just write

just write

Menggenggam Dunia dengan Menjadi Penerjemah

Rabu, 18 Maret 2015



Menggenggam Dunia dengan


Menjadi Penerjemah dan Penyunting Buku Profesional[1]

Oleh Hilmi Akmal[2]

The best translation has been those writers who have composed original works of the same species.    
–Woodhouselee

To write is human, to edit is divine  


–Stephen King, On Writing

Scribo et Edo et Translato Ergo Sum!  (saya menulis, menyunting, dan menerjemahkan, maka saya ada)

  –Hilmi Akmal 

 

1. Sebuah Pertanyaan yang Senantiasa Mengusik
            Saat masih duduk di bangku kuliah, di sela-sela kesibukan menghadiri kuliah, membuat tugas yang menggunung, bersosialisasi, berorganisasi, berdemo, dan mencari belahan hati, ada satu pertanyaan yang selalu mengusik kita; “Setelah kuliah selesai, setelah gelar sarjana didapat, saya mau kerja apa?”
Pertanyaan itu pasti selalu menghantui Anda. Betul tidak? Kalau Anda merasa tidak pernah mendapatkan pertanyaan itu dari diri Anda sendiri, maka ada dua kemungkinan tentang diri Anda. Pertama, Anda terlalu cuek dengan masa depan Anda. Kedua, orang tua Anda mungkin sudah sangat kaya raya sehingga Anda tidak perlu risau mencari pekerjaan. Tapi saya yakin Anda bukan termasuk dalam dua golongan itu. Saya yakin setelah lulus nanti Anda akan berjuang keras mencari kerja. Anda akan terus membuat surat lamaran kerja, Anda akan bolak-balik ke kantor pos atau ke warnet untuk mengirimkannya, dan Anda akan datangi setiap perusahaan yang ada di dalam maupun yang di luar kota untuk wawancara.
Tapi sekali lagi, pertanyaannya adalah “Mau kerja apa?” Daripada pusing dan bingung memikirkan jawabannya, saya akan memberikan jawabannya bagi Anda. Tapi jawaban ini tidak bersifat mutlak. Anda mau mengikutinya atau tidak, terserah Anda. Saya hanya memberikan suatu alternatif, sebuah pilihan bahwa ada satu pekerjaan yang bisa ditekuni untuk menghidupi diri Anda dan keluarga Anda; menjadi penerjemah dan penyunting (editor) profesional.
2. Mengapa Penerjemah dan Penyunting Buku? Sebuah Tilikan dari Gardner
            Mengapa menjadi penerjemah dan penyunting buku? Untuk menjawab pertanyaan itu saya akan memperkenalkan buah pemikiran seorang psikolog Amerika bernama Howard Gardner. Menurut Gardner setiap manusia adalah orang yang cerdas. Mengapa? Karena menurutnya ada tujuh macam kecerdasan.
Tujuh kecerdasan tersebut adalah (1) kecerdasan musik (musical intelligence), (2) kecerdasan gerakan-badan (bodily kinesthetic intelligence), (3) kecerdasan logika-matematika (logic-mathematical intelligence), (4) kecerdasan linguistik/bahasa (linguistic intelligence), (4) kecerdasan ruang (spatial intelligence), (5) kecerdasan antarpribadi (interpersonal intelligence), dan (7) kecerdasan intrapribadi atau intrapersonal intelligence (Gardner, 2003: 36-48). Gardner mencetuskan teorinya itu pada tahun 1983, tapi perkembangan yang terakhir menyebutkan bahwa Gardner menambahkan dua kecerdasan lagi yakni kecerdasan naturalis (naturalist intelligence) dan kecerdasan eksistensial atau existential intelligence sehingga ada sembilan kecerdasan (http://www.pbs.org/wnet/gperf/education/ed_mi_overview.html, diunduh pada 29 Mei 2014).  Teori yang dicetuskan Gardner ini disebut teori kecerdasan majemuk (multiple intelligences).
Menurut Gardner, setiap orang memiliki seluruh kecerdasan tersebut. Hanya saja, cuma satu kecerdasan saja yang paling menonjol dalam dirinya. Dalam kaitannya dengan makalah ini, saya akan membahas tentang kecerdasan linguistik[3] saja. Menurut Gardner orang-orang dengan kecerdasan ini gaya belajarnya melibatkan transfer informasi melalui tulisan, bacaan, dan menyimak kata-kata lisan seperti percakapan, diskusi, atau perdebatan. Orang-orang ini lebih banyak berpikir tentang segala hal dengan kata-kata ketimbang gambar dan lebih lihai dalam mendeskripsikan dan menjelaskan, menikmati kegiatan membaca, menulis, mengarang cerita dan bicara tentang banyak hal. Orang yang kecerdasan linguistiknya tinggi cocok berkarier sebagai jurnalis, pustakawan, komentator, administrator, salesperson, konselor, pengacara, penulis naskah, pemain drama, penyair, copywriter iklan, penulis, public speaker, editor majalah, konsultan media, web editor, presenter TV atau radio, guru, dan penerjemah bahasa (http://www.multipleintelligencetheory.co.uk/TGluZ3Vpc3RpYw==.aspx, diunduh pada 29 Mei 2014)      
Berikut ini adalah daftar beberapa profesi dan orang-orang terkenal yang bergelut di dalamnya yang terkait dengan kecerdasan bahasa atau linguistik itu yang saya kutip dari Hernowo[4] (2003: xii-xiii):
Nama Profesi
Contoh Orang-Orang yang Berhasil Mengembangkan Word Smart
Rentang Bidang
1. Penulis/Pengarang
Hilman “Lupus”, Mira W., Nh Dini, Emha Ainun Nadjib, Nurcholis Majid, Jamal. D. Rahman, Novi Diah Haryanti.
Penulis buku segla jenis (novel, cerpen, karya ilmiah, dan lain-lain); penyair; penulis artikel, kolom, feature, biografi; penulis teks iklan (copy writer); penulis skenario.    
2. Wartawan
Leila S. Chudori, Bre Redana
Wartawan koran, majalah, tabloid, dan media etak lain; wartawan radio, televise, dan Internet
3. Penerjemah
Hilmi Akmal
Penerjemah buku, teks film; pemandu wisata, dubber (penyulih suara)
4. Editor
Hilmi Akmal
Editor buku
5. Proofreader


