STILISTIKA DALAM KACAMATA LINGUISTIK[1]
OLEH
HILMI AKMAL, M. HUM[2]
Pendahuluan
Stilistika. Kata ini mungkin masih
terdengar asing di telinga kita. Hal itu wajar karena memang stilistika adalah
kajian yang jarang dilirik oleh orang.
Saya teringat pengalaman saya yang membuktikan argumentasi saya itu. Ketika itu saya masih berlabel mahasiswa yang tengah menyusun skripsi untuk meraih gelar sarjana di bidang sastra. Sebagai calon sarjana yang baik, saya memburu bahan-bahan penulisan skripsi saya di perpustakaan kampus saya tercinta, bukan di pasar sebab saya bukan calon sarjana pertanian yang nyambi jadi tukang sayur. Setelah menuliskan judul buku Stilistik: Satu Pengantar karya Umar Junus dan kelas buku di formulir peminjaman, saya kemudian menyerahkannya pada petugas perpustakaan. Maklum di perpustakaan kampus saya itu menggunakan sistem tertutup, jadi kita tidak bisa leluasa mencari buku sendiri. Setelah ditunggu beberapa lama, sang petugas perpus kembali membawa sebuah buku. Saya terima dengan senang hati. Tapi pupil mata saya langsung membelalak lebar selebar mata Luna Maya yang kini tengah dirundung kasus video porno. Buku itu berjudul PENGANTAR STATISTIK.
Saya teringat pengalaman saya yang membuktikan argumentasi saya itu. Ketika itu saya masih berlabel mahasiswa yang tengah menyusun skripsi untuk meraih gelar sarjana di bidang sastra. Sebagai calon sarjana yang baik, saya memburu bahan-bahan penulisan skripsi saya di perpustakaan kampus saya tercinta, bukan di pasar sebab saya bukan calon sarjana pertanian yang nyambi jadi tukang sayur. Setelah menuliskan judul buku Stilistik: Satu Pengantar karya Umar Junus dan kelas buku di formulir peminjaman, saya kemudian menyerahkannya pada petugas perpustakaan. Maklum di perpustakaan kampus saya itu menggunakan sistem tertutup, jadi kita tidak bisa leluasa mencari buku sendiri. Setelah ditunggu beberapa lama, sang petugas perpus kembali membawa sebuah buku. Saya terima dengan senang hati. Tapi pupil mata saya langsung membelalak lebar selebar mata Luna Maya yang kini tengah dirundung kasus video porno. Buku itu berjudul PENGANTAR STATISTIK.
“Pak, maaf,” kata saya pada bapak petugas perpus. “Yang saya cari
itu stilistika, bukan statistika.”
“Anda salah tulis, kali,” tukas pak
petugas, enggan mengakui kesalahannya.
“Lihat nomor kelasnya dong pak. Kan 800an. Mestinya
bapak cari di bagian sastra, bukan di rak buku-buku ekonomi,” saya tidak mau
kalah.
Si bapak petugas perpus kembali lagi
dan menghilang di balik rak-rak buku. Kemudian dia kembali, lebih cepat dari
yang tadi, dengan tangan hampa.
“Bukunya tidak ada,” katanya dengan nada datar. Hati saya pun
mencelos.
Pengalaman saya itu menunjukkan bahwa stilistika adalah memang
“makhluk” yang jarang dibelai oleh akademisi di Indonesia sehingga petugas
perpustakaan tadi pun mengira bahwa saya salah menulis judul buku. Buku-buku
stilistika yang terbit dalam bahasa Indonesia pun bisa dihitung dengan jari.
Dalam pengamatan saya, yang tentunya terbatas, buku-buku yang khusus membahas
stilistika hanya ada tiga, yakni Bunga
Rampai Stilistika karangan Panuti Sudjiman (1993), Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra karya
Aminuddin (1995), dan yang paling mutakhir adalah karya Nyoman Kutha Ratna yang
bertajuk Stilistika: Kajian Puitika
Bahasa, Sastra, dan Budaya (2009). Karya terjemahan dalam bahasa Indonesia
tentang stilistika dalam catatan saya hanya ada satu judul, yaitu Stilistika dan Pengajaran Sastra (1997)
karya H.G. Widdowson yang diterjemahkan oleh Sudijah, sedangkan buku karya Umar
Junus yang gagal saya dapatkan dari perpus saya itu terbit dalam bahasa Melayu
di Malaysia di tahun 1989.
