just write

just write

Grammar itu Makanan Gue!

Sabtu, 21 Maret 2015



GRAMMAR ITU MAKANAN GUE!

oleh Hilmi Akmal


Kalimat sergahan itu berasal dari seorang kenalan sebagai balasan pertanyaan saya, “Apa Anda bisa?” Sebelumnya, dia bertanya pada saya apakah ada terjemahan yang bisa dikerjakannya.
Saya mengenalnya sebagai sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi dan guru bahasa Inggris di beberapa kursus. Setahu saya mata kuliah yang biasa diasuhnya terkait dengan language skills termasuk grammar. Saya balas pertanyaannya dengan pertanyaan karena saya tidak pernah melihat si dosen itu membaca atau menenteng buku lain selain buku-buku English Grammar. Rupanya pertanyaan saya dianggapnya sebagai bentuk peremehan dan saya pun disergah dengan kalimat interjeksi yang saya jadikan judul tulisan ini.
Padahal, bukan maksud dan niat saya meremehkan kolega saya itu, tapi apakah hanya dengan menguasai grammar thok kita sudah bisa menerjemahkan? Jawabnya bisa. Bisa kaku terjemahan yang kita buat. Lantas, apa saja yang harus dipenuhi tuk jadi seorang penerjemah yang mumpuni?    Sebelum menjawab pertanyaan itu, sebaiknya kita memahami apa itu penerjemahan. Catford (1965) mendefinisikan penerjemahan sebagai “the replacement of textual material in one language by equivalent tetxtual material in another language. Menurut Newmark (1988) penerjemahan adalah “rendering the meaning of a text into another language in the way that the author intended,” sedangkan Hoed, dalam bukunya Penerjemahan dan Kebudayaan (2006), menjelaskan kata dasar terjemah berasal dari bahasa Arab tarjammah yang berarti ihwal pengalihan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Penerjemahan (translating) adalah kegiatan mengalihkan secara tertulis pesan teks suatu bahasa (misalnya bahasa Inggris) ke dalam teks bahasa lain (misalnya bahasa Indonesia). Dalam hal ini teks yang diterjemahkan disebut teks sumber (TSu –source text/ST) dan bahasanya disebut bahasa sumber (BSu –source language/SL), sedangkan teks yang disusun oleh penerjemah adalah disebut teks sasaran (TSa –target text/TT) dan bahasanya disebut bahasa sasaran (BSa –target language/TL). Hasil dari kegiatan penerjemahan yang berupa TSa disebut terjemahan (translation), sedangkan penerjemah (translator) adalah orang yang melakukan kegiatan penerjemahan. Tapi tidak selamanya penerjemahan dilakukan secara tulisan, ada pula penerjemahan yang dilakukan secara lisan. Orang yang melakukan kegiatan penerjemahan secara lisan disebut juru bahasa (interpreter). Dari tiga definisi tersebut, kita bisa menarik simpulan bahwa penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan pesan yang sepadan dan sesuai dengan maksud pengarang/penulis dari suatu bahasa sumber ke bahasa sasaran.
Kembali ke pertanyaan semula. Untuk menjawabnya saya akan kutip Machali (2008). Menurutnya ada dua jenis perangkat agar seseornag dapat menjadi penerjemah, yaitu (1) perangkat intelektual dan (2) perangkat praktis. Yang termasuk perangkat intelektual adalah (a) kemampuan yang baik dalam bahasa sumber, (b) kemampuan yang baik dalam bahasa sasaran, (c) pengetahuan tentang pokok masalah yang diterjemahkan,  dan (d) penerapan pengetahuan yang dimiliki. Perangkat praktis meliputi (1) kemampuan menggunakan sumber-sumber rujukan, baik yang berbentuk kamus umum biasa, kamus elektronik, maupun kamus peristilahan serta narasumber bidang yang diterjemahkan; dan (2) kemampuan menganalisis konteks suatu teks, baik konteks langsung maupun konteks tidak langsung.
            Kedua jenis perangkat itu, masih menurut Machali, dapat juga disebut modal dasar yang harus dimiliki seorang penerjemah. Jika salah satu dari modal dasar itu tidak dimiliki atau kurang, maka terjemahan yang dihasilkan dapat menampakkan berbagai kekurangan, tergantung dari kadar kemampuannya memanfaatkan perangkat di atas. Senada dengan Machali, Hoed (2000) menyatakan bahwa untuk menjadi penerjemah yang baik kita harus berupaya keras untuk menguasai BSu dan BSa. Bahkan, sebenarnya penguasaan aktif atas BSa mutlak diperlukan oleh seorang penerjemah. Jadi, kalau ingin menjadi penerjemah yang baik ke dalam bahasa Indonesia, kita harus menguasai bahasa Indonesia secara aktif dengan sebaik-baiknya. Jadi, sekali lagi, apakah hanya dengan menguasai grammar saja kita sudah bisa menjadi penerjemah yang baik? Maaf Pak Dosen Grammar, tapi itu belum cukup. Tolong jangan tersinggung.   
  

0 komentar:

Posting Komentar