6. Juru Tik


7. Sekretaris


8. Pustakawan


9. Pengelola Arsip


10. Kurator


11. Pengajar/Pelatih
Arief Rahman, Gde Prama
Guru segala disiplin ilmu (terutama guru bahasa); pelatih training pembangkit motivasi; instruktur 
12. Penyiar
Farhan
Penyiar radio, televisi; narator (pemberi narasi); komentator
13. Pembawa Acara/MC
Helmi Yahya., Tantowi Yahya
Pemandu talkshow; presenter; moderator
14. Pembicara

Terutama pembicara di forum-forum ilmiah; orator
15. Pengacara
Ruhut Sitompul

16. Ahli Hukum


17. Pendakwah (Dai)
Aa Gym

18. Pendongeng
Drs. Suryadi (Pak Raden)

19. Pelawak
Mi’ing Bagito, Sule, Aziz Gagap

20. Pemain Teater
Butet Kertaredjasa, Christine Hakim, Rendra
Ini mencakup juga aktor film, pemain sinetron, dan pembaca sajak atau cerita pendek; serta pengisi sura (misalnya dalam film animasi).
Tabel: Beberapa Profesi yang Terkait Kecerdasan Linguistik

3. Definisi Penerjemahan
            Sebelum memutuskan untuk menjadi penerjemah profesional, sebaiknya Anda memahami apa itu penerjemahan. Ada beberapa definisi penerjemahan yang ingin saya berikan untuk Anda. Pertama dari Catford (1965) yang mendefinisikan penerjemahan sebagai “the replacement of textual material in one language by equivalent tetxtual material in another language. Definisi kedua berasal dari Newmark (1988). Menurutnya penerjemahan adalah “rendering the meaning of a text into another language in the way that the author intended.” Yang terakhir adalah dari Benny Hoed (2006) dalam bukunya Penerjemahan dan Kebudayaan. Menurut mertua dari Melly Guslaw yang juga adalah guru saya ini, kata dasar terjemah berasal dari bahasa Arab tarjammah yang berarti ihwal pengalihan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Penerjemahan (translating) adalah kegiatan mengalihkan secara tertulis pesan teks suatu bahasa (misalnya bahasa Inggris) ke dalam teks bahasa lain (misalnya bahasa Indonesia). Dalam hal ini teks yang diterjemahkan disebut teks sumber (TSu –source text/ST) dan bahasanya disebut bahasa sumber (BSu –source language/SL), sedangkan teks yang disusun oleh penerjemah adalah disebut teks sasaran (TSa –target text/TT) dan bahasanya disebut bahasa sasaran (BSa –target language/TL). Hasil dari kegiatan penerjemahan yang berupa TSa disebut terjemahan (translation), sedangkan penerjemah (translator) adalah orang yang melakukan kegiatan penerjemahan.
Tapi tidak selamanya penerjemahan dilakukan secara tulisan, ada pula penerjemahan yang dilakukan secara lisan. Orang yang melakukan kegiatan penerjemahan secara lisan disebut juru bahasa (interpreter).
Dari tiga definisi tersebut, kita bisa menarik simpulan bahwa penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan pesan yang sepadan dan sesuai dengan maksud pengarang/penulis dari suatu bahasa sumber ke bahasa sasaran.
4. Jenis-jenis Penerjemah
Tahukah Anda ada berapa jenis penerjemah? Menurut Machali (2000) ada tiga jenis penerjemah, (i) yaitu penerjemah yang bekerja di perusahaan atau lembaga, (ii) penerjemah paruh-waktu, dan (iii) penerjemah bebas. Penerjemah jenis pertama sering merupakan bagian atau seksi dari suatu perusahaan atau lembaga besar seperti Komisi Masyarakat Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Penerjemah jenis ini meniti kariernya di bidang penerjemahan.
            Jenis penerjemah yang kedua adalah mereka yang pekerjaan utamanya di bidang lain, misalnya guru, dosen, atau pegawai kantor. Di waktu senggangnya dia melakukan penerjemahan, baik sebagai hobi maupun sebagai anggota tim penerjemah suatu lembaga penerbitan buku seperti Gramedia, Mizan, atau Hikmah. Penerjemah jenis ini tentunya tidak menjadikan penerjemah sebagai profesi utama, walau pada kenyataannya hasil yang diperoleh dari penerjemahan terkadang jauh lebih besar dari hasil pekerjaan pokoknya.
            Sering kali timbul kesadaran dari penerjemah yang termasuk kelompok kedua tersebut bahwa ia bisa hidup dari penerjemahan. Oleh karena itu, hijrahlah ia dari golongan kedua menjadi penerjemah jenis ketiga, yakni penerjemah bebas. Penerjemah bebas adalah orang yang mendirikan usaha biro penerjemahan yang melibatkan berbagai bahasa.