Untuk buku-buku stilistika yang terbit dalam bahasa Inggris,
jumlahnya melebihi buku terbitan dalam bahasa Indonesia. Sangat banyak sehingga
tidak bisa saya sebutkan semuanya. Akan tetapi, saya bisa menyebutkan di
antaranya, yakni Linguistics and
Literature: An Introduction to Literary Stylistics karya Chapman (1973), Style in Fiction: A Linguistics Introduction
to English Fictional Prose karangan duet Leech dan Short (1981), dan The Language of Literature: A Stylistics
Introduction to the Study of Literature buah pena kerja sama Cummings dan
Simmons (1983). Untuk dekade 1990-an ada Stylistics
yang dikarang Bradford (1997) dan di era
2000-an, tepatnya tahun 2002, juga terbit buku dengan judul yang sama, Stylistics, tetapi ditulis oleh Verdonk.
Di tahun itu pula muncul Stylistics: A
Practical Coursebook yang disusun oleh Wright dan Hope. Yang paling
mutakhir adalah Stylistics: A Resource
Book for Students susunan Simpson (2004).
Menyadari bahwa tidak, atau belum, populernya stilistika, kali ini
saya ingin membahas stilistika dari sudut pandang linguistik. Untuk menghindari
kebosanan dalam membaca, dalam makalah ini saya akan gunakan gaya bahasa yang popular tapi tetap ilmiah.
Pengertian dan
etimologi Stilistika
Ada beberapa definisi stilistika (stylistics) yang akan saya uraikan. Yang
pertama definisi dari guru saya, Harimurti Kridalaksana. Dalam karyanya Kamus Linguistik (2009: 227), beliau
mendefinisikan stilistika sebagai (1) ilmu yang menyelidiki bahasa yang
dipergunakan dalam karya sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dan
kesusastraan; (2) penerapan linguistik pada penelitian gaya bahasa. Ratna (2009: 10) mengurai
definisi stilistika yang mirip dengan definisi dari Kridalaksana. Dia uraikan
stilistika sebagai (1) ilmu tentang gaya bahasa; (2) ilmu interdisipliner
antara linguistik dan sastra; (3) ilmu tentang penerapan kaidah-kaidah linguistik
dalam penelitian gaya bahasa; (4) ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam
karya sastra; dan (5) ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra
dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahannya sekaligus latar belakang
sosialnya. Sementara itu, Matthews (1997: 357) memberikan definisi stilistika
sebagai the study of style in language;
of variations in usage among literary and other text (kajian tentang gaya dalam bahasa; telaah
tentang berbagai variasi penggunaan [bahasa] dalam teks susastra dan teks
lainnya). Aminuddin (1995: 3) menyebut stilistika sebagai bidang kajian yang
mempelajari dan memberikan deskripsi sistematis tentang gaya bahasa. Zaidan dan kawan-kawan (1994:
193) memberikan definisi stilistika sebagai ilmu yang meneliti penggunaan
bahasa dan gaya
dalam karya sastra, sedangkan menurut Chapman
(1973: 11), stilistika adalah the
linguistic study of different style.
Agar Anda tidak mabuk melihat
definisi stilistika yang begitu banyak saya sampaikan, dapat saya simpulkan bahwa
stilistika adalah bidang interdisipliner antara linguistik dan sastra yang
mengkaji penggunaan bahasa dan gaya
bahasa dalam karya sastra. Mudah-mudahan dengan simpulan itu Anda menjadi
mafhum apa itu stilistika. Akan tetapi, apakah Anda tahu stilistika itu berasal
dari kata apa? Saya anggap Anda menggelengkan kepala Anda. Baik saya akan
uraikan kata stilistika secara etimologis.
