just write

just write

Memahami Apa Itu Menulis dan Mengarang

Selasa, 10 Maret 2015



Memahami Apa itu Menulis dan Mengarang[1]
Hilmi Akmal[2]

1.       Paragraf Pembuka
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya seperti hewan. Perbedaan itu terletak pada kemampuan berpikir yang dimiliki manusia, kemampuannya berbahasa dan berbudaya. Dengan kemampuan berpikirnya manusia menciptakan kebudayaannya dan kebudayaan itu diturunkan ke generasi berikutnya melalui bahasa (Akmal, 2009).
  Pengertian bahasa sendiri, menurut Kridalaksana (2005: 3) adalah sistem lambang bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa bahasa yang dimaksud adalah bahasa yang berwujud lisan atau bahasa yang disampaikan melalui tuturan yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Namun, bahasa juga memiliki wujud lain, yakni wujud tulis yang merupakan hasil perkembangan budaya yang disebut bahasa tulis yang berunsur utama tulisan (Kridalaksana, 2005: 65). Bahasa sendiri merupakan sarana untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik selain matematika dan statistika (Suriasumantri, 1996: 167). Jadi, manusia berpikir dengan menggunakan bahasa dan mengungkapkan apa yang dipikirkannya juga melalui bahasa. Apakah hanya pikirannya? Tidak. Melalui bahasa pun manusia dapat mengungkapkan perasaannya, baik secara lisan maupun tulisan. Makalah ini tidak akan membahas tentang bahasa. Makalah ini akan membahas tentang salah satu dari kemahiran yang dimiliki manusia dalam kaitannya dengan bahasa, yakni menulis (writing).
2.       Apa itu menulis? Apa itu mengarang?
Menulis, sebagai salah satu kemahiran bahasa selain menyimak (listening), berbicara (speaking), dan membaca (reading), adalah kemahiran yang istimewa. Mengapa? Karena tidak semua orang dapat menguasainya. Semua orang dapat menyimak, semua orang dapat berbicara. Kedua keahlian itu dapat diperoleh manusia secara alami tanpa belajar secara khusus. Tapi menulis, dan juga membaca, adalah kemahiran yang didapatkan melalui proses pembelajaran. Sebenarnya apa itu menulis? Untuk dapat menjawab pertanyaan ini ada baiknya melongok definisi yang diberikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (2013: 1497) yang memerikan menulis sebagai (1) membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil, kapur, dan sebagainya); (2) melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan. Dari pengertian itu dapat ditangkap bahwa seseorang dapat melakukan kegiatan menulis kalau sudah menguasai satu keahlian lainnya, yaitu membaca. Jadi, membaca dan menulis adalah dua kemahiran yang saling melengkapi dan harus saling beriringan layaknya saudara kembar. Bagaimana dengan mengarang? Apa itu mengarang? Sekali lagi, cobalah kita jenguk Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus tersebut mendefinisikan mengarang sebagai menulis dan menyusun sebuah cerita, buku, sajak, dan sebagainya (2013: 624).       
   Dari dua pengertian di atas, timbul pertanyaan lagi: apakah menulis dan mengarang berbeda? Soesono (1981: 1) secara tegas mengatakan bahwa menulis dan mengarang itu berbeda. Menurutnya hasil menulis adalah karya tulis yang disusun berdasarkan tulisan dan pernyataan orang lain. Apabila karya tulis itu berisi fakta atau kenyataan, maka karya tulis itu disebut tulisan. sebaliknya, jikalau karya tulis mengandung rekaan atau ciptaan fiktif, maka ia disebut karangan. Orang yang menghasilkan tulisan disebut penulis (writer), sedangkan yang menghasilkan karangan disebut pengarang (author). 
Munsyi (2012: 2) pun senada dengan menyatakan bahwa karya tulis terbagi menjadi fiksi dan nonfiksi. Yang termasuk karya tulis fiksi cerpen, novel, drama, dan puisi, sedangkan berita, kritik, esai, kolom adalah tulisan yang termasuk karya tulis nonfiksi.
Jika boleh menambahkan, saya akan memasukkan juga karya tulis ilmiah seperti makalah, skripsi, tesis, dan disertasi ke dalam karya tulis yang nonfiksi.
3.       Manfaat Menulis
Percayakah bahwa menulis itu bermanfaat bagi kesehatan? Saya percaya. Mengapa? Karena saya pernah membaca buku tentang hal itu. Adalah James W. Pennebaker yang mengatakan demikian di dalam bukunya yang berjudul Ketika Diam Bukan Emas: Berbicara dan Menulis sebagai Terapi (2002).
Pennebaker adalah seorang ahli psikologi. Dia sampai pada kesimpulan bahwa menulis itu bermanfaat bagi kesehatan setelah melakukan riset selama belasan tahun. Orang-orang yang menjadi objek penelitiannya adalah orang-orang yang memiliki trauma. Pada orang-orang yang diminta untuk menuliskan pikiran dan perasaan mereka tentang trauma yang mereka alami, diberi tahu tentang hal berikut (Pennebaker, 2002: 52):