5. Perangkat-perangkat yang Digunakan untuk Menjadi Penerjemah
Seorang pekerja bangunan tentu memiliki peralatan untuk menunjang pekerjaannya. Peralatannya bisa bermacam-macam seperti pacul, sendok semen, meteran, dan gergaji. Sama seperti kuli bangunan, seorang penerjemah juga harus memiliki peralatan atau perangkat yang wajib dimiliki untuk menunjang pekerjaan menerjemahkannya. Apa saja perangkat itu? Menurut Machali (2000) ada dua jenis perangkat yang lazim digunakan oleh penerjemah, yaitu (1) perangkat intelektual dan (2) perangkat praktis.    
            Yang termasuk perangkat intelektual adalah (a) kemampuan yang baik dalam bahasa sumber, (b) kemampuan yang baik dalam bahasa sasaran, (c) pengetahuan tentang pokok masalah yang diterjemahkan, (d) penerapan pengetahuan yang dimiliki, dan (e) keterampilan.
            Perangkat praktis meliputi (1) kemampuan menggunakan sumber-sumber rujukan, baik yang berbentuk kamus umum biasa, kamus elektronik, maupun kamus peristilahan serta narasumber bidang yang diterjemahkan; dan (2) kemampuan menganalisis konteks suatu teks, baik konteks langsung maupun konteks tidak langsung.
            Kedua jenis perangkat itu, masih menurut Machali, dapat juga disebut modal dasar yang harus dimiliki seorang penerjemah. Jika salah satu dari modal dasar itu tidak dimiliki atau kurang, maka terjemahan yang dihasilkan dapat menampakkan berbagai kekurangan, tergantung dari kadar kemampuannya memanfaatkan perangkat di atas.
            Senada dengan Machali, Hoed (2000) menyatakan bahwa untuk menjadi penerjemah yang baik kita harus berupaya keras untuk menguasai BSu dan BSa. Bahkan, sebenarnya penguasaan aktif atas BSa mutlak diperlukan oleh seorang penerjemah. Jadi, kalau ingin menjadi penerjemah yang baik ke dalam bahasa Indonesia, kita harus menguasai bahasa Indonesia secara aktif dengan sebaik-baiknya.
            Mengenai kamus seperti yang disinggung oleh Machali di atas, saya ingin merekomendasikan beberapa kamus yang menurut saya sangat baik dan wajib dimiliki oleh seorang penerjemah (Inggris-Indonesia atau sebaliknya) yang ingin menjadi penerjemah profesional bukan penerjemah yang asal-asalan. Untuk kamus ekabahasa (monolingual dictionary) bahasa Inggris yang terbaik menurut saya adalah Merriam Webster, Oxford, dan Longman. Ketiga kamus tersebut wajib Anda miliki. Kini edisi mutakhir kamus-kamus tersebut dilengkapi dengan CD sehingga kita tak perlu repot-repot membuka halaman kamus yang tebal untuk mencari makna suatu kata. Keping CD itu tinggal kita install ke komputer kita, lalu kita tik kata yang ingin kita ketahui artinya, tekan enter, kemudian makna kata itu muncul di layar monitor komputer kita.
Bila Anda bukan termasuk orang yang membela hak cipta, Anda bisa pergi ke daerah Glodok dan mencari CD kamus Oxford bajakan. Ada sebuah CD tentang kamus Oxford yang sangat lengkap, tidak hanya memuat kamus bahasa Inggris, tapi juga kamus Oxford Inggris-Jerman, Inggris-Spanyol, dan bahasa-bahasa lainnya. Harganya kurang lebih lima belas ribu. Anda pun dapat pergi ke tempat-tempat yang menjual jasa burning CD. Biasanya mereka memiliki CD-CD program komputer yang asli, termasuk kamus, dan akan dengan senang hati akan “membakarnya” untuk Anda. Tentunya setelah Anda menggantinya dengan sejumlah uang. Tapi saran saya ini Anda boleh ikuti bila Anda merasa sah-sah saja memakai barang bajakan. Bila Anda termasuk yang menghargai hak cipta, ya sebaiknya tidak usah.               
            Untuk kamus ekabahasa Indonesia ada Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarminta. Kamus yang populer disebut KUBI itu, walau sudah tergolong klasik, cukup baik untuk dimiliki guna menunjang pekerjaan penerjemahan, penyuntingan, atau apa pun yang terkait dengan bahasa Indonesia.
Ada satu kamus lagi, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus hasil karya para linguis di Pusat Pengkajian dan Pengembangan Bahasa dan populer dengan nama KBBI ini merupakan “kitab suci” bagi orang yang berkecimpung dalam bidang bahasa. Kamus ini hukumnya wajib Anda miliki bila Anda mau serius jadi penerjemah yang baik. Edisi mutakhir kamus ini adalah edisi ketiga, tahun 2001. Saya dengar edisi yang keempat akan segera diluncurkan. Sayangnya kedua kamus itu tidak, atau belum, dilengkapi dengan CD.
            Untuk kamus dwibahasa Inggris-Indonesia maupun Indonesia-Inggris ada banyak yang terpajang di toko buku. Bahkan ada yang mengklaim memuat berjuta-juta lema. Sayangnya dari sekian banyak kamus itu hanya dua yang saya anggap cukup baik. Yang pertama adalah Kamus Inggris-Indonesia (dan Indonesia-Inggris) karangan John Echols dan Hasan Sadily. Kedua adalah The Contemporery English-Indonesian Dictionary (juga ada Indonesian-English) karangan Peter Salim. Akan tetapi, saya lebih merekomendasikan yang kedua karena lebih mutakhir. Karangan Echols dan Sadily sudah agak out of date. Tak ada penambahan akan lema-lemanya. Yang paling mutakhir terbit adalah kamus Indonesia-Inggris terbitan Mizan, judulnya Kamus Lengkap Indonesia-Inggris hasil karya Alam M. Stevens dan A. Ed. Schimidgail-Tellings. Ada juga Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia-Inggris (dan ungkapan Inggris-Indonesia) karangan Hadi Podo dan Joseph J. Sullivan. Kamus-kamus dwibahasa yang sudah saya sebutkan wajib Anda miliki.
            Selain kamus dwibahasa yang berbentuk cetak, ada juga yang berbentuk elektronik. Ada yang bermerek Alfa dengan berbagai jenis dan variasinya yang berbentuk seperti kalkulator. Ada pula yang berupa piranti lunak yang dapat di-install ke komputer. Ada yang bernama Linguist. Biasanya di komputer piranti ini sudah ada. Lalu, ada juga sebuah software kamus karya anak bangsa sendiri, yaitu Transtool. Harganya lumayan menguras kantung Anda bila Anda membeli yang asli, tapi versi crack-nya hanya sekitar dua puluh ribuan saja. Sayangnya kamus-kamus yang canggih ini banyak memiliki kekurangan sehingga sering kali, berdasarkan pengalaman saya sebagai penerjemah profesional, membuat kita terpaksa kembali ke kamus yang konvensional.          
Di era internet ini, kamus- kamus yang otoritatif memiliki situs untuk memudahkan para penggunannya. Untuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi daringnya (dalam jaringan atau online) dapat dilihat di http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/, Oxford Dictionary dapat ditengok di http://www.oxforddictionaries.com/, dan Merriam-Webster’s boleh dijenguk di http://www.merriam-webster.com/. Untuk kamus lainnya, yang juga sering dipergunakan oleh para penerjemah, seperti Longman Dictionary atau Cambridge Dictionary dapat dijumpai di http://www.ldoceonline.com/ dan http://dictionary.cambridge.org/. sayangnya, untuk kamus yang dwibahasa Inggris-Indonesia atau sebaliknya belum ada yang menyediakan versi daring. Seluruhnya masih luring (luar jaringan atau offline).     
6. Langkah-langkah Menerjemahkan
            Menurut Nida dan Taber (1974) ada tiga langkah atau prosedur yang harus ditempuh seorang penerjemah ketika menerjemahkan. Ketiga langkah itu adalah (1) Analysis; (2) Transfer; dan (3) Restructuring. Bila digambarkan langkah-langkah tersebut tampak seperti di bawah ini:



Pada langkah pertama, yang dimaksud dengan analysis adalah menganalisis teks yang masih berupa teks sumber (TSu) dalam kaitannya dengan (a) hubungan gramatikal dalam TSu dan (b) makna dari kata-kata atau kombinasi kata-kata dari TSu itu. Dengan kata lain, pada langkah pertama ini kita berusaha untuk memahami teks.
Langkah kedua adalah usaha untuk mulai melakukan transfer atau mengalihkan hasil analisis yang ada di benak seorang penerjemah dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Pada proses ini alih bahasa sudah dimulai.
Setelah teks sumber sudah dipahami dan sudah dialihbahasakan, langkah selanjutnya adalah restructuring. Dalam langkah ketiga ini bahasa dari BSu yang sudah ditransfer kemudian direstrukturisasi agar pesan dari pengarang dapat diterima dalam bahasa sasaran. Dengan kata lain, pada langkah terakhir ini diadakan suatu penyerasian dan penyesuaian dengan faktor-faktor dalam bahasa sasaran.
Aplikasi dari langkah-langkah tersebut adalah begini: misalkan ada sepotong kalimat dari bahasa sumber (source), I cut my finger. Di tahap pertama seorang penerjemah melakukan analisis, misalnya I adalah subjek, cut adalah verba yang menjadi predikat, dan my finger adalah objek dari I. Di langkah kedua, transfer, penerjemah mulai melakukan alih bahasa dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Hasilnya adalah saya memotong jari saya. Di bagian terakhir, restructuring, penerjemah membongkar ulang alias merekontruksi kalimat itu agar berterima dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran. Bila bentuk saya memotong jari saya dipertahankan, maka maknanya akan terasa janggal, seakan-akan ada kesengajaan dari si penutur kalimat bahwa dia secara sadar memotong jarinya. Padahal, bukan itu pesan yang hendak disampaikan. Lagi pula, hal itu tentunya sulit diterima oleh akal sehat. Oleh karena itu, penerjemah menyusun ulang hasil transfer saya memotong jari saya menjadi jari saya teriris. Kalimat jari saya teriris lebih diterima dalam bahasa sasaran (receptor) dan pesan yang disampaikan pun dapat diterima oleh pembaca dalam bahasa Indonesia.
            Mudah-mudahan Anda kini mafhum tentang apa itu penerjemahan, penerjemah, syarat-syarat untuk menjadi penerjemah, dan langkah-langkah menerjemahkan. Setelah Anda paham, kini ada satu lagi profesi juga bisa Anda geluti.
7. Definisi Penyuntingan 
            Sama dengan penerjemahan, sebelum Anda memutuskan untuk menjadi  penyunting profesional saya rasa Anda harus memahami apa itu penyuntingan. Penyuntingan adalah menyiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan memerhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa yang menyangkut ejaan, huruf, tanda baca, kata, diksi, frasa, istilah, klausa, kalimat, dan wacana (Sugihastuti, 2006). Penyuntingan bersinonim dengan editing atau mengedit.
            Orang yang melakukan penyuntingan atau pengeditan naskah tulisan atau karangan yang akan diterbitkan dalam majalah, surat kabar, buku, dan sebagainya disebut penyunting atau editor.               
8. Tugas  dan Syarat-syarat Menjadi Penyunting
            Apa sih sebenarnya tugas penyunting itu? Menurut Eneste (1995) pada dasarnya tugas seorang penyunting adalah membuat naskah dapat dibaca. Hanya itu? Bukan. Seorang penyunting pun harus dapat membuat naskah itu enak dibaca. Jadi, naskah yang sudah dibuat atau digarap oleh penulis (atau penerjemah) mesti “diolah kembali” oleh penyunting sebelum sampai pada pembaca sehingga dapat dikatakan bahwa penyunting adalah perantara penulis dan pembaca.
            Apakah semua orang dapat menjadi penyunting. Jawabnya tidak. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Apa saja syarat itu? Eneste dalam bukunya Buku Pintar Penyuntingan Naskah (1995) menyebutkan bahwa syarat-syarat untuk menjadi penyunting adalah (1) menguasai ejaan, (2), menguasai tata bahasa, (3) bersahabat dengan kamus, (4) memiliki kepekaan bahasa, (5) berpengetahuan luas, (6) Teliti dan sabar, (7) peka terhadap SARA dan pornografi, (8) luwes, (9) punya kemampuan menulis, (10) Menguasai bidang tertentu, dan (11) menguasai bahasa asing. 
            Jadi, apabila Anda ingin menjadi seorang penyunting Anda harus menguasai kaidah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku saat ini. Anda harus tahu benar penggunaan huruf kecil dan huruf kapital, pemenggalan kata, dan pengunaan tanda-tanda baca (koma, titik, titik koma, dan sebagainya). Mengapa? Karena seorang penyunting selalu berurusan dengan hal-hal ini.
Anda pun dituntut harus menguasai bahasa Indonesia secara luas. Maksudnya bukan berarti Anda harus menghapal semua arti kata yang tercantum di kamus, tetapi harus tahu mana kalimat yang baik dan benar dan mana kalimat yang salah dan tidak benar. Menguasai bahasa Indonesia berarti Anda harus menguasai tata bahasa Indonesia. Jadi, untuk menjadi penyunting Anda harus tahu susunan kalimat bahasa Indonesia yang baik, kata-kata yang baku, bentuk-bentuk yang salah kaprah, pilihan kata atau diksi yang pas, dan sebagainya. Agar Anda bisa menguasai tata bahasa Indonesia, milikilah dan pelajarilah buku Tata Bahasa Baku Indonesia.
Seorang penyunting pastilah tidak menguasai semua kata yang ada dalam satu bahasa tertentu, apalagi istilah-istilah di bidang keilmuan tertentu. Oleh karena itu, seorang penyunting harus mengakrabkan diri dengan kamus, baik itu kamus ekabahasa, dwibahasa, maupun kamus istilah. Selain kamus, seorang penyunting pun harus berkarib ria dengan dengan berbagai rujukan lainnya seperti ensiklopedia. Untuk kamus bahasa Indonesia yang harus dijadikan sahabat kalau Anda menjadi penyunting adalah Kamus Umum Bahasa Indonesia dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Apabila Anda adalah orang yang enggan membuka-buka kamus, maka urungkan saja niat Anda menjadi penyunting.
