pembaca.
Selanjutnya adalah langkah-langkah membuat esai. Masih dari situs yang sama, langkah-langkah membuat esai adalah (1) memilih topik, (2) tentukan tujuan, (3) tuliskan minat, (4) evaluasi topik yang potensial, (5) membuat outline atau kerangka karangan, (6) menuliskan tesis, (7) menuliskan tubuh esai, (8) menulis paragraf pertama, (9) menuliskan kesimpulan, dan (10) memberikan sentuhan akhir. Langkah-langkah tersebut akan dijabarkan di bawah ini.
Pada langkah pertama, jika topik sudah ditentukan, pikirkan tipe naskah apa yang akan ditulis. Apakah berupa tinjauan umum, atau analisis topik secara khusus? Jika hanya tinjauan umum, langkah selanjutnya dapat diteruskan. Tapi, jika ingin melakukan analisis khusus, topik yang dipilih harus benar-benar khusus. Jika topik masih terlalu umum, topik tersebut dapat dipersempit. Misalnya topik tentang sastra itu masih umum. Jika akan membuat esai yang tinjauan umum (overview) topik ini sudah tepat. Tapi bila ingin membuat analisis yang singkat, kita dapat mempersempit topik itu menjadi, misalkan, “Kebohongan dan Kebenaran dalam Sastra,” “Seksualitas dalam Sastra,” dan sebagainya.
Langkah kedua adalah tentukan tujuan esai yang akan ditulis. Apakah untuk meyakinkan orang agar memercayai apa yang penulis percayai? Menjelaskan bagaimana melakukan hal-hal tertentu? Mendidik pembaca tentang seseorang, ide, tempat, atau sesuatu? Topik apa pun yang dipilih harus sesuai dengan tujuan.
Langkah ketiga adalah tuliskan minat atau subjek yang menarik minat kita. Semakin banyak subjek yang akan ditulis, semakin baik. Apa yang menarik minat? Lihatlah ke sekeliling, mungkin ada beberapa hal yang menarik untuk dijadikan topik.
Berikutnya, langkah keempat, evaluasi topik yang potensial. Barang kali beberapa topik sudah didapat. Pertimbangkanlah topik-topik tersebut masing-masing. Jika tujuannya mendidik, kita harus benar-benar memahami dan menguasai topik itu. Jika tujuannya meyakinkan, topik tersebut harus benar-benar menggairahkan. Yang terpenting adalah seberapa banyak ide yang dimiliki untuk topik yang dipilih. Kemudian, sebelum masuk ke langkah berikutnya, tentukan bentuk naskah yang akan ditulis.
Di langkah kelima kita mulai membuat kerangka karangan atau outline. Tujuannya adalah meletakkan ide-ide pokok tentang topik dalam naskah di dalam sebuah format yang terorganisir. Caranya adalah dengan (1) mulailah dengan menulis topik di bagian atas, (2) tuliskan angka romawi I, II, III dan seterusnya di sebelah kiri dengan jarak yang cukup lebar, (3) tuliskan garus besar ide tentang topik yang dimaksud, (4) pada masing-masing angka romawi, tuliskan A, B, C, dan seterusnya menurun di sisi kiri. Tuliskan fakta atau informasi yang mendukung tema.
Kemudian tuliskanlah tesis. Ini langkah keenam. Suatu pernyataan tesis mencerminkan isi esai dan poin penting yang akan disampaikan oleh penulis. Pernyataan tesis terdiri dari dua bagian: (a) bagian pertama menyatakan topik, (b) bagian kedua menyatakan poin-poin dari esai kita.
Langkah ketujuh, menuliskan esai, adalah bagian yang paling penting dan menyenangkan dari penulisan esai. Di langkah ini kita dapat menggambarkan dan memberikan argumentasi dengan lengkap untuk topik yang telah dipilih. Masing-masing ide pada outline akan menjadi satu paragraf dari tubuh tesis.
Di langkah berikutnya, langkah kedelapan, mulailah menulis paragraf pertama. Caranya adalah mulailah dengan menarik perhatian pembaca, mulai dengan informasi yang nyata dan terpercaya, atau mulai dengan anedot atau lelucon, atau gunakan dialog dalam dua atau tiga kalimat antara beberapa pembicara untuk menyampaikan poin kita. Kemudian, tambahkan satu atau dua kalimat yang akan membawa pembaca pada pernyataan tesis kira, lalu tutup paragraf dengan pernyataan tesis kita.