Saat Saudara diminta untuk masuk ke dalam ruangan tempat Saudara menulis, dan pintu sudah ditutup, saya minta Saudara menulis tanpa berhenti tentang pengalaman yang paling mengelisahkan atau paling traumatis dalam kehidupan Saudara. Saudara tidak usah terlalu memikirkan masalah tata bahasa, ejaan, atau struktur kalimat. Dalam tulisan ini, saya minta Saudara membahas pikiran dan perasaan yang terdalam dalam peristiwa tersebut. Terserah kepada Suadara untuk menulis apa saja yang Saudara inginkan. Akan tetapi, apa pun pilihan Saudara, itu haruslah yang sangat kuat yang memengaruhi Saudara. Idealnya, peristiwa itu belum pernah dibicarakan dengan orang lain secar detail. Meskipun demikian, Saudara harus membebaskan diri Saudara dan mengungkapkan emosi dan pikiran terdalam yang Saudara miliki. Dengan kata lain, tuliskan semua tentang apa yang sudah terjadi dan apa perasaan Saudara tentang hal itu. Akhirnya, Saudara bisa menulis tentang berbagai trauma yang berbeda atau trauma yang sama dalam setiap kegiatan di ruang tertutup ini. Pilihan trauma yang akan Saudara tuliskan sepenuhnya terserah Saudara.