Seorang penyunting diharuskan pula memiliki kepekaan bahasa karena ia selalu berhubungan dengan ejaan, tata bahasa, dan kamus. Bila Anda menjadi penyunting Anda harus mengetahui mana kalimat yang kasar, mana yang halus; harus tahu mana kata yang harus dihindari dan mana yang sebaiknya dipakai; dan harus tahu kapan kalimat atau kata tertentu dapat digunakan atau dihindari.
Seorang penyunting juga dituntut untuk memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Artinya, ia harus membaca banyak buku, majalah, dan koran. Selain itu dia juga harus menyerap informasi melalui media audio visual. Dengan kata lain, seorang penyunting tidak boleh ketinggalan informasi.
Seorang penyunting juga harus teliti dan sabar. Dia harus teliti menyunting setiap kalimat, setiap kata, dan setiap istilah yang dipakai penulis. Ia harus teliti memeriksa apakah kata, kalimat, dan istilah itu layak cetak atau tidak, berbau SARA atau tidak, mengandung pornografi atau tidak, dan sebagainya. Penyunting pun wajib bersikap sabar. Mengapa karena ia harus bolak-balik memeriksa naskah. Kadang kala penyunting juga berhadapan dengan penulis yang ngeyel, yang tidak mau tulisannya diedit. Jurus sabar pun harus dipakai apabila menghadapi penulis macam ini.
Ada kalanya suatu buku dicekal pihak kejaksaan agung karena dianggap mengandung muatan pornografi dan SARA. Nah, agar suatu buku tidak dicekal, maka dituntut kepekaan yang tinggi dari penyunting akan masalah SARA dan pornografi. Seorang penyunting harus tahu mana kalimat yang layak cetak, mana kalimat yang harus diubah agar tidak menyinggung suatu suku, agama, atau ras tertentu.
Telah disebutkan bahwa penyunting kadang kala berhubungan dengan orang lain, dalam hal ini penulis, pengarang, atau penerjemah. Untuk itu, penyunting dituntut pula untuk dapat bersikap luwes atau supel. Saat berhubungan dengan penulis atau penerjemah, seorang penyunting harus mau mendengarkan segala keluh kesah, saran, dan pertanyaan. Sebaiknya, penyunting tidak boleh bersikap menggurui, apalagi jika yang dihadapi adalah seorang penulis yang merupakan pakar di bidangnya. Dengan kata lain, meminjam istilah Howard Gardner, si pencetus multiple inteligences, seorang penyunting harus memiliki kecerdasan interpersonal. Jadi, apabila Anda adalah orang yang kaku dan tidak luwes, lupakan niat menjadi seorang penyunting.
Tidak hanya penulis yang hanya memiliki kemampuan menulis. Seorang penyunting pun harus memiliki kemampuan itu, minimal mampu menyusun tulisan yang elementer. Lho bukannya tugas penyunting adalah menyunting? Betul, tapi seorang penyunting suatu saat harus menulis surat kepada penulis, menulis isi ringkasan buku atau sinopsis, atau menulis biografi singkat penulis. Selain itu, kemampuan menulis ini pun berguna dalam penyuntingan. Kalau tidak tahu menulis kalimat yang benar, maka mana bisa kita membetulkan atau memperbaiki tulisan orang lain.
Menguasai bidang tertentu, misalnya ilmu bahasa, ilmu sastra, biologi, matematika, jurnalistik, ilmu pendidikan, filsafat, teknologi, dan pertanian, sangatlah diperlukan bagi seorang penyunting. Mengapa? Karena  hal ini tentu akan membantu dirinya dalam melaksanakan tugasnya.
Syarat yang terakhir adalah untuk menjadi seorang penyunting adalah penguasaan bahasa asing terutama bahasa yang digunakan di dunia internasional, yakni bahasa Inggris. Kenapa? Karena dalam menyunting naskah, seorang penyunting akan berhadapan dengan istilah-istilah bahasa Inggris atau istilah-istilah yang berasal dari bahasa Inggris. Jika tidak bisa menguasai bahasa Inggris secara aktif, minimal seorang penyunting harus menguasainya secara pasif. Artinya, seorang penyunting dapat memahami dan membaca teks berbahasa Inggris. Akan lebih lagi jika seorang penyunting menguasai tidak hanya bahasa Inggris, tapi juga bahasa-bahasa asing lain misalnya, bahasa Belanda, Jerman, Perancis, Spanyol, Arab, dan Jepang. Singkatnya, semakin banyak bahasa asing yang dikuasai, semakin baik seorang penyunting.
Sementara itu, Trim (2009) menyebutkan bahwa syarat utama untuk menjadi editor buku adalah memiliki keterampilan membaca dan menulis. Syarat utama ini harus dipenuhi karena menyiratkan keterampilan berbahasa yang baik dan benar. Selain itu, ada kompetensi nonteknis yang harus dimiliki, seperti kejujuran, kepercayaan diri, dan ketelitian. Untuk mengembangkan kariernya, editor membutuhkan empat kemampuan, yaitu (1) dapat memecahkan masalah, (2) mampu membuat keputusan, (3) menguasai komunikasi untuk membangun jaringan, dan (4) mengefektifkan dan mengefisienkan tugas-tugas. Di samping itu, Trim juga menyebutkan bahwa editor itu harus memiliki kriteria (a) Confidence atau percaya diri. Editor yang baik harus memiliki kepercayaan diri terhadap kecerdasan, pengetahuan, dan keterampilan menulis yang dimilikinya. Editor pun dituntut untuk memahami gaya selingkung, menguasai proses produksi, memiliki wawasan pengetahuan umum, dan harus mengerti sistem operasional standar editor; (b) Objectivity atau bersifat objektif. Editor harus objektif dan mampu menelisik materi-materi secara lebih mendalam dan memahami bagaimanapun banyak penulis memiliki kepribadian yang acuh tak acuh terhadap naskah yang ditulisnya; (c) Awareness atau kepedulian. Editor harus peduli terhadap sasaran pembaca yang dituju, tetapi terlebih-lebih dia harus peduli akan kinerja tim editorial; (d) Intelligence atau cerdas dan cergas. Editor yang baik harus memiliki berbagai macam latar belakang yang mendukungnya untuk menelisik berbagai materi naskah; (e) Questioning nature atau punya sifat ingin tahu/selalu bertanya. Editor yang baik tahu bahwa bertanya tentang apa pun bukanlah hal yang tabu; (f) Diplomacy atau mampu berdiplomasi. Editing adalah sebuah konfrontasi. Menulis adalah gabungan intelektual dan pengalaman emosional, dan editor yang baik akan meminimalisasikan timbulnya ketegangan antara editor dan penulis. Oleh sebab itu, diplomasi diperlukan mankala terjadi pertentangan yang menjurus pada debat kusir; (g) Ability to write atau mampu menulis. Editor yang baik harus memiliki kemampuan menulis di atas rata-rata; dan (h) Sense of humor atau punya selera humor. Editing merupakan pekerjaan yang penuh tekanan, oleh karena itu editor yang baik harus punya selera humor dan mampu tertawa meski di bawah banyak tekanan.