Setelah selesai menulis tubuh esai, langkah kesembilan adalah menuliskan kesimpulan. Kesimpulan adalah rangkuman dari poin-poin yang telah dikemukakan dan memberikan sudut pandang akhir kita selaku penulis pada pembaca. Tuliskan dalam tiga atau empat kalimat yang menggambarkan pendapat atau perasaan kita tentang topik yang dibahas. Akan tetapi, jangan menulis ulang sama persis seperti di tubuh esai. Anekdot pun dapat dipakai untuk menutup esai.
Langkah terakhir adalah memberi sentuhan akhir. Di tahap ini kita teliti paragraf mana yang paling kuat, kita teliti format penulisan, kita teliti tulisan, kita pertanyakan apakah yang disampaikan masuk akal atau tidak? Apakah antara satu kalimat dengan kalimat lainnya mengalir dengan halus dan lancar? Kemudian kita teliti kembali penulisan dan tata bahasa yang digunakan. Dengan kata lain, di tahap ini kita melakukan revisi dan penyuntingan.
Sayangnya, kesepuluh langkah yang telah disebutkan di atas melupakan satu hal. Yakni, pengutipan atau referencing. Esai dalam media massa mungkin tidak perlu mengutip sumber-sumber lain. Namun, dalam dunia akademis, esai perlu mengutip dari sumber-sumber lain. Mengapa? Karena gagasan yang kita bangun tidak semata berasal dari pemikiran kita sendiri, tapi dibangun dan terpengaruh oleh pemikiran atau gagasan orang lain. Alasan yang lain dikemukakan dalam situs Monash University adalah “referencing helps create a map of knowledge, a web of pathways in knowledge; and each researcher helps extend that knowledge. It means that we don't have to find out everything for ourselves all over again; we don't have to reinvent the wheel. In effect, referencing multiplies knowledge exponentially. To share knowledge effectively we need to be open about the knowledge we have gained from other sources. We need to make it easy for the reader to locate and examine our sources. (http://www.monash.edu.au/lls/llonline/writing/general/reference/1.xml, diunduh pada 6 Mei 2014).
Jadi, menulis esai adalah membagi pengetahuan kepada pembaca. Kita pun harus terbuka untuk mengakui bahwa pengetahuan yang kita dapatkan kita peroleh dari sumber lain dengan cara kita kutip sumber-sumber pengetahuan itu dan mengutip sumber rujukan akan membuat peta sebuah pengetahuan. Tentang bagaimana cara mengutip akan dibahas pada bagian selanjutnya.          
8.       Bagaimana Cara Mengutip
Di dalam dunia tulis menulis karya ilmiah, ada berbagai sistem pengutipan. Setidaknya ada sembilan cara atau gaya mengutip sumber, yakni (1) Harvard Citation Style, (2) Chicago Style, (3) Turabian Style, (4) Vancouver Citation Style, (5) American Psychological Asssocation (APA) Style, (6) Modern Language Association (MLA) Style, (7) American Medical Association (AMA) Style, (8) British Standard (numeric) system, dan (9) Oxford Referencing System. Keseluruh sistem itu dipakai oleh berbagai perguruan tinggi, tergantung pada latar belakang keilmuan dan tradisi yang dianutnya. Jadi, seorang akademisi biasanya menggunakan sistem pengutipan tergantung pada latar belakang keilmuannya. Pada umumnya, disepakati bahwa Harvard Citation Style dipakai di dalam bidang ilmu humaniora, penulisan ilmiah populer, dan karya tulis akademik secara umum; APA digunakan pada bidang ilmu psikologi, pendidikan, dan ilmu-ilmu sosial lainnya; MLA diterapkan pada bidang ilmu sastra, seni, dan humaniora; AMA hadir dalam bidang ilmu kedokteran, kesehatan, dan ilmu-ilmu biologi; Turabian digunakan oleh berbagai bidang ilmu; dan Chicago dipakai untuk semua disiplin ilmu (Putra, 2011: 56- 57).
Dalam hemat penulis, sistem pengutipan yang paling mudah adalah Harvard Citation Style atau yang juga dikenal dengan Harvard System. Berikut ini akan dibeberkan bagaimana mengutip dengan menggunakan Harvard System seperti yang dikemukakan oleh Wray dan Bloomer (2006: 225).
Untuk mengutip sebuah buku:
  Nama belakang penulis (tahun terbit) misal: Wardaugh (1993)
Atau jika ada halaman
(nama belakang penulis tahun: halaman. Misal: (Wardaugh 1993: 64)
Untuk menulis di pustaka acuan:
Nama belakang penulis, inisial nama depan. (tahun terbit) judul buku. Tempat terbit: Penerbit.
Wardaugh, R. (1993) Investigating Language. Oxford: Blackwell.

