Menggenggam Dunia dengan
Menjadi Penerjemah dan Penyunting Buku Profesional[1]
Oleh Hilmi Akmal[2]
The
best translation has been those writers who have composed original works of the
same species.
–Woodhouselee
To write is human, to edit is divine
–Stephen King, On Writing
Scribo et Edo et Translato Ergo Sum! (saya menulis, menyunting, dan menerjemahkan, maka
saya ada)
–Hilmi Akmal
1. Sebuah Pertanyaan yang Senantiasa Mengusik
Saat masih duduk di bangku kuliah,
di sela-sela kesibukan menghadiri kuliah, membuat tugas yang menggunung,
bersosialisasi, berorganisasi, berdemo, dan mencari belahan hati, ada satu
pertanyaan yang selalu mengusik kita; “Setelah kuliah selesai, setelah gelar
sarjana didapat, saya mau kerja apa?”
Pertanyaan itu pasti selalu menghantui Anda. Betul tidak? Kalau Anda
merasa tidak pernah mendapatkan pertanyaan itu dari diri Anda sendiri, maka ada
dua kemungkinan tentang diri Anda. Pertama, Anda terlalu cuek dengan
masa depan Anda. Kedua, orang tua Anda mungkin sudah sangat kaya raya sehingga
Anda tidak perlu risau mencari pekerjaan. Tapi saya yakin Anda bukan termasuk
dalam dua golongan itu. Saya yakin setelah lulus nanti Anda akan berjuang keras
mencari kerja. Anda akan terus membuat surat
lamaran kerja, Anda akan bolak-balik ke kantor pos atau ke warnet untuk
mengirimkannya, dan Anda akan datangi setiap perusahaan yang ada di dalam
maupun yang di luar kota
untuk wawancara.
Tapi sekali lagi, pertanyaannya adalah “Mau kerja apa?” Daripada
pusing dan bingung memikirkan jawabannya, saya akan memberikan jawabannya bagi
Anda. Tapi jawaban ini tidak bersifat mutlak. Anda mau mengikutinya atau tidak,
terserah Anda. Saya hanya memberikan suatu alternatif, sebuah pilihan bahwa ada
satu pekerjaan yang bisa ditekuni untuk menghidupi diri Anda dan keluarga Anda;
menjadi penerjemah dan penyunting (editor) profesional.
2. Mengapa Penerjemah dan Penyunting Buku? Sebuah
Tilikan dari Gardner
Mengapa menjadi
penerjemah dan penyunting buku? Untuk menjawab pertanyaan itu saya akan
memperkenalkan buah pemikiran seorang psikolog Amerika bernama Howard Gardner.
Menurut Gardner setiap manusia adalah orang yang cerdas. Mengapa? Karena
menurutnya ada tujuh macam kecerdasan.
Tujuh kecerdasan tersebut adalah (1) kecerdasan musik (musical intelligence), (2) kecerdasan
gerakan-badan (bodily kinesthetic
intelligence), (3) kecerdasan logika-matematika (logic-mathematical intelligence), (4) kecerdasan linguistik/bahasa
(linguistic intelligence), (4)
kecerdasan ruang (spatial intelligence),
(5) kecerdasan antarpribadi (interpersonal
intelligence), dan (7) kecerdasan intrapribadi atau intrapersonal intelligence (Gardner, 2003: 36-48). Gardner
mencetuskan teorinya itu pada tahun 1983, tapi perkembangan yang terakhir
menyebutkan bahwa Gardner menambahkan dua kecerdasan lagi yakni kecerdasan
naturalis (naturalist intelligence)
dan kecerdasan eksistensial atau existential
intelligence sehingga ada sembilan kecerdasan (http://www.pbs.org/wnet/gperf/education/ed_mi_overview.html,
diunduh pada 29 Mei 2014). Teori yang
dicetuskan Gardner ini disebut teori kecerdasan majemuk (multiple intelligences).
Menurut Gardner, setiap orang memiliki seluruh
kecerdasan tersebut. Hanya saja, cuma satu kecerdasan saja yang paling menonjol
dalam dirinya. Dalam kaitannya dengan makalah ini, saya akan membahas tentang
kecerdasan linguistik[3]
saja. Menurut Gardner orang-orang dengan kecerdasan ini gaya belajarnya
melibatkan transfer informasi melalui tulisan, bacaan, dan menyimak kata-kata
lisan seperti percakapan, diskusi, atau perdebatan. Orang-orang ini lebih
banyak berpikir tentang segala hal dengan kata-kata ketimbang gambar dan lebih
lihai dalam mendeskripsikan dan menjelaskan, menikmati kegiatan membaca, menulis,
mengarang cerita dan bicara tentang banyak hal. Orang yang kecerdasan
linguistiknya tinggi cocok berkarier sebagai jurnalis, pustakawan, komentator,
administrator, salesperson, konselor,
pengacara, penulis naskah, pemain drama, penyair, copywriter iklan, penulis, public
speaker, editor majalah, konsultan media, web editor, presenter TV atau radio, guru, dan penerjemah bahasa (http://www.multipleintelligencetheory.co.uk/TGluZ3Vpc3RpYw==.aspx,
diunduh pada 29 Mei 2014)
Berikut ini adalah daftar beberapa profesi dan
orang-orang terkenal yang bergelut di dalamnya yang terkait dengan kecerdasan
bahasa atau linguistik itu yang saya kutip dari Hernowo[4]
(2003: xii-xiii):
Nama Profesi
|
Contoh Orang-Orang yang Berhasil Mengembangkan Word Smart
|
Rentang Bidang
|
1. Penulis/Pengarang
|
Hilman “Lupus”, Mira W., Nh Dini, Emha Ainun Nadjib, Nurcholis
Majid, Jamal. D. Rahman, Novi Diah Haryanti.
|
Penulis buku segla jenis (novel, cerpen, karya ilmiah, dan
lain-lain); penyair; penulis artikel, kolom, feature, biografi; penulis teks iklan (copy writer); penulis skenario.