Kata stilistika merupakan padanan
dari bahasa Inggris stylistics. Akar
kata stylistics sendiri adalah style yang dalam bahasa Indonesia
berpadanan dengan gaya.
Kata style itu sendiri beradal dari
kata stilus, sebuah kata dalam bahasa
Latin yang artinya alat berujung runcing yang digunakan untuk menulis di atas
bidang berlapis lilin. Orang yang dapat menggunakan alat tersebut secara baik
disebut stilus exercitos, sedangkan
bagi yang tidak disebut stilus rudis.
Kata stilus ini kemudian diartikan
bermacam-macam, antara lain menggores, melukai, menembus, menusuk bidang datar
sebagai alas tulis. Makna stilus
kemudian diartikan sebagai gaya
bahasa yang berfungsi sebagai penggunaan bahasa yang khas (Ratna, 2009: 8).
Kedudukan Stilistika dalam Linguistik
Bagaimana kedudukan stilistika dalam
linguistik? Untuk menjawab pertanyaan itu ada baiknya melihat gambar
pembidangan linguistik yang dibuat oleh Kridalaksana (1997: 12) berikut ini:
Dari
gambar tersebut Pak Hari, panggilan akrab dari Harimurti Kridalaksana, membagi
linguistik menjadi dua bidang besar, yakni (1) Mikrolinguistik dan (2) Makrolinguistik. Mikrolinguistik adalah bidang linguistik yang memelajari bahasa dari dalamnya, atau dengan kata lain memelajari struktur bahasa itu sendiri. Makrolinguistik ialah bidang linguistik yang mengkaji bahasa dalam
hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, termasuk di dalamnya bidang interdisiplin
dan bidang terapan. Dari
gambar tersebut pun jelas bahwa stilistika termasuk bidang interdisipliner atau
bidang penelitian bahasa yang bahannya maupun
pendekatannya menggunakan dan dipergunakan oleh ilmu
lain. Dengan memerhatikan gambar tersebut dan berbagai definisi yang telah saya
berikan tentang stilistika, dapat disimpulkan bahwa stilistika merupakan
jembatan antara studi atau kajian linguistik dan susastra.
Peran Linguistik dalam Mengkaji
Sastra
Pada awalnya, menurut
Trask (1999: 297-298), terdapat jurang yang tidak terjembatani antara ilmu
linguistik dan susastra. Kedua bidang ilmu itu saling cuek bebek, tidak mau
saling memerhatikan. Akan tetapi, keadaan kemudian berubah dan sejumlah sarjana
mencoba menerapkan teknik-teknik analisis linguistik teoretis untuk menjelaskan
dan mengkaji aspek-aspek estetis bahasa dalam karya sastra.
Kemudian, barang kali, timbul pertanyaan dari
Anda, bagamana peran linguistik dalam mengkaji karya sastra? Dalam tataran
linguistik apa sajakah karya sastra dapat dikaji? Baik, saya akan coba jawab
pertanyaan-pertanyaan itu. Sebaiknya saya akan jawab yang pertanyaan kedua dulu.
Karya sastra, secara stilistis, dapat dikaji dari semua tataran linguistik,
yakni fonetik/fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik (lihat
Sudjiman, 1993: 4). Dari segi fonetik/fonologi, sebuah puisi bisa dikaji dari
persamaan bunyinya atau menurut Cummings dan Simmons (1983) dapat dianalisis
dari konsonan dan vokal. Dari segi morfologi atau sintaksis dapat dianalisis
tata bahasa suatu karya sastra (Cumming dan Simmons, 1983). Sebagaimana
diketahui, yang disebut tata bahasa atau grammar
sejatinya adalah morfologi atau sintaksis. Sebuah karya sastra pun dapat dikaji
maknanya, apa makna yang terkandung dalam sebuah karya sastra. Ini tentunya
merupakan ranah dari semantik. Dialog-dialog dalam prosa atau drama pun bisa
dianalisis secara kebahasaan. Ini merupakan wilayah garapan dari pragmatik.