Akan tetapi, di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, penggunaan Harvard System ini ada sedikit perbedaan. Ini tampak dalam makalah yang ditulis Lauder (c2010) yang mengemukakakan bahwa untuk mengutip, baik langsung maupun taklangsung didahului oleh nama penulis beserta tahun dan nomor halaman seperti:
Pengarang
(tahun: halaman)
mengatakan
mengemukakan
menemukan
melaporkan
bahwa
34, 6 Kg nitrogen di udara ternyata diolah oleh pepohonan

Atau
diketahui
ditemukan
dilaporkan
bahwa
34, 6 Kg nitrogen di udara ternyata diolah oleh pepohonan
(pengarang, tahun: halaman)

Untuk menyusun bibliografi atau pustaka acuan di FI UI caranya adalah sebagai berikut:
Nama keluarga, Nama kecil. Tahun Terbit. Judul Karya. Tempat Terbit. Penerbit.

Karena pernah menimba ilmu di FIB UI, dengan sendirinya penulis makalah ini memakai Harvard System dengan pola yang diterapkan di almamater penulis. Makalah ini pun menerapkan sistem yang dianut oleh FIB UI itu.
9.       Menghindari Plagiarisme 
Plagiarisme adalah pencurian kata-kata dan gagasan orang lain. Plagiarisme terjadi ketika seseorang mengklaim (atau tampaknya mengklaim) bahwa suatu ide, atau bentuk pengungkapannya, adalah milik sendiri, padahal kenyataannya adalah milik orang lain (Wray dan Bloomer, 2006: 237). Di Indonesia kegiatan ini lebih populer disebut plagiat yang definisinya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri, misalkan menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan (http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh pada 5 Mei 2014).
Ditilik dari etimologi, kata plagiat berasal dari bahasa Inggris, plagiarism yang merupakan serapan dari bahasa Latin, plagiarius, ‘penculik (anak), penjiplak.’ (Putra, 2011: 11). Terdapat beberapa bentuk dan jenis plagiat. Putra (2011: 13-14) pun membedakan bentuk dan jenis itu menjadi (1) plagiat langsung (direct plagiarism), yakni plagiator mengopi langsung sumber kata demi kata tanpa menunjukkan bahwa itu merupakan hasil kutipan dan sama sekali tidak menyebutkan siapa penulis atau pemilik karya cipta intelektualnya; (2) plagiat karena kutipannya tidak jelas atau salah kutip (vague or incorrect citation), yaitu saat penulis mengutip sumbernya hanya satu kali sehingga pembaca mengasumsikannya bahwa kalimat atau paragraf sebelumnya telah dilakukan parafrasa. Padahal, karya itu sebagian besar mengambil gagasan dari satu sumber, tetapi si penulis tidak berusaha menunjukkan sumbernya dengan jelas, dan (3) plagiat mosaik (mosaic plagiarism), ialah bentuk plagiat yang sering terjadi. Penulis secara tidak langsung menyebutkan sumbernya. Ia hanya mengubah sedikit kata dan menggantinya dengan kata-katanya sendiri, mengubah beberapa kata dalam kalimat (reworks a paragraph) dengan kata-katanya sendiri tanpa menyebutkan kredit pada si penulis asli.
Sementara itu, Wray dan Bloomer (2006: 237) membagi plagiarisme menjadi plagiarisme yang disengaja (deliberate plagiarism) dan yang tidak disengaja (accidental plagiarism).  Plagiarisme yang disengaja adalah termasuk di dalamnya menyuruh seseorang menuliskan esai untuk Anda, kemudian menyatakan bahwa karya itu adalah milik Anda sendiri atau mengopi sepotong teks dari buku, atau Internet, dengan maksud yang disengaja untuk menipu pembaca agar mengira bahwa teks tersebut adalah kata-kata Anda sendiri. Plagiarisme yang tidak disengaja, sesuai istilahnya, adalah plagiarisme yang tidak dimaksudkan untuk membuat sebuah plagiarisme. Namun, karena identik dengan plagiarisme yang disengaja, hukuman yang dijatuhkan dapat sama beratnya. Plagiarisme jenis ini dapat terjadi karena si penulis tidak memahami bagaimana cara mengutip, melupakan bahwa sebuah kalimat yang digunakannya ternyata bersumber dari orang lain, atau tidak menyadari bahwa kalimat atau frasa yang digunakannya ternyata adalah berasal dari karya orang lain.