|
2. Wartawan
|
Leila S. Chudori, Bre Redana
|
Wartawan koran, majalah, tabloid, dan media etak lain; wartawan
radio, televise, dan Internet
|
3. Penerjemah
|
Hilmi Akmal
|
Penerjemah buku, teks film; pemandu wisata, dubber (penyulih suara)
|
4. Editor
|
Hilmi Akmal
|
Editor buku
|
5. Proofreader
|
||
6. Juru Tik
|
||
7. Sekretaris
|
||
8. Pustakawan
|
||
9. Pengelola Arsip
|
||
10. Kurator
|
||
11. Pengajar/Pelatih
|
Arief Rahman, Gde Prama
|
Guru segala disiplin ilmu (terutama guru bahasa); pelatih training pembangkit motivasi;
instruktur
|
12. Penyiar
|
Farhan
|
Penyiar radio, televisi; narator (pemberi narasi); komentator
|
13. Pembawa Acara/MC
|
Helmi Yahya., Tantowi Yahya
|
Pemandu talkshow;
presenter; moderator
|
14. Pembicara
|
Terutama pembicara di forum-forum ilmiah; orator
|
|
15. Pengacara
|
Ruhut Sitompul
|
|
16. Ahli Hukum
|
||
17. Pendakwah (Dai)
|
Aa Gym
|
|
18. Pendongeng
|
Drs. Suryadi (Pak Raden)
|
|
19. Pelawak
|
Mi’ing Bagito, Sule, Aziz Gagap
|
|
20. Pemain Teater
|
Butet Kertaredjasa, Christine Hakim, Rendra
|
Ini mencakup juga aktor film, pemain sinetron, dan pembaca sajak
atau cerita pendek; serta pengisi sura (misalnya dalam film animasi).
|
Tabel: Beberapa Profesi
yang Terkait Kecerdasan Linguistik
3. Definisi
Penerjemahan
Sebelum memutuskan untuk menjadi penerjemah profesional,
sebaiknya Anda memahami apa itu penerjemahan. Ada beberapa definisi
penerjemahan yang ingin saya berikan untuk Anda. Pertama dari Catford (1965)
yang mendefinisikan penerjemahan sebagai “the replacement of textual
material in one language by equivalent tetxtual material in another language.
Definisi kedua berasal dari Newmark (1988). Menurutnya penerjemahan adalah “rendering
the meaning of a text into another language in the way that the author
intended.” Yang terakhir adalah dari Benny Hoed (2006) dalam bukunya Penerjemahan
dan Kebudayaan. Menurut mertua dari Melly Guslaw yang juga adalah guru saya
ini, kata dasar terjemah berasal dari bahasa Arab tarjammah yang
berarti ihwal pengalihan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Penerjemahan (translating)
adalah kegiatan mengalihkan secara tertulis pesan teks suatu bahasa (misalnya
bahasa Inggris) ke dalam teks bahasa lain (misalnya bahasa Indonesia). Dalam
hal ini teks yang diterjemahkan disebut teks sumber (TSu –source text/ST)
dan bahasanya disebut bahasa sumber (BSu –source language/SL), sedangkan
teks yang disusun oleh penerjemah adalah disebut teks sasaran (TSa –target
text/TT) dan bahasanya disebut bahasa sasaran (BSa –target language/TL).
Hasil dari kegiatan penerjemahan yang berupa TSa disebut terjemahan (translation),
sedangkan penerjemah (translator) adalah orang yang melakukan
kegiatan penerjemahan.
Tapi tidak selamanya penerjemahan dilakukan secara tulisan, ada pula
penerjemahan yang dilakukan secara lisan. Orang yang melakukan kegiatan
penerjemahan secara lisan disebut juru bahasa (interpreter).
Dari tiga definisi tersebut, kita bisa menarik simpulan bahwa
penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan pesan yang sepadan dan sesuai
dengan maksud pengarang/penulis dari suatu bahasa sumber ke bahasa sasaran.
4.
Jenis-jenis Penerjemah
Tahukah
Anda ada berapa jenis penerjemah? Menurut Machali (2000) ada tiga jenis
penerjemah, (i) yaitu penerjemah yang bekerja di perusahaan atau lembaga, (ii)
penerjemah paruh-waktu, dan (iii) penerjemah bebas. Penerjemah jenis pertama
sering merupakan bagian atau seksi dari suatu perusahaan atau lembaga besar
seperti Komisi Masyarakat Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Penerjemah
jenis ini meniti kariernya di bidang penerjemahan.
Jenis penerjemah yang kedua adalah mereka yang pekerjaan
utamanya di bidang lain, misalnya guru, dosen, atau pegawai kantor. Di waktu
senggangnya dia melakukan penerjemahan, baik sebagai hobi maupun sebagai
anggota tim penerjemah suatu lembaga penerbitan buku seperti Gramedia, Mizan,
atau Hikmah. Penerjemah jenis ini tentunya tidak menjadikan penerjemah sebagai
profesi utama, walau pada kenyataannya hasil yang diperoleh dari penerjemahan
terkadang jauh lebih besar dari hasil pekerjaan pokoknya.
Sering kali timbul kesadaran dari
penerjemah yang termasuk kelompok kedua tersebut bahwa ia bisa hidup dari
penerjemahan. Oleh karena itu, hijrahlah ia dari golongan kedua menjadi
penerjemah jenis ketiga, yakni penerjemah bebas. Penerjemah bebas adalah orang
yang mendirikan usaha biro penerjemahan yang melibatkan berbagai bahasa.
5. Perangkat-perangkat
yang Digunakan untuk Menjadi Penerjemah
Seorang
pekerja bangunan tentu memiliki peralatan untuk menunjang pekerjaannya.
Peralatannya bisa bermacam-macam seperti pacul, sendok semen, meteran, dan
gergaji. Sama seperti kuli bangunan, seorang penerjemah juga harus memiliki
peralatan atau perangkat yang wajib dimiliki untuk menunjang pekerjaan
menerjemahkannya. Apa saja perangkat itu? Menurut Machali (2000) ada dua jenis
perangkat yang lazim digunakan oleh penerjemah, yaitu (1) perangkat intelektual
dan (2) perangkat praktis.