Nah, setelah pertanyaan kedua itu terjawab, maka pertanyaan pertama pun
terjawab sudah. Peran linguistik dalam mengkaji karya sastra adalah dengan
memberikan teori-teori bahasa yang telah dihasilkannya untuk mengkaji sebuah
karya sastra.
Lantas bagaimana mengkaji sebuah karya dengan
memakai stilistika sebagai pendekatannya? Pertanyaan itu akan saya jawab pada
bagian berikutnya.
Analisis Prinsip Kerja Sama dalam Novel
dan Drama Inggris, Sebuah Contoh Telaah Stilistika
Judul bagian ini memang tampak seperti sebuah
judul skripsi atau tesis. Kalau Anda berpikir demikian, seratus ribu buat Anda.
Pada bagian ini saya akan memberikan contoh bagaimana stilistika bekerja, bagaimana
sebuah teori linguistik dapat diterapkan dalam mengkaji sebuah karya sastra.
Dalam penelitian sastra, biasanya yang dilakukan
adalah meneliti terlebih dahulu bagian intrinsik dari karya yang diteliti. Jika
yang diteliti adalah novel, misalnya, maka kita bisa menentukan apakah yang
akan dianalisis adalah tokoh, penokohan, alur cerita, atau latar belakang.
Setelah bagian intrinsik dianalisis kemudian baru bagian entrinsik yang
ditelaah. Di sinilah berbagai pendekatan atau teori sastra digunakan. Jika
ingin meneliti latar sosial yang ada dalam karya tersebut, maka dipakailah
teori sosiologi sastra. Apabila yang mau dikaji adalah masalah kejiwaan
tokoh-tokohnya, maka yang dipergunakan adalah teori psikologi sastra. Akan
tetapi, di bagian ini saya akan skip
meneliti intrinsik karya sastra. Saya akan langsung masuk ke entrinsiknya,
yaitu analisis stilistika.
Yang akan saya jadikan contoh adalah Novel For Whom the Bell Tolls yang saya kaji sebagai skripsi untuk meraih
gelar sarjana sastra. Pada novel karya Hemingway ini saya tertarik untuk menelaah
percakapan antartokoh, baik tokoh utama maupun bawahan, yang ada di dalamnya.
Menurut Leech dan Short (1981) untuk meneliti percakapan yang ada di dalam
suatu karya fiksi dapat menggunakan pendekatan pragmatik. Pragmatik sendiri
merupakan cabang linguistik yang mengkaji makna bahasa yang terikat konteks di
dalam penggunaan bahasa. Dalam pragmatik ada sebuah prinsip yang dicetuskan
oleh H. P. Grice yang diberi nama Prinsip Kerja Sama (Cooperative Principle). Pada paragraf-paragraf berikut saya akan
jelaskan apa itu Prinsip Kerja Sama.
Menurut
Grice (1975) ketika orang-orang saling bertutur, sebaiknya mereka mematuhi
sebuah prinsip yang disebutnya sebagai Prinsip Kerja Sama. Dalam prsinsip
tersebut ada empat maksim yang harus ditaati oleh peserta tuturan. Maksim
tersebut adalah (1) maksim kuantitas (maxim
of quantity), (2) maksim kualitas (maxim
of quality), (3) maksim relevansi atau hubungan (maxim of relevance), dan maksim cara (maxim of manner). Setiap maksim memiliki dalil atau aturan. Maksim
kuantitas mengharuskan penutur memberikan kontribusi yang secukupnya kepada
petutur atau mitra tuturnya. Maksim kualitas mewajibkan peserta tuturan
mengatakan hal yang sebenarnya. Maksim relevansi menetapkan setiap peserta
tuturan memberikan kontribusi yang relevan dengan situasi pembicaraan,
sedangkan berbicara langsung, lugas dan tidak taksa merupakan hal-hal yang
diwajibkan dalam maksim cara.