Hasil dari penelitian itu adalah bahwa menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam tentang pikiran dan perasaan terdalam mengenai trauma yang mereka alami menghasilkan suasana hati yang lebih baik, pandangan yang lebih positif, dan kesehatan fisik yang lebih baik (Hernowo, 2003: 37). Selain itu, sebagaimana dikutip Hernowo (2003: 41), hasil penelitian itu menemukan bahwa orang-orang yang menuliskan pikiran dan perasaan terdalam mereka tentang pengalaman traumatis menunjukkan peningkatan fungsi kekebalan tubuh dibandingkan dengan orang-orang yang menuliskan masalah-masalah remeh-temeh. 
Bagi kaum hawa, bila kalian masih belum percaya bahwa menulis itu bermanfaat bagi kesehatan, simaklah apa yang dikatakan Fatimah Mermissi. Mermissi adalah seorang perempuan penulis yang lahir di Fez, Maroko pada 1940. Dia mengajar di Universitas Muhammad V setelah memelajari ilmu politik dan sosiologi di almamaternya itu. Karya-karyanya kebanyakan ditulis dalam bahasa Arab dan Perancis. Salah satu bukunya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Pemberontakan Wanita: Peran Intelektual Kaum Wanita dalam Sejarah Muslim, Mermissi menuliskan bab yang menarik yang bertajuk “Menulis Lebih Baik ketimbang Operasi Pengencangan Kulit Wajah.” Di tulisan awalnya, Mermissi langsung saja berpesan kepada para pembacanya, “Usahakan menulis setiap hari. Niscaya, kulit Anda akan menjadi segar kembali akibat kandungan manfaatnya yang luar biasa!. Dari saat Anda bangun, menulis meningkatkan aktivitas sel. Dengan coretan pertama di atas kertas kosong, kantung di bawah mata Anda akan segera lenyap dan kulit Anda akan terasa segar kembali” (Hernowo, 2003: 27).
Selain bermanfaat bagi kesehatan tubuh, ada manfaat lain dari menulis. Menulis dapat dijadikan mata pencaharian atau penambah penghasilan. Dengan kata lain, menulis dapat membuat kita menjadi lebih kaya secara finansial. Ada banyak buku kiat (how to) yang mengulas hal ini, bahkan ada yang terang-terangan menjanjikan kekayaan dari menulis. Sayangnya, para penulis buku itu tidak pernah terdengar menghasilkan buku yang menjadi best seller, bahkan belum pernah diketahui menulis buku selain bukunya tersebut yang menjanjikan angin surga itu. Akan tetapi, ada beberapa buku how to tentang penulisan yang cukup layak untuk dibaca. Yang pertama adalah Jadi Penulis? Siapa Takut! karya Alif Danya Munsyi (Kaifa, 2012), Mengarang itu Gampang buah pena Arswendo Atmowiloto (Gramedia Pustaka Utama, 2004), dan A Complete Guide for Writerpreneurship: Semua Rahasia yang Mesti Anda Ketahui Agar Sukses Jalani Profesi Penulis yang disusun oleh Kang Arul (Citra Media, 2010). Buku yang pertama ditulis oleh seorang kawakan di dalam dunia penulisan Indonesia yang telah banyak menghasilkan karya baik fiksi maupun nonfiksi. Buku kedua dihasilkan oleh juga seorang yang sudah dapat disebut empu di dunia tulis menulis, sedangkan buku ketiga diproduksi oleh seorang yang telah menulis ratusan buku.
4.       Tahapan-tahapan Menulis
Menulis, baik itu menulis fiksi maupun nonfiksi, tidak dapat dilakukan tanpa melaksanakan tiga tahap berikut: (1) pra penulisan atau pre-writing, (2) penulisan (writing), (3) penyuntingan tulisan (reviewing and revising) (Zemach dan Rumisek, 2003: 2-3).
                Pada tahap pertama, yang harus dilakukan adalah menentukan topik. Kemudian, bila topik sudah didapatkan yang berikutnya adalah mengumpulkan gagasan. Di langkah ini kita pikirkan apa yang akan kita tulis tentang topik itu. Langkah terakhir di tahapan pertama ini adalah mengorganisasikan gagasan. Tentukan gagasan yang ingin digunakan dan mau dipakai di mana gagasan itu. Gagasan apa yang harus dikemukakan terlebih dahulu, apa yang harus diutarakan berikutnya, dan apa yang akan dibahas diakhir.