Yang termasuk perangkat intelektual adalah (a) kemampuan
yang baik dalam bahasa sumber, (b) kemampuan yang baik dalam bahasa sasaran,
(c) pengetahuan tentang pokok masalah yang diterjemahkan, (d) penerapan
pengetahuan yang dimiliki, dan (e) keterampilan.
Perangkat praktis meliputi (1) kemampuan menggunakan
sumber-sumber rujukan, baik yang berbentuk kamus umum biasa, kamus elektronik,
maupun kamus peristilahan serta narasumber bidang yang diterjemahkan; dan (2)
kemampuan menganalisis konteks suatu teks, baik konteks langsung maupun konteks
tidak langsung.
Kedua jenis perangkat itu, masih menurut Machali, dapat
juga disebut modal dasar yang harus dimiliki seorang penerjemah.
Jika salah satu dari modal dasar itu tidak dimiliki atau kurang, maka
terjemahan yang dihasilkan dapat menampakkan berbagai kekurangan, tergantung
dari kadar kemampuannya memanfaatkan perangkat di atas.
Senada dengan Machali, Hoed (2000) menyatakan bahwa untuk
menjadi penerjemah yang baik kita harus berupaya keras untuk menguasai BSu dan
BSa. Bahkan, sebenarnya penguasaan aktif atas BSa mutlak diperlukan oleh
seorang penerjemah. Jadi, kalau ingin menjadi penerjemah yang baik ke dalam
bahasa Indonesia, kita harus menguasai bahasa Indonesia secara aktif dengan
sebaik-baiknya.
Mengenai kamus seperti yang disinggung oleh Machali di
atas, saya ingin merekomendasikan beberapa kamus yang menurut saya sangat baik
dan wajib dimiliki oleh seorang penerjemah (Inggris-Indonesia atau sebaliknya)
yang ingin menjadi penerjemah profesional bukan penerjemah yang asal-asalan.
Untuk kamus ekabahasa (monolingual dictionary) bahasa Inggris yang
terbaik menurut saya adalah Merriam Webster, Oxford, dan Longman.
Ketiga kamus tersebut wajib Anda miliki. Kini edisi mutakhir kamus-kamus
tersebut dilengkapi dengan CD sehingga kita tak perlu repot-repot membuka
halaman kamus yang tebal untuk mencari makna suatu kata. Keping CD itu tinggal
kita install ke komputer kita, lalu kita tik kata yang ingin kita
ketahui artinya, tekan enter, kemudian makna kata itu muncul di layar
monitor komputer kita.
Bila
Anda bukan termasuk orang yang membela hak cipta, Anda bisa pergi ke daerah
Glodok dan mencari CD kamus Oxford bajakan. Ada sebuah CD tentang kamus Oxford
yang sangat lengkap, tidak hanya memuat kamus bahasa Inggris, tapi juga kamus
Oxford Inggris-Jerman, Inggris-Spanyol, dan bahasa-bahasa lainnya. Harganya
kurang lebih lima belas ribu. Anda pun dapat pergi ke tempat-tempat yang menjual
jasa burning CD. Biasanya mereka
memiliki CD-CD program komputer yang asli, termasuk kamus, dan akan dengan
senang hati akan “membakarnya” untuk Anda. Tentunya setelah Anda menggantinya
dengan sejumlah uang. Tapi saran saya ini Anda boleh ikuti bila Anda merasa
sah-sah saja memakai barang bajakan. Bila Anda termasuk yang menghargai hak
cipta, ya sebaiknya tidak usah.
Untuk kamus ekabahasa Indonesia ada Kamus Umum Bahasa
Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarminta. Kamus yang populer disebut KUBI
itu, walau sudah tergolong klasik, cukup baik untuk dimiliki guna menunjang
pekerjaan penerjemahan, penyuntingan, atau apa pun yang terkait dengan bahasa Indonesia.
Ada
satu kamus lagi, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus hasil karya
para linguis di Pusat Pengkajian dan Pengembangan Bahasa dan populer dengan
nama KBBI ini merupakan “kitab suci” bagi orang yang berkecimpung dalam bidang
bahasa. Kamus ini hukumnya wajib Anda miliki bila Anda mau serius jadi
penerjemah yang baik. Edisi mutakhir kamus ini adalah edisi ketiga, tahun 2001.
Saya dengar edisi yang keempat akan segera diluncurkan. Sayangnya kedua kamus
itu tidak, atau belum, dilengkapi dengan CD.
Untuk kamus dwibahasa Inggris-Indonesia maupun
Indonesia-Inggris ada banyak yang terpajang di toko buku. Bahkan ada yang
mengklaim memuat berjuta-juta lema. Sayangnya dari sekian banyak kamus itu
hanya dua yang saya anggap cukup baik. Yang pertama adalah Kamus
Inggris-Indonesia (dan Indonesia-Inggris) karangan John Echols dan Hasan
Sadily. Kedua adalah The Contemporery English-Indonesian Dictionary
(juga ada Indonesian-English) karangan Peter Salim. Akan tetapi, saya lebih
merekomendasikan yang kedua karena lebih mutakhir. Karangan Echols dan Sadily
sudah agak out of date. Tak ada penambahan akan lema-lemanya. Yang
paling mutakhir terbit adalah kamus Indonesia-Inggris terbitan Mizan, judulnya Kamus
Lengkap Indonesia-Inggris hasil karya Alam M. Stevens dan A. Ed.
Schimidgail-Tellings. Ada juga Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia-Inggris
(dan ungkapan Inggris-Indonesia) karangan Hadi Podo dan Joseph J. Sullivan.
Kamus-kamus dwibahasa yang sudah saya sebutkan wajib Anda miliki.
Selain kamus dwibahasa yang
berbentuk cetak, ada juga yang berbentuk elektronik. Ada yang bermerek Alfa
dengan berbagai jenis dan variasinya yang berbentuk seperti kalkulator. Ada
pula yang berupa piranti lunak yang dapat di-install ke komputer. Ada
yang bernama Linguist. Biasanya di komputer piranti ini sudah ada. Lalu,
ada juga sebuah software kamus karya anak bangsa sendiri, yaitu Transtool.