9. Macam-macam Editor
            Ada berapa macam penyunting? Menurut Sugihastuti (2006) karena luasnya cakupan kerja editor, ada berbagai jenis kualifikasi editor. Secara umum ada yang disebut chief editor, ia berkedudukan tinggi pada bagian penyuntingan. Ia bertanggung jawab mengontrol, mengelola, dan mengeluarkan kebijakan strategis yang berkaitan dengan proses editorial. Selain itu, ada pula managing editor, tugasnya adalah mengatur semua kegiatan teknis editorial yang dijalankan para editor. Tanggung jawab editor jenis ini tidak sebesar chief editor. Editor lainnya adalah senior editor, editor ini bertanggung jawab untuk mengatur rancangan pengadaan naskah. Dari mana dan karya siapa naskah bisa didapat. Memburu naskah untuk diterbitkan adalah tugasnya karena tidak semua naskah akan datang sendiri ke penerbit.
Copy editor adalah staf editor yang bertanggung jawab memeriksa dan memperbaiki naskah hingga memenuhi tingkat kelayakan umum dan sesuai dengan gaya khusus/selingkung (house style). Ada pula editor yang tugasnya membantu menangani masalah-masalah teknis seputar pernaskahan dan pendukung penyuntingan, seperti administrasi naskah, penyimpanan naskah, pencarian referensi, perhitungan biaya penyuntingan, dan sebagainya. Editor macam itu disebut asisstant editor.
Right editor adalah staf editor yang bertanggung jawab mengurusi masalah-masalah khusus seputar hak cipta (copy right) dan konvensi-konvensi adminitrasi penerbitan buku seperti KDT (Katalog Dalam Terbitan) dan ISBN (International Standard Book Number). Ada juga staf editor yang bertugas memeriksa dan memperbaiki akurasi bahan-bahan grafis, bukan batang tubuh teks, seperti foto, tabel, dan warna. Editor ini disebut dengan picture editor. Yang tidak kalah penting adalah editor bahasa. editor jenis ini adalah orang yang bertanggung jawab khusus perihal bahasa naskah.
Hampir senada dengan Sugihastuti, Meutia (2004) membagi editor menjadi akuisisi dan editor produksi. Menurutnya editor akuisisi adalah orang yang bertugas mencari naskah-naskah yang potensial untuk diterbitkan. Dia juga mengurusi segala sesuatu yang berkaitan dengan kontrak dan royalti. Terkadang dia juga bertindak layaknya seorang psikolog, memberikan perhatian pada hal-hal pribadi sehingga penulis yang sudah terkenal tidak lari ke penerbit lain dan menyemangati mereka agar terus berkarya.
Editor produksi bertanggung jawab penuh atas penggarapan sebuah naskah yang sudah dipastikan akan diterbitkan. Selain urusan pengemasan sampul dan isi, editor produksi juga bertanggung jawab untuk membuat info produk berkaitan dengan buku tersebut yang akan memudahkan bagian promosi dan penjualan untuk memasarkan buku tersebut. Dia bertanggung jawab pula untuk memberikan informasi tentang buku-buku yang akan terbit dan buku-buku yang sudah out of print. Selain dua editor ini, masih menurut Meutia, ada juga yang disebut dengan freelance editor alias penyunting lepas yang menawarkan jasanya pada individu atau penerbit.       
Trim (2009) berpendapat bahwa jenis-jenis editor terkait dengan jenjang karier yang ditapaki seorang editor. Berikut adalah jenjang karier editor menurutnya: (1) copyeditor; (2) editor yang terbagi menjadi associate editor, pictorial editor, dan rights editor; (3) senior editor yang terbagi menjadi acquisition editor dan development editor; (4) managing editor; dan  (5) chief editor.             
10. Menjadi Penerjemah Buku dan Penyunting Buku Profesional: Beberapa Kiat
            Di zaman yang menggila ini. Zaman di mana semuanya harga berlomba-lomba naik sehingga rakyat tercekik, menjadi pengangguran adalah suatu keniscayaan. Ijazah ada, gelar punya, hanya saja pekerjaan tak kunjung didapat. Jengkel, frustasi, depresi akhirnya mendera. Semua orang, bahkan Tuhan, pun disalahkan. Setelah berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, berburu kerja, akhirnya sebuah pekerjaan pun didapat. Hanya saja pekerjaan ini tak sesuai dengan latar belakang akademis kita. Pekerjaan yang kita miliki tidak sesuai dengan ilmu yang kita pelajari di bangku kuliah.
            Kondisi di atas niscaya akan Anda alami. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena dalam pikiran kita sudah terbentuk pola: kuliah, dapat ijazah, terus cari kerja apa saja. Apa saja yang penting gue dapet duit. Mind setting seperti itu menurut saya menyesatkan. Mendapat pekerjaan tapi tidak sesuai dengan ilmu yang dipelajari adalah sia-sia. Ilmu yang telah didapat, uang yang sudah dihamburkan untuk membiayai kuliah mubazir belaka.
            Berbeda dengan orang lain, saya ingin mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang dan ilmu yang saya kuasai, bahasa dan sastra. Saya tahu bahwa saya akan berkarier di dunia perbukua, bahkan sebelum saya menyelesaikan kuliah S1 saya. Kenapa? Karena saya memiliki kecintaan dan minat pada buku. Saya gemar membaca. Saya memutuskan untuk menjadi penyunting buku. Alhamdulillah, setelah mengalami lika-liku hidup, pekerjaan menjadi editor maupun penerjemah, baik freelance maupun tetap, pernah saya lakoni. Namun, ternyata saya bukan jenis orang kantoran. Saya tidak suka bekerja di bawah kendali seseorang dengan jam kerja yang sudah pasti dan ruangan yang itu-itu saja. Saya pun bosan dengan ritme hidup yang begitu-begitu saja. Bangun pagi, berangkat ke kantor, berebut naik bis, terkena macet, kerja menghadap layar komputer delapan jam per hari, lantas pulang ke rumah untuk tidur lalu bangun dan mengulangi kegiatan yang sama esok harinya.