Akan tetapi, sering kali orang tidak mematuhi atau
melanggar maksim-maksim tersebut. Ketika terjadi pelanggaran maksim-maksim itu,
terciptalah apa yang disebut dengan implikatur percakapan. Implikatur adalah
makna yang tidak diucapkan tetapi dikomunikasikan dalam tuturan. Dengan kata
lain dalam implikatur terkandung makna yang tersirat. Berikut ini adalah contoh analisis stilistika. Di novel tersebut
ada percakapan begini:
“Let me
see thy hand,” the woman said. Robert Jordan put his hand out and the woman
opened it, held it in her own big hand, rubbed her thumb over it, and looked at
it, carefully, then dropped it. She stood up. He got up too and she looked at
him without smiling.
“What did you see in it?” Robert
Jordan asked her. “I don’t believe in it. You won’t scare me.”
“Nothing,” she told him. “I saw
nothing in it.”
“Yes you did. I am only curious. I do not
believe in such things.”
“In what do you believe?”
“In many things but not in that.”
“In what?’
“In my work.”
“Yes, I saw that.”
“Tell me what else you saw.”
“I saw nothing else.”
Percakapan di atas terjadi antara seorang
perempuan (she) bernama Pilar dengan
Robert Jordan. Pilar memiliki kemampuan seperti paranormal yang bisa mengetahui
nasib seseorang. Tuturan Pilar yang mengatakan “I saw nothing else” melanggar
maksim kualitas karena dia berbohong. Implikaturnya adalah dia melihat sesuatu
yang buruk akan menimpa diri Robert Jordan tapi dia tidak mau mengatakannya.
Pustaka Acuan
Aminuddin. 1995. Stilistika:
Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra.
Semarang: Ikip Semarang Press.
Chapman, Raymond. 1973. Linguistics
and Literature: An Introduction to Literary
Stylistics. London: Edward
Arnold.
Cummings, Michael dan Robert Simmons. 1983. The Language of Literature: A Stylistics
Introduction to the Study of Literature. Oxford: Pergamon Press.
Grice, H.P. 1975. “Logic and Conversation”. Dalam P. Cole dan J. L. Morgan
(ed.). Syntax and Semantics. Vol.
III: Speech Acts. New York: Academic Press.
Kridalaksana, Harimurti. 1997.
“Pendahuluan” dalam Djoko Kentjono (peny.).
Dasar-dasar Linguistik Umum. Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
___________________.
2009. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Leech, Geoffrey
N. dan Michael Short. 1981. Style in
Fiction: A Linguistic Introducion to
English
Fictional Prose. New York: Longman.
Mathews, Peter.
1997. The Concise Oxford Dictionary of Linguistics. Oxford: Oxford
University Press.
Ratna, Nyoman
Kutha. 2009. Stilistika: Kajian Puitika
Bahasa, Sastra, dan Budaya.
Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sudjiman,
Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika.
Jakarta:
Grafiti.
Trask, R.L.
1999. Key Concepts in Language and
Linguistics. London:
Routledge.
Zaidan, Abdul
Rozak, Anita K. Rustapa, dan Hani’ah. 1994. Kamus
Istilah Sastra:
Jakarta:
Balai Pustaka.
[1] Disampaikan dalam Seminar Stilistika: Mengurai Keterkaitan Antara
Bahasa dan Sastra, di ruang teater lantai 1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 9 Juni 2010 dalam rangka Peringatan
1 Tahun Linguistics Club.
[2] Pendiri dan sekaligus Ketua Dewan Presidium Linguistics Club yang
juga dosen tetap di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Adab dan
Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
3 komentar:
Assalamu alaikum,, saya Dian, Mahasiswa semester 7 prodi sastra Inggris. Materi Stilistikanya sangat menarik, hingga terbersit keinginan untuk menjadikannya sebagai teori judul saya. Namun Pak, yang saya ingin tanyakan, apakah materi stilistika ini sudah banyak yang mengkajinya? karena saya sangat kesulitan mencari 'previous study-nya'?
mohon ijin copy
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny
Posting Komentar