Harganya lumayan menguras kantung Anda bila Anda membeli yang asli, tapi versi crack-nya
hanya sekitar dua puluh ribuan saja. Sayangnya kamus-kamus yang canggih ini
banyak memiliki kekurangan sehingga sering kali, berdasarkan pengalaman saya
sebagai penerjemah profesional, membuat kita terpaksa kembali ke kamus yang
konvensional.
Di era internet ini, kamus- kamus yang otoritatif memiliki situs
untuk memudahkan para penggunannya. Untuk Kamus
Besar Bahasa Indonesia, edisi daringnya (dalam jaringan atau online) dapat dilihat di http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/,
Oxford Dictionary dapat ditengok di http://www.oxforddictionaries.com/,
dan Merriam-Webster’s boleh dijenguk
di http://www.merriam-webster.com/.
Untuk kamus lainnya, yang juga sering dipergunakan oleh para penerjemah,
seperti Longman Dictionary atau Cambridge Dictionary dapat dijumpai di http://www.ldoceonline.com/ dan http://dictionary.cambridge.org/.
sayangnya, untuk kamus yang dwibahasa Inggris-Indonesia atau sebaliknya belum
ada yang menyediakan versi daring. Seluruhnya masih luring (luar jaringan atau offline).
6. Langkah-langkah
Menerjemahkan
Menurut Nida dan Taber (1974) ada tiga langkah atau
prosedur yang harus ditempuh seorang penerjemah ketika menerjemahkan. Ketiga
langkah itu adalah (1) Analysis; (2) Transfer; dan (3) Restructuring.
Bila digambarkan langkah-langkah tersebut tampak seperti di bawah ini:
Pada
langkah pertama, yang dimaksud dengan analysis adalah menganalisis teks
yang masih berupa teks sumber (TSu) dalam kaitannya dengan (a) hubungan
gramatikal dalam TSu dan (b) makna dari kata-kata atau kombinasi kata-kata dari
TSu itu. Dengan kata lain, pada langkah pertama ini kita berusaha untuk memahami
teks.
Langkah
kedua adalah usaha untuk mulai melakukan transfer atau mengalihkan hasil
analisis yang ada di benak seorang penerjemah dari bahasa sumber ke bahasa
sasaran. Pada proses ini alih bahasa sudah dimulai.
Setelah
teks sumber sudah dipahami dan sudah dialihbahasakan, langkah selanjutnya
adalah restructuring. Dalam langkah ketiga ini bahasa dari BSu yang
sudah ditransfer kemudian direstrukturisasi agar pesan dari pengarang dapat
diterima dalam bahasa sasaran. Dengan kata lain, pada langkah terakhir ini
diadakan suatu penyerasian dan penyesuaian dengan faktor-faktor dalam bahasa
sasaran.
Aplikasi
dari langkah-langkah tersebut adalah begini: misalkan ada sepotong kalimat dari
bahasa sumber (source), I cut my finger. Di tahap pertama
seorang penerjemah melakukan analisis, misalnya I adalah subjek, cut
adalah verba yang menjadi predikat, dan my
finger adalah objek dari I. Di langkah kedua, transfer,
penerjemah mulai melakukan alih bahasa dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.
Hasilnya adalah saya memotong jari saya.
Di bagian terakhir, restructuring,
penerjemah membongkar ulang alias merekontruksi kalimat itu agar berterima
dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran. Bila bentuk saya memotong jari saya dipertahankan, maka maknanya akan terasa
janggal, seakan-akan ada kesengajaan dari si penutur kalimat bahwa dia secara
sadar memotong jarinya. Padahal, bukan itu pesan yang hendak disampaikan. Lagi
pula, hal itu tentunya sulit diterima oleh akal sehat. Oleh karena itu,
penerjemah menyusun ulang hasil transfer saya
memotong jari saya menjadi jari saya
teriris. Kalimat jari saya teriris
lebih diterima dalam bahasa sasaran (receptor)
dan pesan yang disampaikan pun dapat diterima oleh pembaca dalam bahasa
Indonesia.
Mudah-mudahan Anda kini mafhum
tentang apa itu penerjemahan, penerjemah, syarat-syarat untuk menjadi
penerjemah, dan langkah-langkah menerjemahkan. Setelah Anda paham, kini ada
satu lagi profesi juga bisa Anda geluti.
7. Definisi
Penyuntingan
Sama dengan penerjemahan, sebelum
Anda memutuskan untuk menjadi penyunting
profesional saya rasa Anda harus memahami apa itu penyuntingan. Penyuntingan
adalah menyiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan memerhatikan segi
sistematika penyajian, isi, dan bahasa yang menyangkut ejaan, huruf, tanda
baca, kata, diksi, frasa, istilah, klausa, kalimat, dan wacana (Sugihastuti,
2006). Penyuntingan bersinonim dengan editing atau mengedit.
Orang yang melakukan penyuntingan
atau pengeditan naskah tulisan atau karangan yang akan diterbitkan dalam
majalah, surat
kabar, buku, dan sebagainya disebut penyunting atau editor.
8. Tugas dan Syarat-syarat Menjadi Penyunting
Apa sih sebenarnya tugas
penyunting itu? Menurut Eneste (1995) pada dasarnya tugas seorang penyunting
adalah membuat naskah dapat dibaca. Hanya itu? Bukan. Seorang penyunting pun
harus dapat membuat naskah itu enak dibaca. Jadi, naskah yang sudah dibuat atau
digarap oleh penulis (atau penerjemah) mesti “diolah kembali” oleh penyunting
sebelum sampai pada pembaca sehingga dapat dikatakan bahwa penyunting adalah
perantara penulis dan pembaca.
Apakah semua orang dapat menjadi
penyunting. Jawabnya tidak. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Apa saja
syarat itu? Eneste dalam bukunya Buku Pintar Penyuntingan Naskah (1995)
menyebutkan bahwa syarat-syarat untuk menjadi penyunting adalah (1) menguasai
ejaan, (2), menguasai tata bahasa, (3) bersahabat dengan kamus, (4) memiliki
kepekaan bahasa, (5) berpengetahuan luas, (6) Teliti dan sabar, (7) peka
terhadap SARA dan pornografi, (8) luwes, (9) punya kemampuan menulis, (10)
Menguasai bidang tertentu, dan (11) menguasai bahasa asing.