            Akhirnya saya memutuskan berhenti bekerja dan banting setir menjadi penerjemah dan penyunting buku profesional. Saya membuka layanan penulisan, penyuntingan, dan penerjemahan yang saya beri nama Songo Nogosingo Writing, Editing, and Translation Services. Sebagai kantor, saya gunakan rumah saya sendiri. Kini saya tak perlu lagi repot-repot bangun pagi, bergegas ke kantor, terjebak kemacetan, dan hidup dengan irama yang statis. 
Saya membuka layanan itu karena tiga hal. Pertama, saya teringat sabda Nabi Muhammad (kalau tidak salah) yang mengatakan bahwa sembilan dari sepuluh pintu rezeki berasal dari perniagaan. Kedua, ada sebuah buku berjudul How to Start and Run a Writing and Editing Business (Memulai dan Mengelola Bisnis Penulisan dan Penyuntingan) karangan Herman Holtz terbitan Grasindo (2000). Buku itu menjadi inspirasi saya untuk memulai bisnis ini. Ketiga, kondisi dan situasi yang saya hadapi. Setelah berhenti menjadi editor bahasa di sebuah majalah, saya menjadi dosen luar biasa alias tidak tetap di sebuah universitas Islam negeri dengan harapan menjadi pegawai negeri sipil. Ternyata menjadi dosen luar biasa itu benar-benar luar biasa. Luar biasa kecil pendapatannya. Sementara  itu, saya sudah berkeluarga dan ada jabang bayi yang siap untuk hadir menambah jumlah populasi umat manusia di dunia. Ketiga hal inilah menjadi faktor pendorong saya untuk terjun ke dunia terjemahan dan penyuntingan buku. Alhamdulillah, kini saya merasa hidup saya cukup mapan setelah lebih 10 tahun benar-benar menjalani hidup sebagai penerjemah dan penyunting profesional.
            Untuk itu, saya ingin berbagi beberapa kiat bagi Anda yang ingin berkarier sebagai seorang penerjemah dan penyunting buku profesional. Hal pertama yang harus Anda lakukan adalah mantapkan dulu niat Anda. Kedua, kenali potensi diri Anda, sadarilah bahwa kecedasan bahasalah yang dominan dalam diri Anda, dan penuhi syarat-syarat untuk menjadi penerjemah dan penyunting yang telah saya sebutkan di atas. Ketiga, miliki komputer/laptop dan koneksi internet. Bila belum punya e-mail address, buatlah segera. Untuk nama surel (surat elektronik) sebaiknya gunakan nama asli agar terkesan professional. Jangan gunakan nama yang alay, seperti dheaclaludichyank@gmail.com. Kesemuanya itu amat penting untuk menunjang pekerjaan. Bila belum memiliki komputer/laptop atau rumah Anda belum ada koneksi internet, jangan khawatir. Rental komputer dan warnet bertebaran di mana-mana. 
Keempat, tentukan segmentasi pasar Anda. Apakah individu atau korporasi (termasuk di dalamnya penerbit). Jelilah melihat ceruk (niche) pasar. Kalau saya, saya tentukan bahwa segmentasi bisnis saya adalah penerbit buku. Kelima, buka jaringan (networking) terus menerus. Caranya? Yang saya lakukan dulu adalah saya kirimkan surat yang menjelaskan diri saya dan jasa yang saya jual dengan lampiran contoh terjemahan dan suntingan yang telah saya buat. Saya pun mencatat alamat dan nomor telepon penerbit dari buku-buku yang mereka terbitkan. Saya hubungi nomor teleponnya dan minta bicara dengan editor atau publishing manager penerbit tersebut. Bila telah tersambung saya jelaskan siapa saya, apa jasa yang saya jual, dan minta janji untuk bertemu secara langsung. Tetapi, terkadang penerbit suka berpindah kantor sehingga mendapatkan alamat dari buku terbitan mereka tidak efektif juga. Agar mendapatkan alamat teranyar, sebaiknya kunjungilah pameran buku. Di pameran buku itu para penerbit menerbitkan katalog tentang buku-buku terbaru mereka. Di katalog itulah alamat penerbit yang baru biasanya juga dicantumkan. Di Jakarta sendiri pameran buku digelar tiga kali dalam setahun. Pameran buku Islam dihajat di bulan Maret. Pesta buku Jakarta diselenggarakan biasanya di akhir Mei hingga awal Juni. Pameran buku Indonesia dilaksanakan sekitar bulan September-Oktober saban tahun.
Keenam, Anda harus jaga kesehatan Anda, baik fisik dan mental, karena meski terlihat enteng, mengedit dan menerjemahkan adalah pekerjaan yang menguras tenaga. Apalagi bila tenggatnya (deadline) sudah dekat Anda harus bersedia begadang. Terakhir, dan ini yang paling penting, jaga profesionalisme Anda. Apabila Anda sudah mulai laku sebagai penerjemah atau penyunting, jangan terima order lain jika Anda sedang menggarap order dari satu klien. Jelaskan pada pemberi order bahwa Anda sedang menggarap terjemahan atau suntingan dari pihak lain. Mintalah waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang sedang digarap sebelum menerimanya. Jika pemberi order itu batal memberikan pekerjaan, jangan kecewa. Masih banyak para pemberi order lainnya. Dengan kata lain, jangan rakus. Menerjemahkan dan menyunting adalah pekerjaan yang dibatasi oleh deadline yang diberikan klien. Bila kita menerima order terlalu banyak, bisa-bisa kita gagal memenuhi deadline yang telah ditentukan. Akibatnya kepercayaan klien akan berkurang pada kita. Satu hal lagi yang perlu diingat, jangan pernah berbagi terjemahan dengan orang lain dan mengakuinya sebagai terjemahan Anda seorang karena ini akan memengaruhi kualitas terjemahan. Penerbit tidak menyukai hal itu karena akan merepotkan saat disunting.                      
Mudah-mudahan apa-apa yang telah saya utarakan bermanfaat bagi Anda. Semoga setelah membaca tulisan ini Anda tidak terusik lagi dengan pertanyaan “Mau kerja apa setelah lulus kuliah?” dan mantap memutuskan karier sebagai penerjemah dan penyunting profesional.