Lantas bagaimana caranya menghindari plagiarisme? Wray dan Bloomer (2006: 238-240) menyatakan bahwa strategi untuk menghindari plagiarisme adalah dengan menggunakan acuan (referencing), membuat catatan (taking notes), dan memiliki keprigelan atau kelihaian dalam menulis (skilled writing). Senada, Putra (2011: 26-27) menyatakan bahwa untuk menghindari plagiat seseorang haruslah bersikap jujur dengan mencantumkan (a) ide atau gagasan orang lain, (b) teori orang lain, (c) temuan orang lain, (d) hasil riset orang lain, (e) ucapan langsung orang lain, (f) parafrasa informasi, (g) fakta dan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber, atau (h) statistic yang dikeluarkan lembaga atau badan tertentu. Selain itu Putra pun menjelaskan bahwa agar terhindar dari plagiat hendaknya seseorang perlu memahami, kemudian dapat menerapkan, teknik mengutip, melakukan parafrasa, dan atau meringkas gagasan/wacana.
10.   Penutup
Seperti telah dikemukakan penulis, menulis dan mengarang itu berbeda. Mengarang menhadirkan fiksi atau rekaan, sedangkan menulis menyodorkan data dan fakta. Menulis adalah kegiatan intelektual karena lebih banyak menggunakan sisi kiri dari otak kita yang antara lain tugasnya mengatur logika. Menulis adalah menuangkan gagasan atau pikiran ke dalam bentuk tulisan. Menulis, apalagi menulis karya ilmiah, bagi kalangan akademis, baik dosen maupun mahasiswa, adalah kemampuan yang wajib dikuasai. Untuk dapat menghasilkan tulisan yang bermutu, dalam artian penyampaian gagasannya jelas, sistematis, dan logis, seseorang harus dapat berpikir dengan logika atau membuat penalaran yang lurus. Untuk itu ilmu logika harus dikuasai pula. Menuangkan gagasan di pelbagai karya atau tulisan ilmiah, baik itu esai, makalah, skripsi, tesis, atau disertasi, mau tak mau, suka atau tidak suka, harus meminjam gagasan atau pendapat orang lain. Pengungkapan gagasan yang berdasarkan pemikiran orang lain ini harus dinyatakan secara jujur dengan cara menyebutkan sumbernya dan tidak mengakuinya sebagai milik sendiri. Mengakui hasil buah pikir orang lain, meski hanya sepotong kalimat, sebagai hasil pemikiran atau gagasan sendiri adalah plagiarisme. Kegiatan menjiplak ini adalah kejahatan paling keji di dalam dunia akademik. Oleh karena itu, keahlian dalam menulis, pengetahuan akan berbagai teknik pengutipan, dan sikap jujur harus mutlak dikuasai oleh insan akademis jikalau tidak ingin disebut dirinya penjiplak.      
Pustaka Acuan
Brotowidjoyo, Mukayat D. 1993. Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta: Akademika Pressindo.
http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diunduh pada Mei 2014.
http://forum.kompas.com, diunduh pada Mei 2014.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. 2013. Jakarta: Pusat Bahasa dan Gramedia
                        Pustaka Utama.
Lauder, Multamia RMT. c2010. “Genre Penulisan Ilmiah: Kiat Melaporkan Hasil Penelitian.” Makalah yang Tidak Diterbitkan. Depok: Universitas Indonesia.
Munsyi, Alif Danya. 2012. Jadi Penulis? Siapa Takut!. Bandung: Kaifa.
Putra, R. Masri Sareb. 2011. Kiat Menghindari Plagiat (How to Avoid Plagiarism): Buku Pintar bagi
                        Sivitas Akademika, Penulis, Pekerja Media, dan Industri Kreatif. Jakarta: Indeks.
Santoso, Urip. 2014. “Perbedaan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Secara Sederhana” dalam
Soekadijo, R.G. Logika Dasar: Tradisional, Simbolik, dan Induktif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sudjana, Nana. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah: Makalah-Skripsi-Tesis-Disertasi. Bandung: Sinar
                        Baru Bandung.
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suriasumantri, Jujun S. 1996. Filasafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Widyamartaya, A. 1990. Seni Menuangkan Gagasan. Yogyakarta: Kanisius.
Wray, Alison dan Aileen Bloomer. 2006. Project in Linguistics: A Practical Guide to Researching
                        Language Second Edition. London: Hodder Education.
www.duniaesai.com, diunduh pada Mei 2014.
www.merriam-webster’s.com, diunduh pada Mei 2014.
www.monash.edu.au, diunduh pada Mei 2014.
www.oxforddictionaries.com, diunduh pada Mei 2014.