Jadi, apabila Anda ingin menjadi
seorang penyunting Anda harus menguasai kaidah ejaan bahasa Indonesia yang
berlaku saat ini. Anda harus tahu benar penggunaan huruf kecil dan huruf
kapital, pemenggalan kata, dan pengunaan tanda-tanda baca (koma, titik, titik
koma, dan sebagainya). Mengapa? Karena seorang penyunting selalu berurusan
dengan hal-hal ini.
Anda pun dituntut harus menguasai bahasa Indonesia secara luas.
Maksudnya bukan berarti Anda harus menghapal semua arti kata yang tercantum di
kamus, tetapi harus tahu mana kalimat yang baik dan benar dan mana kalimat yang
salah dan tidak benar. Menguasai bahasa Indonesia berarti Anda harus menguasai
tata bahasa Indonesia. Jadi, untuk menjadi penyunting Anda harus tahu susunan
kalimat bahasa Indonesia yang baik, kata-kata yang baku, bentuk-bentuk yang salah kaprah,
pilihan kata atau diksi yang pas, dan sebagainya. Agar Anda bisa menguasai tata
bahasa Indonesia, milikilah dan pelajarilah buku Tata Bahasa Baku Indonesia.
Seorang penyunting pastilah tidak menguasai semua kata yang ada
dalam satu bahasa tertentu, apalagi istilah-istilah di bidang keilmuan
tertentu. Oleh karena itu, seorang penyunting harus mengakrabkan diri dengan
kamus, baik itu kamus ekabahasa, dwibahasa, maupun kamus istilah. Selain kamus,
seorang penyunting pun harus berkarib ria dengan dengan berbagai rujukan
lainnya seperti ensiklopedia. Untuk kamus bahasa Indonesia yang harus dijadikan
sahabat kalau Anda menjadi penyunting adalah Kamus Umum Bahasa Indonesia
dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Apabila Anda adalah orang yang enggan
membuka-buka kamus, maka urungkan saja niat Anda menjadi penyunting.
Seorang penyunting diharuskan pula memiliki kepekaan bahasa karena
ia selalu berhubungan dengan ejaan, tata bahasa, dan kamus. Bila Anda menjadi
penyunting Anda harus mengetahui mana kalimat yang kasar, mana yang halus;
harus tahu mana kata yang harus dihindari dan mana yang sebaiknya dipakai; dan
harus tahu kapan kalimat atau kata tertentu dapat digunakan atau dihindari.
Seorang penyunting juga dituntut untuk memiliki pengetahuan dan
wawasan yang luas. Artinya, ia harus membaca banyak buku, majalah, dan koran.
Selain itu dia juga harus menyerap informasi melalui media audio visual. Dengan
kata lain, seorang penyunting tidak boleh ketinggalan informasi.
Seorang penyunting juga harus teliti dan sabar. Dia harus teliti
menyunting setiap kalimat, setiap kata, dan setiap istilah yang dipakai
penulis. Ia harus teliti memeriksa apakah kata, kalimat, dan istilah itu layak
cetak atau tidak, berbau SARA atau tidak, mengandung pornografi atau tidak, dan
sebagainya. Penyunting pun wajib bersikap sabar. Mengapa karena ia harus
bolak-balik memeriksa naskah. Kadang kala penyunting juga berhadapan dengan
penulis yang ngeyel, yang tidak mau tulisannya diedit. Jurus sabar pun
harus dipakai apabila menghadapi penulis macam ini.
Ada kalanya suatu buku dicekal pihak kejaksaan agung karena dianggap
mengandung muatan pornografi dan SARA. Nah, agar suatu buku tidak dicekal, maka
dituntut kepekaan yang tinggi dari penyunting akan masalah SARA dan pornografi.
Seorang penyunting harus tahu mana kalimat yang layak cetak, mana kalimat yang
harus diubah agar tidak menyinggung suatu suku, agama, atau ras tertentu.
Telah disebutkan bahwa penyunting kadang kala berhubungan dengan
orang lain, dalam hal ini penulis, pengarang, atau penerjemah. Untuk itu,
penyunting dituntut pula untuk dapat bersikap luwes atau supel. Saat
berhubungan dengan penulis atau penerjemah, seorang penyunting harus mau
mendengarkan segala keluh kesah, saran, dan pertanyaan. Sebaiknya, penyunting
tidak boleh bersikap menggurui, apalagi jika yang dihadapi adalah seorang
penulis yang merupakan pakar di bidangnya. Dengan kata lain, meminjam istilah
Howard Gardner, si pencetus multiple inteligences, seorang penyunting
harus memiliki kecerdasan interpersonal. Jadi, apabila Anda adalah orang yang
kaku dan tidak luwes, lupakan niat menjadi seorang penyunting.
Tidak hanya penulis yang hanya memiliki kemampuan menulis. Seorang
penyunting pun harus memiliki kemampuan itu, minimal mampu menyusun tulisan
yang elementer. Lho bukannya tugas penyunting adalah menyunting? Betul,
tapi seorang penyunting suatu saat harus menulis surat kepada penulis, menulis
isi ringkasan buku atau sinopsis, atau menulis biografi singkat penulis. Selain
itu, kemampuan menulis ini pun berguna dalam penyuntingan. Kalau tidak tahu
menulis kalimat yang benar, maka mana bisa kita membetulkan atau memperbaiki
tulisan orang lain.
Menguasai bidang tertentu, misalnya ilmu bahasa, ilmu sastra,
biologi, matematika, jurnalistik, ilmu pendidikan, filsafat, teknologi, dan
pertanian, sangatlah diperlukan bagi seorang penyunting. Mengapa? Karena hal ini tentu akan membantu dirinya dalam
melaksanakan tugasnya.