Di tahapan kedua tuangkanlah gagasan itu dalam tulisan. Jangan pedulikan tata bahasa, ejaan, dan sebagainya. Tuliskan saja apa yang ada di kepala. Tulislah dari awal hingga selesai. Tahapan yang terakhir, bacalah ulang tulisan Anda. Periksa kembali apakah gagasan yang sudah ditangkap sudah dituangkan semua atau masih ada yang kurang. Cobalah tinjau ulang apakah antara satu paragraf dengan paragraf yang lain nyambung atau tidak, atau dengan kata lain sudah kohesif (utuh dan padu) atau belum. Bila dirasa perlu, bertanyalah pada orang lain apa yang kurang dari tulisan itu. Jikalau dari segi gagasan semuanya sudah tercurahkan, kini saatnya melongok ke masalah tata bahasa dan ejaan. Lihatlah struktur kalimatnya, apakah sudah menggunakan kalimat yang efektif atau malah boros kalimat untuk mengungkapkan isi benak Anda. Bila menulis dalam bahasa asing, bahasa Inggris misalnya, periksalah apa tulisan Anda sudah grammatically correct. Lihat pula masalah ejaan. Ini penting. Jika yang ditulis adalah makalah untuk kuliah, pastikan ejaannya sudah sesuai dengan aturan yang baku bukan yang disangka benar. Di tahap terakhir ini kita menjadi swapenyunting sekaligus swapemeriksa aksara (self-editor and self-proofreader) tulisan. Apabila dirasa masih belum sempurna, maka kita revisi tulisan kita. Menambahkan apa yang dirasa kurang dan mengurangi yang dianggap berlewahan.
5.       Writer’s block
Pernahkah kalian saat sedang asyik menulis atau mengarang mendadak mengalami kondisi di mana pikiran kalian terasa buntu dan tak mampu lagi menuangkan apa yang ada di dalam benak? Atau, bahkan, saat hendak menulis kita tak tahu mau menulis apa? Jika itu kondisi yang dialami, maka kalian terkena sindroma yang disebut writer’s block.
Writer’s block menurut kamus daring Merriam-Webster adalah the problem of not being able to think of something to write about or not being able to finish writing a story, poem, etc alias masalah tidak dapat memikirkan sesuatu untuk ditulis atau tidak mampu menyelesaikan menulis tentang sebuah kisah, puisi, dan sebagainya (http://www.merriam-webster.com/dictionary/writer%27s%20block, diunduh pada 1 Maret 2014). Kamus bahasa Inggris lain yang tak kalah jumawanya, yakni Oxford Dictionary, juga memaparkan definisi yang sama dalam versi online-nya: The condition of being unable to think of what to write or how to proceed with writing atawa dalam bahasa ibu kita artinya adalah kondisi tidak berdaya untuk memikirkan apa yang hendak ditulis atau bagaimana melanjutkan tulisan (http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/writer%27s-block?q=writer%27s+block, diakses pada 1 Maret 2014).
                Writer’s block, atawa kendala dalam menulis, adalah kondisi yang umum terjadi pada penulis, bahkan bagi penulis yang sudah berkaliber best seller sekalipun. Namun, tahukah Anda apa saja gejala-gejalanya? Ary Nilandari, seorang penulis, editor, penerjemah sekaligus trainer di berbagai acara kepenulisan, mengungkapkan adanya beberapa gejala writer’s block ini. Berikut ini saya rangkum gejala-gejalanya yaitu, antara lain, (1) panik, berkeringat dingin, pening, berkunang-kunang, apalagi bila deadline semakin menjelang, (2) sudah 10 menit berlalu tapi belum mampu menghasilkan satu kalimat pun, (3) mulai memikirkan tentang berganti profesi. Akan tetapi, tak hanya menjelaskan tentang gejala-gejala writer’s block, dia juga memberikan kiat-kiat untuk mengatasinya, seperti tinggalkan yang sedang ditulis dan lakukan kegiatan lain seperti baca buku, masak, mengepel, mencuci, main dengan anak (atau keponakan), tidur, cari pemandangan lain, mengobrol, dan menonton film. Selengkapnya dapat dilongok di laman mizan.com (http://mizan.com/news_det/tips-mengatasi-writers-block-ala-ary-nilandri.html, diunduh pada 1 Maret 2014).                                                  
6.       Paragraf Penutup