[1] Bahan Kuliah Writing III Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Jakarta. Disampaikan pada 7 Mei 2014
[2] Dosen tetap Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris yang juga penulis.
[3] Kurung siku dari penulis karena penulis membedakan antara karangan dan tulisan. Dalam hemat penulis karangan adalah karya tulis yang berisi rekaan atau fiksi, sedangkan tulisan adalah karya tulis yang berisi fakta atau kenyataan. Jadi, dalam makalah ini, saat mengutip dari Brotowidjoyo (1993) penulis menggunakan istilah tulisan alih-alih karangan. Sila lihat kembali tulisan penulis yang berjudul Memahami Apa itu Menulis dan Mengarang (2014).
[4] Tanda kurung dari penulis.
[5] Penulis secara pribadi membagi tubuh makalah menjadi (1) Pendahuluan yang berisi latar belakang, maksud dan tujuan penulisan yang tidak mesti dibagi menjadi subbab, tapi cukup dalam paragraf yang berbeda, (2) permasalahan, yang berisi pokok makalah yang akan dibahas yang disampaikan dalam bentuk pertanyaan, (3) pembahasan yang merupakan jawaban dari permasalahan, dan (4) penutup atau simpulan.
[6] Penulis lebih suka menyebutnya, mengikuti pemikiran guru penulis, (Alm). Prof. Dr. Anton M. Moeliono, sebagai pustaka acuan karena daftar biasanya penulisannya diberi nomor urut, sedangkan daftar pustaka disusun berdasarkan abjad. Lagi pula pustaka acuan lebih tepat sebagai padanan dari kata bahasa Inggris reference. 

1 komentar:

cici mengatakan...

Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny

Posting Komentar