Syarat yang terakhir adalah untuk menjadi seorang penyunting adalah
penguasaan bahasa asing terutama bahasa yang digunakan di dunia internasional,
yakni bahasa Inggris. Kenapa? Karena dalam menyunting naskah, seorang
penyunting akan berhadapan dengan istilah-istilah bahasa Inggris atau
istilah-istilah yang berasal dari bahasa Inggris. Jika tidak bisa menguasai
bahasa Inggris secara aktif, minimal seorang penyunting harus menguasainya secara
pasif. Artinya, seorang penyunting dapat memahami dan membaca teks berbahasa
Inggris. Akan lebih lagi jika seorang penyunting menguasai tidak hanya bahasa
Inggris, tapi juga bahasa-bahasa asing lain misalnya, bahasa Belanda, Jerman,
Perancis, Spanyol, Arab, dan Jepang. Singkatnya, semakin banyak bahasa asing
yang dikuasai, semakin baik seorang penyunting.
Sementara itu, Trim (2009) menyebutkan bahwa syarat utama untuk
menjadi editor buku adalah memiliki keterampilan membaca dan menulis. Syarat
utama ini harus dipenuhi karena menyiratkan keterampilan berbahasa yang baik
dan benar. Selain itu, ada kompetensi nonteknis yang harus dimiliki, seperti
kejujuran, kepercayaan diri, dan ketelitian. Untuk mengembangkan kariernya,
editor membutuhkan empat kemampuan, yaitu (1) dapat memecahkan masalah, (2)
mampu membuat keputusan, (3) menguasai komunikasi untuk membangun jaringan, dan
(4) mengefektifkan dan mengefisienkan tugas-tugas. Di samping itu, Trim juga
menyebutkan bahwa editor itu harus memiliki kriteria (a) Confidence atau percaya diri. Editor yang baik harus memiliki
kepercayaan diri terhadap kecerdasan, pengetahuan, dan keterampilan menulis
yang dimilikinya. Editor pun dituntut untuk memahami gaya selingkung, menguasai
proses produksi, memiliki wawasan pengetahuan umum, dan harus mengerti sistem
operasional standar editor; (b) Objectivity
atau bersifat objektif. Editor harus objektif dan mampu menelisik materi-materi
secara lebih mendalam dan memahami bagaimanapun banyak penulis memiliki
kepribadian yang acuh tak acuh terhadap naskah yang ditulisnya; (c) Awareness atau kepedulian. Editor harus
peduli terhadap sasaran pembaca yang dituju, tetapi terlebih-lebih dia harus
peduli akan kinerja tim editorial; (d) Intelligence
atau cerdas dan cergas. Editor yang baik harus memiliki berbagai macam latar
belakang yang mendukungnya untuk menelisik berbagai materi naskah; (e) Questioning nature atau punya sifat
ingin tahu/selalu bertanya. Editor yang baik tahu bahwa bertanya tentang apa
pun bukanlah hal yang tabu; (f) Diplomacy
atau mampu berdiplomasi. Editing adalah sebuah konfrontasi. Menulis adalah
gabungan intelektual dan pengalaman emosional, dan editor yang baik akan
meminimalisasikan timbulnya ketegangan antara editor dan penulis. Oleh sebab
itu, diplomasi diperlukan mankala terjadi pertentangan yang menjurus pada debat
kusir; (g) Ability to write atau
mampu menulis. Editor yang baik harus memiliki kemampuan menulis di atas
rata-rata; dan (h) Sense of humor
atau punya selera humor. Editing merupakan pekerjaan yang penuh tekanan, oleh
karena itu editor yang baik harus punya selera humor dan mampu tertawa meski di
bawah banyak tekanan.
9.
Macam-macam Editor
Ada berapa macam penyunting? Menurut
Sugihastuti (2006) karena luasnya cakupan kerja editor, ada berbagai jenis kualifikasi
editor. Secara umum ada yang disebut chief editor, ia berkedudukan
tinggi pada bagian penyuntingan. Ia bertanggung jawab mengontrol, mengelola,
dan mengeluarkan kebijakan strategis yang berkaitan dengan proses editorial.
Selain itu, ada pula managing editor, tugasnya adalah mengatur semua
kegiatan teknis editorial yang dijalankan para editor. Tanggung jawab editor
jenis ini tidak sebesar chief editor. Editor lainnya adalah senior
editor, editor ini bertanggung jawab untuk mengatur rancangan pengadaan
naskah. Dari mana dan karya siapa naskah bisa didapat. Memburu naskah untuk
diterbitkan adalah tugasnya karena tidak semua naskah akan datang sendiri ke
penerbit.
Copy editor adalah staf editor yang
bertanggung jawab memeriksa dan memperbaiki naskah hingga memenuhi tingkat
kelayakan umum dan sesuai dengan gaya khusus/selingkung (house style).
Ada pula editor yang tugasnya membantu menangani masalah-masalah teknis seputar
pernaskahan dan pendukung penyuntingan, seperti administrasi naskah,
penyimpanan naskah, pencarian referensi, perhitungan biaya penyuntingan, dan
sebagainya. Editor macam itu disebut asisstant editor.
Right editor adalah staf editor yang
bertanggung jawab mengurusi masalah-masalah khusus seputar hak cipta (copy
right) dan konvensi-konvensi adminitrasi penerbitan buku seperti KDT
(Katalog Dalam Terbitan) dan ISBN (International Standard Book Number).
Ada juga staf editor yang bertugas memeriksa dan memperbaiki akurasi
bahan-bahan grafis, bukan batang tubuh teks, seperti foto, tabel, dan warna.
Editor ini disebut dengan picture editor. Yang tidak kalah penting
adalah editor bahasa. editor jenis ini adalah orang yang bertanggung
jawab khusus perihal bahasa naskah.
Hampir senada dengan Sugihastuti, Meutia (2004) membagi editor menjadi
akuisisi dan editor produksi. Menurutnya editor akuisisi adalah orang
yang bertugas mencari naskah-naskah yang potensial untuk diterbitkan. Dia juga
mengurusi segala sesuatu yang berkaitan dengan kontrak dan royalti. Terkadang
dia juga bertindak layaknya seorang psikolog, memberikan perhatian pada hal-hal
pribadi sehingga penulis yang sudah terkenal tidak lari ke penerbit lain dan
menyemangati mereka agar terus berkarya.