Di sebuah perpustakaan, seorang mahasiswa berkaca mata duduk satu meja dengan seorang gadis  cantik berambut panjang. Keduanya tengah asyik membaca. Mendadak, si mahasiswa berkacamata menyodorkan sebatang cokelat dengan tulisan di atasnya, “mau temenan? Ambil aja.” Si cewek melemparkan pandangan agak sebal pada mulanya, tapi kemudian dia langsung menyambar cokelat dan mulai menyantapnya. Reaksi si gadis adalah dia sangat menikmati cokelat tersebut sehingga setelah habis langsung menjilati jemarinya. Si cowok pun tak mau tinggal diam, dia raih lagi sehelai kertas dan menuliskan sesuatu yang terbaca, “Nonton? Makan lagi.” Si rambut panjang menatap ragu, si kacamata menjadi agak sedikit salting (salah tingkah). Namun, kemudian sang mahasiswi mengangkat bahunya sembari tersenyum seakan-akan hendak mengatakan, “why not?” lantas menyambar lagi satu kepingan cokelat. Keduanya pun tersenyum, mesem-mesem bahagia.
Yang saya deskripsikan di atas adalah iklan sebuah produk cokelat. Mengapa saya suguhkan itu? Karena saya melihat ada keterkaitan iklan tersebut dengan mata kuliah yang kini saya ajar semester ini. Saya melihat bahwa si mahasiswa berkacamata menggunakan kreativitasnya untuk pedekate seorang gadis dengan tulisan (dan sebatang cokelat tentunya, tapi bukan itu yang ingin saya soroti). Karena dia menulis, dia mendapatkan apa yang diinginkannya, kencan dengan seorang gadis yang jelita.     
Kreativitas. Itulah tujuan, maksud, dan sasaran saya di kuliah Writing III ini. Saya ingin lebih menekankan pada aspek creative writing karena sejauh pemantauan saya hal ini tidak diajarkan di jurusan kita. Akan tetapi, bukan hanya penulisan kreatif saja, aspek penulisan ilmiah pun mendapatkan porsi. Jadi, mari kita sama-sama berlatih menggunakan kreativitas kita dalam mengolah kata, rangkai menjadi kalimat-kalimat, dan menghasilkan karya. Ayo raih pena dan kertas atau buka laptop kalian dan mulailah menulis. Mulailah berkarya mulai dari sekarang.
Pustaka Acuan
Akmal, Hilmi. 2009. “Bahasa dan Kreativitas (Mengungkap Keterkaitan antara Bahasa, Pikiran, dan
Kebudayaan/Sastra),” makalah yang disampaikan di Seminar Bahasa dan Kreativitas dalam rangka Peringatan Bulan Bahasa di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 31 Oktober.
Arul, Kang. 2010. A Complet Guide for Writerpreneurship: Semua Rahasia yang Mesti Anda Ketahui
                agar Sukses Jalani profesi Penulis. Yogyakarta: Citra Media.
Atmowiloto, Arswendo. 2004. Mengarang itu Gampang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Hernowo (Peny.). 2003. Quantum Writing: Cara Cepat nan Bermanfaat untuk Merangsang
                Munculnya Potensi Menulis. Bandung: MLC.
Kridalaksana, Harimurti. 2005. “Bahasa dan Linguistik” dalam Kushartanti, Untung
Yuwono, dan Multamia RMT Lauder (peny.). Pesona Bahasa Langkah Awal
Memahami Linguistik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti dan Hermina Sutami. 2005. “Aksara dan Ejaan” dalam Kushartanti, Untung
Yuwono, dan Multamia RMT Lauder (peny.). Pesona Bahasa Langkah Awal
Memahami Linguistik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Munsy, Alif Danya. 2012. Jadi Penulis? Siapa Takut! Arahan Mudah Menulis Berita, Puisi, Prosa, dan
                Drama dalam Bahasa Indonesia yang Pas. Bandung: Kaifa.
Soesono, Slamet. 1981. Teknik Penulisan Ilmiah-Populer. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Suriasumantri, Jujun S. 1996. Filasafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
                Harapan.
Pennebaker, James. W. 2002. Ketika Diam Bukan Emas: Berbicara dan Menulis sebagai Terapi.
Bandung: Mizan.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat.
                Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Zemach, Dorothy E. and Lisa A. Rumisek. 2003. College Writing: from Paragraph to Essay. Australia:
                Macmillan.


 

                                                                                                                                                                                                     







[1] Modul/Bahan kuliah Writing III di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
[2] Dosen tetap Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selain itu, dirinya adalah penulis, penerjemah, dan penyunting profesional.

0 komentar:

Posting Komentar