Pustaka Acuan
Catford, J.C. 1965. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University
Press.
Eneste, Pamusuk. 1995. Buku Pintar Penyuntingan Naskah. Jakarta: Obor.
Gardner, Howard. 2003. Kecerdasan Majemuk. Batam: Interaksara.
Hernowo. 2003. Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza. Bandung: Kaifa.
Hoed, Benny Hoedoro. 2006. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya
Holt, Herman. 2000. How to Start and Run A Writing and Editing Business (Memulai
dan Mengelola Bisnis Penulisan dan Penyuntingan). Jakarta: Grasindo.
Machali, Rochayah. 2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo.
Meutia, Sari. 2004. “Editor” dalam Harian Umum Republika, 7 Maret.
Newmark, Peter. 1988. A Textbook of Translation. New York: Prentice Hall.
Nida, Eugene A. and Charles R. Taber. 1974. The Theory and  Practice of
Translation. Leiden: E. J. Brill.
Sugihastuti. 2006. Editor Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Trim, Bambang. 2009. Taktis Menyunting Buku. Bandung: Maximalis.
www.multipleintelligencetheory.co.uk, diunduh pada 29 Mei 2014.
www.pbs.org, diunduh pada 29 Mei 2014    



[1] Makalah yang disampaikan pada Seminar Menggenggam Dunia lewat Bahasa dan Sastra yang diselengarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta pada 9 Juni 2014. 
[2] Penerjemah dan penyunting buku profesional yang juga dosen tetap ilmu linguistik di Jurusan Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
[3] Harap bedakan kecerdasan linguistik ini dengan linguistik (linguistics) sebagai ilmu yang memelajari bahasa. Linguistik di sini maknanya adalah bahasa (linguistic). Perhatikan ada dan tidaknya huruf ‘s’ pada kata-kata tersebut dalam bahasa Inggris.
[4] Hernowo menyebut kecerdasan linguistik sebagai Word Smart. Tabel ini saya beri tambahan sedikit.

2 komentar:

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

bahas tentang mengenali ciri khas bahasa iptek dan mengenali langkah-langkah penerjemahan iptek dong kak

Posting Komentar