Editor produksi bertanggung jawab penuh
atas penggarapan sebuah naskah yang sudah dipastikan akan diterbitkan. Selain
urusan pengemasan sampul dan isi, editor produksi juga bertanggung jawab untuk
membuat info produk berkaitan dengan buku tersebut yang akan memudahkan bagian
promosi dan penjualan untuk memasarkan buku tersebut. Dia bertanggung jawab
pula untuk memberikan informasi tentang buku-buku yang akan terbit dan
buku-buku yang sudah out of print. Selain dua editor ini, masih menurut
Meutia, ada juga yang disebut dengan freelance editor alias penyunting
lepas yang menawarkan jasanya pada individu atau penerbit.
Trim (2009) berpendapat bahwa jenis-jenis editor terkait dengan
jenjang karier yang ditapaki seorang editor. Berikut adalah jenjang karier
editor menurutnya: (1) copyeditor;
(2) editor yang terbagi menjadi associate editor, pictorial editor, dan rights
editor; (3) senior editor yang terbagi menjadi acquisition editor dan development
editor; (4) managing editor;
dan (5) chief editor.
10. Menjadi
Penerjemah Buku dan Penyunting Buku Profesional: Beberapa Kiat
Di zaman yang menggila ini. Zaman di
mana semuanya harga berlomba-lomba naik sehingga rakyat tercekik, menjadi
pengangguran adalah suatu keniscayaan. Ijazah ada, gelar punya, hanya saja
pekerjaan tak kunjung didapat. Jengkel, frustasi, depresi akhirnya mendera.
Semua orang, bahkan Tuhan, pun disalahkan. Setelah berbulan-bulan, bahkan
bertahun-tahun, berburu kerja, akhirnya sebuah pekerjaan pun didapat. Hanya
saja pekerjaan ini tak sesuai dengan latar belakang akademis kita. Pekerjaan
yang kita miliki tidak sesuai dengan ilmu yang kita pelajari di bangku kuliah.
Kondisi di atas niscaya akan Anda
alami. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena dalam pikiran kita sudah terbentuk
pola: kuliah, dapat ijazah, terus cari kerja apa saja. Apa saja yang penting gue
dapet duit. Mind setting seperti itu menurut saya menyesatkan.
Mendapat pekerjaan tapi tidak sesuai dengan ilmu yang dipelajari adalah
sia-sia. Ilmu yang telah didapat, uang yang sudah dihamburkan untuk membiayai
kuliah mubazir belaka.
Berbeda dengan orang lain, saya
ingin mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang dan ilmu yang saya
kuasai, bahasa dan sastra. Saya tahu bahwa saya akan berkarier di dunia
perbukua, bahkan sebelum saya menyelesaikan kuliah S1 saya. Kenapa? Karena saya
memiliki kecintaan dan minat pada buku. Saya gemar membaca. Saya memutuskan
untuk menjadi penyunting buku. Alhamdulillah, setelah mengalami lika-liku
hidup, pekerjaan menjadi editor maupun penerjemah, baik freelance maupun
tetap, pernah saya lakoni. Namun, ternyata saya bukan jenis orang kantoran.
Saya tidak suka bekerja di bawah kendali seseorang dengan jam kerja yang sudah
pasti dan ruangan yang itu-itu saja. Saya pun bosan dengan ritme hidup yang
begitu-begitu saja. Bangun pagi, berangkat ke kantor, berebut naik bis, terkena
macet, kerja menghadap layar komputer delapan jam per hari, lantas pulang ke
rumah untuk tidur lalu bangun dan mengulangi kegiatan yang sama esok harinya.
Akhirnya saya memutuskan berhenti
bekerja dan banting setir menjadi penerjemah dan penyunting buku profesional.
Saya membuka layanan penulisan, penyuntingan, dan penerjemahan yang saya beri
nama Songo Nogosingo Writing, Editing, and Translation Services. Sebagai
kantor, saya gunakan rumah saya sendiri. Kini saya tak perlu lagi repot-repot
bangun pagi, bergegas ke kantor, terjebak kemacetan, dan hidup dengan irama
yang statis.
Saya membuka layanan itu karena tiga hal. Pertama, saya teringat
sabda Nabi Muhammad (kalau tidak salah) yang mengatakan bahwa sembilan dari
sepuluh pintu rezeki berasal dari perniagaan. Kedua, ada sebuah buku berjudul How
to Start and Run a Writing and Editing Business (Memulai dan Mengelola
Bisnis Penulisan dan Penyuntingan) karangan Herman Holtz terbitan Grasindo
(2000). Buku itu menjadi inspirasi saya untuk memulai bisnis ini. Ketiga,
kondisi dan situasi yang saya hadapi. Setelah berhenti menjadi editor bahasa di
sebuah majalah, saya menjadi dosen luar biasa alias tidak tetap di sebuah
universitas Islam negeri dengan harapan menjadi pegawai negeri sipil. Ternyata
menjadi dosen luar biasa itu benar-benar luar biasa. Luar biasa kecil
pendapatannya. Sementara itu, saya sudah
berkeluarga dan ada jabang bayi yang siap untuk hadir menambah jumlah populasi
umat manusia di dunia. Ketiga hal inilah menjadi faktor pendorong saya untuk
terjun ke dunia terjemahan dan penyuntingan buku. Alhamdulillah, kini saya
merasa hidup saya cukup mapan setelah lebih 10 tahun benar-benar menjalani
hidup sebagai penerjemah dan penyunting profesional.
Untuk itu, saya ingin berbagi
beberapa kiat bagi Anda yang ingin berkarier sebagai seorang penerjemah dan
penyunting buku profesional. Hal pertama yang harus Anda lakukan adalah
mantapkan dulu niat Anda. Kedua, kenali potensi diri Anda, sadarilah bahwa
kecedasan bahasalah yang dominan dalam diri Anda, dan penuhi syarat-syarat
untuk menjadi penerjemah dan penyunting yang telah saya sebutkan di atas.
Ketiga, miliki komputer/laptop dan koneksi internet. Bila belum punya e-mail
address, buatlah segera. Untuk nama surel (surat elektronik) sebaiknya
gunakan nama asli agar terkesan professional. Jangan gunakan nama yang alay,
seperti dheaclaludichyank@gmail.com. Kesemuanya itu amat penting untuk
menunjang pekerjaan. Bila belum memiliki komputer/laptop atau rumah Anda
belum ada koneksi internet, jangan khawatir. Rental komputer dan warnet
bertebaran di mana-mana.
Keempat, tentukan segmentasi pasar Anda. Apakah individu atau
korporasi (termasuk di dalamnya penerbit). Jelilah melihat ceruk (niche)
pasar. Kalau saya, saya tentukan bahwa segmentasi bisnis saya adalah penerbit
buku. Kelima, buka jaringan (networking) terus menerus. Caranya? Yang
saya lakukan dulu adalah saya kirimkan surat yang menjelaskan diri saya dan
jasa yang saya jual dengan lampiran contoh terjemahan dan suntingan yang telah
saya buat. Saya pun mencatat alamat dan nomor telepon penerbit dari buku-buku
yang mereka terbitkan. Saya hubungi nomor teleponnya dan minta bicara dengan
editor atau publishing manager penerbit tersebut. Bila telah tersambung
saya jelaskan siapa saya, apa jasa yang saya jual, dan minta janji untuk
bertemu secara langsung. Tetapi, terkadang penerbit suka berpindah kantor
sehingga mendapatkan alamat dari buku terbitan mereka tidak efektif juga. Agar
mendapatkan alamat teranyar, sebaiknya kunjungilah pameran buku. Di pameran buku
itu para penerbit menerbitkan katalog tentang buku-buku terbaru mereka. Di
katalog itulah alamat penerbit yang baru biasanya juga dicantumkan. Di Jakarta
sendiri pameran buku digelar tiga kali dalam setahun. Pameran buku Islam
dihajat di bulan Maret. Pesta buku Jakarta diselenggarakan biasanya di akhir
Mei hingga awal Juni. Pameran buku Indonesia dilaksanakan sekitar bulan
September-Oktober saban tahun.
Keenam, Anda harus jaga kesehatan Anda, baik fisik dan mental,
karena meski terlihat enteng, mengedit dan menerjemahkan adalah pekerjaan yang
menguras tenaga. Apalagi bila tenggatnya (deadline) sudah dekat Anda
harus bersedia begadang. Terakhir, dan ini yang paling penting, jaga
profesionalisme Anda. Apabila Anda sudah mulai laku sebagai penerjemah atau penyunting,
jangan terima order lain jika Anda sedang menggarap order dari satu klien.
Jelaskan pada pemberi order bahwa Anda sedang menggarap terjemahan atau
suntingan dari pihak lain. Mintalah waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang
sedang digarap sebelum menerimanya. Jika pemberi order itu batal memberikan
pekerjaan, jangan kecewa. Masih banyak para pemberi order lainnya. Dengan kata
lain, jangan rakus. Menerjemahkan dan menyunting adalah pekerjaan yang dibatasi
oleh deadline yang diberikan klien. Bila kita menerima order terlalu
banyak, bisa-bisa kita gagal memenuhi deadline yang telah ditentukan.
Akibatnya kepercayaan klien akan berkurang pada kita. Satu hal lagi yang perlu
diingat, jangan pernah berbagi terjemahan dengan orang lain dan mengakuinya
sebagai terjemahan Anda seorang karena ini akan memengaruhi kualitas
terjemahan. Penerbit tidak menyukai hal itu karena akan merepotkan saat
disunting.
Mudah-mudahan apa-apa yang telah saya utarakan bermanfaat bagi Anda.
Semoga setelah membaca tulisan ini Anda tidak terusik lagi dengan pertanyaan
“Mau kerja apa setelah lulus kuliah?” dan mantap memutuskan karier sebagai
penerjemah dan penyunting profesional.
Pustaka Acuan
Catford, J.C.
1965. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University
Press.
Eneste, Pamusuk.
1995. Buku Pintar Penyuntingan Naskah. Jakarta: Obor.
Gardner, Howard. 2003. Kecerdasan Majemuk.
Batam: Interaksara.
Hernowo. 2003. Andaikan Buku Itu Sepotong
Pizza. Bandung:
Kaifa.
Hoed, Benny
Hoedoro. 2006. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya
Holt, Herman. 2000. How to Start
and Run A Writing and Editing Business (Memulai
dan Mengelola Bisnis
Penulisan dan Penyuntingan). Jakarta:
Grasindo.
Machali, Rochayah. 2000. Pedoman
Bagi Penerjemah. Jakarta:
Grasindo.
Meutia, Sari. 2004. “Editor” dalam Harian
Umum Republika, 7 Maret.
Newmark, Peter. 1988. A Textbook
of Translation. New York:
Prentice Hall.
Nida, Eugene A. and Charles R. Taber.
1974. The Theory and Practice of
Translation. Leiden: E. J. Brill.
Sugihastuti. 2006. Editor Bahasa.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Trim, Bambang. 2009. Taktis
Menyunting Buku. Bandung:
Maximalis.
www.multipleintelligencetheory.co.uk,
diunduh pada 29 Mei 2014.
www.pbs.org, diunduh pada 29 Mei 2014
[1] Makalah yang disampaikan pada Seminar Menggenggam Dunia lewat
Bahasa dan Sastra yang diselengarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan
Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta pada 9 Juni 2014.
[2] Penerjemah dan penyunting buku profesional yang juga dosen tetap ilmu
linguistik di Jurusan Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Adab dan
Humaniora, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
[3] Harap bedakan kecerdasan linguistik ini dengan linguistik (linguistics) sebagai ilmu yang
memelajari bahasa. Linguistik di sini maknanya adalah bahasa (linguistic). Perhatikan ada dan tidaknya
huruf ‘s’ pada kata-kata tersebut dalam bahasa Inggris.
[4] Hernowo menyebut kecerdasan linguistik sebagai Word Smart. Tabel ini saya beri tambahan sedikit.
2 komentar:
bahas tentang mengenali ciri khas bahasa iptek dan mengenali langkah-langkah penerjemahan iptek dong kak
Posting Komentar